Business Research Management Strategy

Ini Dia Strategi Mengurangi Biaya HR Saat Ekonomi Melambat

Ini Dia Strategi Mengurangi Biaya HR Saat Ekonomi Melambat

Kelesuan ekonomi beberapa tahun belakangan telah menciptakan tantangan tersendiri bagi dunia bisnis. Perlambatan ekonomi yang hampir terjadi di seluruh kancah dunia, nyatanya juga berimbas ke Indonesia. Tahun lalu, tercatat pertumbuhan ekonomi nasional hanya berada di angka 4,79 %, turun dari angka pertumbuhan 5,02% yang ditorehkan tahun 2014.

Kondisi ini tentunya berpengaruh terhadap kinerja entitas perusahaan. Pelaku usaha harus bisa mengidentifikasi bagaimana kondisi terkini, sehingga bisa mengambil langkah dan dosis yang tepat guna menangkal efek buruk dari perlambatan pertumbuhan ekonomi dan ancaman krisis.

Adapun pembahasan mengenai bagaimana divisi HR mengambil sikap dalam tren perlambatan ekonomi selalu menjadi pembahasan yang menarik. HR dapat memilh menjadi ‘korban’ atau bagian dari sebuah solusi ketika entitas bisnis dilanda masa-masa sulit. Memperhatikan langkah-langkah kebijkan pengelolaan sumber daya manusia setidaknya bisa memberikan pemahaman lebih dalam mengenai strategi apa saja yang dibutuhkan ketika menghadapi perlambatan.

Mercer, sebagai perusahaan konsultasi Sumber Daya Manusia (SDM) global, pada bulan September hingga November 2015 mencoba menangkap fenomena tersebut. Perusahaan yang telah beroperasi di puluhan negara itu, mengadakan sebuah survei mengenai bagaimana perusahaan di Indonesia mengelola tenaga kerjanya dalam merespons perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Mercer mendapatkan 138 responden yang bersumber dari berbagai sektor industri. Mereka juga melakukan wawancara dengan beberapa eksekutif di perusahaan lokal dan multinasional untuk memahami bagaimana perusahaan tersebut mempersiapkan diri untuk unggul ketika ekonomi kembali bangkit.

Presiden Direktur Mercer Indonesia, Paul Suprenant, mengungkapkan, beragam hasil ia peroleh dari survei dan wawancara tersebut. Namun secara garis besar ia menyatakan bahwa perusahaan Indonesia bisa dibilang cukup optimis untuk periode jangka panjang terhadap kondisi perekonomian di Indonesia. “Mereka sadar perlambatan memang terjadi dan memberikan pengaruh terhadap performa bisnis dalam tahun belakangan ini. Namun pengaruh tersebut diyakini tidaklah sebsar apa yang terjadi di tahun 2008. Kebanyakan perusahaan berkomentar bahwa mereka percaya ekonomi akan mulai membaik di pertengahan atau akhir 2016,” ujar Suprenant menceritakan hasil laporan Mercer.

Maka itu kebanyakan dari perusahaan, menurut dia, cenderung berhati-hati dan tetap tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menangkap peluang di depan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya. Mereka tidak mau mundur, untuk kemudian tertinggal ketika perekonomian nantinya membaik. Investasi dan proses perbaikan tetap dilakukan, hanya pengambilan keputusan lebih mengedepankan jangka panjang dengan analisis cost dan benefit yang lebih mendalam serta kehati-hatian dalam menyusun prioritas untuk pengeluaran.

Meski harus diakui, memang ada sebagian perusahaan sedikit lebih apes. Mereka ini adalah bagian perusahaan dengan kategori terdampak cukup dalam dengan adanya perlambatan, sehingga memerlukan transformasi bisnis. Beruntungnya, beberapa perusahaan tersebut, mengaku telah bersiap sedari jauh hari. Transformasi tersebut telah dilakukan tepat sebelum perlambatan ekonomi. “Survei menunjukkan sebanyak 70% perusahaan merespon penurunan dengan hati-hati, 20% perusahaan mengalami transformasi yang signifikan selama perlambatan, sedangkan 10% lainnya, bmemamfaatkan penurunan sebagai peluang bisnis baru untuk lebih berkembang,” ujarnya.

Bila ditarik lebih spesifik dalam pengelolaan SDM, hasil survei Mercer setidaknya menangkap beberapa hal. Kebanyakan perusahaan di Indonesia, ia ceritakan , tidak merespon berlebihan ketika tejadi perlambatan ekonomi. Dari keseluruhan responden yang didapat Mercer, sebanyak 74 perusahaan, atau 54 persen dari total responden, mengatakan perlambatan ekonomi tidak berdampak pada budget aktivitas HR perusahaan di tahun 2015. Sebaliknya, sisanya mengakui memang kondisi perlambatan berpengaruh terhadap budget aktivitas HR-nya. Namun dampaknya kecil, hal ini dibuktikan dengan 47 persen perusahaan yang mengatakan dampaknya hanya kisaran 1 sampai 5 persen terhadap anggaran. Hanya ada 5 perusahaan yang menjawab bahwa perlambatan ekonomi, berpengaruh hingga 16 sampai 20 persen dari budget.

Anggaran HR tahun 2016

Meskipun mayoritas perusahaan mengatakan tidak terlalu berpengaruh terhadap perlambatan ekonomi di tahun 2015. Toh, tetap saja kebanyaan dari mereka mengatakan mempunyai inisiatif untuk meurangi anggaran HR nya di tahun 2016. Hasil survei Mercer mengatakan, mayoritas perusahan, atau sebanyak 51% persen partisipan, mengatakan mempunyai inisiatif mengurangi anggaran di tahun 2016.

Namun secara keseluruhan, mereka bisa dikatakan jumlahnya tidak terlalu berbeda dengan tahun 2015, atau kurang lebih di kisaran plus minus 5%. Adapun yang mengurangi anggarannya sekitar 5 sampai 15% persen hanya sebanyak 12% responden. “Dan hanya 3 persen, yang mengatakan akan mengurangi sampai diatas 15%,” ujar Suprenant.

mercer3

Strategi mengurangi biaya HR

Bila ditarik lebih spesifik dalam pengelolaan SDM, hasil survei Mercer setidaknya menangkap beberapa hal, salah satunya ialah tentang bagaimana divisi HR mengatur strategi dalam merespon perlambatan ekonomi.

Kebanyakan responden mengatakan yang dilakukan untuk mengurangi anggaran ialah dengan mengurangi biaya rekrutmen dan seleksi, biaya perjalan dinas, traning, biaya lembur, hingga biaya outsourching. Pada proses rekrutmen dan seleksi misalnya, mayoritas perusahaan, atau 37 persen dari responden mengatakan melakukan hire freezing.

Mereka hanya melakukan rekrutmen untuk posisi-posisi tertentu yang memang sedang ditinggalkan, ataupun memang diperlukan, namun tidak bisa di dapat dari internal. Dengan begitu, otomatis biaya-biaya seperti head hunter, biaya seleksi karyawan seperti medical check-up dan test psikologi dengan sendirinya berkurang.

Untuk menyiasati agar bisnis tetap bisa berkembang, Beberapa perusahaan memilih memperluas peran dari tenaga kerja yang dimilikinya dan mengalihdayakan aktivitas-aktivitas non inti. Walau memang untuk beberapa sektor, sebagian perusahaan terpaksa menyesuaikan jumlah tenaga kerja kontraknya. “Namun tidak pada pegawai tetap, yang mayoritas memang dipertahankan,” ujar Suprenant.

mercer4

Apa yang Dilakukan Astra?

Chief of Corporate Human Capital Development PT Astra International (Tbk), Aloysius Budi Santoso, mengakui bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi telah menjadi tantangan tersendiri bagi Grup Astra, terlebih karena Astra hampir hadir di semua sektor industri, mulai dari otomotif, agribisnis, energi, teknologi informasi, jasa keuangan, infrastruktur hingga logistik. Sehingga masing-masing sektor tersebut ia katakan mempunyai dosisnya masih-masing dalam merespon kondisi saat ini. “Sampai saat ini, untuk karyawan tetap belum ada kebijakan, melakukan pengurangan. Tapi kalau untuk karyawan kontrak, memang ada beberapa penyesuaian, seperti misal ada karyawan yang kontraknya tidak diperpanjang,” ujarnya.

Secara umum, ia mengatakan bahwa pada dasarnya Astra tidak berhenti dalam konteks people development. Perusahaan yang berdiri sejak 1957 tersebut tetap konsisten untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, entah dalam kondisi apapun. “Cuma saat ini kami lebih selektif memilih siapa yang kami lakukan development, termasuk juga selektif untuk mengirim untuk training-traning ke luar negeri,” ujarnya.

Ia mengungkapkan sejauh ini, Astra menahan diri untuk melakukan rekrutmen besar-besaran. Astra melakukan hire freezing untuk sementara waktu dengan memotong jumlah rekrutmen pegawai dari yang biasanya 3000 sampai 4000 pegawai, menjadi hanya ratusan pegawai. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved