Business Research

Ipsos Ramal RI Jadi Pusat Produksi Mobil ASEAN

Ipsos Ramal RI Jadi Pusat Produksi Mobil ASEAN

Kabar gembira datang dari Ipsos Consulting. Konsultan bisnis tersebut memprediksi Indonesia perlahan dapat menggantikan Thailand sebagai pusat produksi otomotif utama di ASEAN. Hal ini diperkirakan berimplikasi besar bagi produsen dan penyuplai suku cadang otomotif serta pemangku kebijakan di kedua negara. “Buktinya jelas bahwa dalam hal tren output produksi kendaraan, perkembangan kebijakan, dan perbaikan infrastruktur, Indonesia akan terus meningkatkan kapasitas produksi, konsumsi domestic dan volume ekspor sekaligus. Produsen otomotif dan pemangku kebijakan di Indonesia, Thailand dan negara-negara lain tentu akan mempertimbangkan implikasi ini,” kata Markus Scherer, kepala sektor otomotif global di Ipsos Business Consulting dalam rilisnya.

Selama ini, Thailand telah menjadi produsen mobil terbesar di Asia Tenggara dengan volume produksi per tahun sekitar 2 juta unit dibandingkan Indonesia dengan jumlah sekitar 1,1 juta unit di tahun 2015. Sebagai produsen otomotif terbesar kedua, Indonesia belum mampu mengimbangi Thailand dalam membangun pasar ekspor. Indonesia mengekspor hanya 23% dari produksi domestiknya di tahun 2015, sementara Thailand mampu mengekspor hingga 55%.

Di tahun 2015, kesenjangan produksi antara dua negara adalah sekitar 810,000 unit, namun pada tahun 2020, selisihnya diperkirakan mengecil menjadi hanya 465,000 unit. Agar Indonesia dapat menggantikan Thailand sebagai pusat produksi mobil nomor satu di ASEAN, kesenjangan tersebut harus dapat diatasi. Ipsos Business Consulting meyakini bahwa perbaikan ini dapat dicapai melalui berbagai kombinasi solusi seperti berikut ini.

Honda_Mobilio

Pertama, peningkatan utilitasi pabrik. Di tahun 2015, Indonesia memiliki kapasitas produksi terpasang hingga 2 juta unit kendaraan, namunhanya sekitar 62% yang dimanfaatkan. Kedua, meningkatkan investasi lanjutan hingga US$ 2,6 miliar untuk pembuatan pabrik baru atau untuk peningkatan kapasitas pabrik, dengan asumsi tingkat utilisasi tetap sama.

Laporan Ipsos terbaru juga menekankan bahwa, walaupun kesuksesan ekspor saat ini belum signifikan, Indonesia memiliki potensi pertumbuhan domestik yang luar biasa. Hal ini dapat mendorong para investor untuk mengharapkan pertumbuhan penjualan yang solid jika mereka mampu mendapatkan posisi yang tepat di pasar.

Douglas Cassidy, Direktur Ipsos Business Consulting Indonesia, menyampaikan pemain otomotif global yang belum memiliki basis produksi yang signifikan di Indonesia akan semakin mempertanyakan posisi mereka di ASEAN yang jumlah penduduknya telah mencapai lebih dari 600 juta jiwa. “Selain itu apakah mereka dapat mempertahankan pangsa pasar yang sudah ada karena perusahaan lain akan berekspansi ke Indonesia dan Asia secara umum. Memiliki basis produksi di Indonesia akan memungkinkan mereka untuk mendapatkan keuntungan dari segi biaya, skala produksi dan rantai suplai di Indonesia yang diprediksi akan menjadi kekuatan otomotif yang unggul di ASEAN,” jelas Cassidy.

Chukiat Wongtaveerat, Manajer Konsultasi Senior Ipsos Bangkok setuju dengananalisa Cassidy mengenai situasi pasar saat ini namun menilai bahwa Thailand masih dapat melindungi industri otomotifnya. Wongtaveerat mencatat bahwa beberapa produsen otomotif ternama telah mengumumkan strategi untuk keluar dari pasar Indonesia, terutama Ford Motor Company dan General Motors.

Sementara pemain terkemuka lainnya, seperti Volkswagen, Hyundai dan Mazda belum mampu mengomunikasikan strategi yang jelas untuk mengamankan pangsa pasar yang kuat dan menguntungkan di kedua negara tersebut. “Khususnya terkait dengan Indonesia, yang membutuhkan regulasi yang stabil dan pembangunan infrastruktur pendukung otomotif yang berkelanjutan dalam menghadapi penurunan angka penjualan saat ini. Begitu hal ini terjadi, kita akan melihat efek domino, dengan beberapa OEM lain yang belum memiliki basis produksi di tanah air untuk membangun pabrik dan melakukan ekspansi agresif pada jaringan diler mereka,” kata Wongtaveerat.

Di sisi lain, iklim usaha di Indonesia saat ini tidak terlalu menguntungkan pemain industri otomotif. Menurut indeks ease of doing business oleh Bank Dunia, Indonesia berada di posisi 109 dari 198 negara, sementara Thailand ada di posisi 49. Namun pemerintah Indonesia telah mentargetkan kenaikan ke posisi 40 pada tahun 2018. Perbaikan signifikan yang sedemikian rupa, jika ingin dicapai, jelas membutuhkanfokus terus menerus dari pembuat kebijakan. “Perkembangan yang ada saat ini menunjukkan tren positif seperti kelonggaran aturan kepemilikan asing di daftar negative investasi dan prosedur aplikasi perizinan yang disederhanakan,” Scherer memaparkan.

Eddy D. Iskandar


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved