Business Research

Karyawan Sering Stres, Ini Dia Penyebabnya

Karyawan Sering Stres, Ini Dia Penyebabnya

Stres bisa terjadi di mana saja. Salah satunya di tempat kerja. Dari hasil survei Hay Group dan Majalah SWA, tentang Employer of Choice 2015, diketahui jumlah karyawan yang frustrasi mencapai 21%.

Padahal, pada organisasi dengan kinerja bagus di dunia, kata Konsultan Senior Hay Group, umumnya level karyawan frustrasi hanya di kisaran 13%. “Seharusnya, untuk standar di Indonesia, jumlah karyawan frustrasi hanya 7%,” katanya.

Survei ini diikuti oleh 22 perusahaan dengan jumlah karyawan sekitar 21 ribu orang karyawan yang mengisi 49 pertanyaan. Tujuannya untuk melihat sejauh mana perusahaan mampu membuat karyawannya efektif dalam bekerja (employee effectiveness). Alat ukurnya adalah engagement (keterikatan) karyawan dan enablement (memampukan) karyawan.

Indonesia memiliki sekitar 170 juta atau 68% penduduk usia produktif. Bonus demografi ini belum dimanfaatkan dengan optimal. Begitu pula dengan kelas menengah yang mencapai sekitar 60 juta. Dengan kebijakan yang tepat dan pengelolaan yang baik, ekonomi Indonesia mestinya bisa bertumbuh di atas 6% per tahun.

Indonesia memiliki sekitar 170 juta atau 68% penduduk usia produktif. Bonus demografi ini belum dimanfaatkan dengan optimal. Begitu pula dengan kelas menengah yang mencapai sekitar 60 juta. Dengan kebijakan yang tepat dan pengelolaan yang baik, ekonomi Indonesia mestinya bisa bertumbuh di atas 6% per tahun.

Nah, ada 4 golongan karyawan. Pertama, tipe most effective yang memiliki level engagement dan enablement sama tingginya. Selain setia, golongan ini juga punya ruang yang cukup untuk berkontribusi besar untuk perusahaan.

Kedua, tipe frustrated yang sebenarnya ingin menunjukkan kemampuan dan loyalitasnya untuk perusahaan. Sayang, potensinya itu belum tersalurkan hingga akhirnya frustrasi. Ketiga adalah tipe detached yang sebenarnya sudah punya ruang untuk menunjukkan kapasitasnya namun tidak mau terikat dengan perusahaan.

Yang paling parah adalah tipe least effective. Sudah tidak mau terikat, golongan ini juga tidak merasa enabled alias tidak mau berkontribusi lebih untuk perusahaan. Jumlah karyawan seperti ini cukup tinggi yakni 29%.

Padahal, rata-rata di Indonesia hanya 25% dan standar pada organisasi high performance di dunia rata-rata sekitar 22%. “Jadi, masih banyak yang harus ditingkatkan untuk bisa menyamai level organisasi berkinerja bagus di level global,” ujar Dewi. (Reportase: Tiffany Diahnisa)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved