Business Research

Maarif Institute Pelopori Indeks Kota Islami di Indonesia

Maarif Institute Pelopori Indeks Kota Islami di Indonesia

Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, kali ini Maarif Institute (MI) menyelenggarakan Indeks Kota Islami (IKI) yang pertama kali di Indonesia. Menurut Ahmad Imam Mujaddid Rois, Koordinator Tim MI, IKI merupakan upaya MI untuk menyusun parameter guna mengukur dan memeringati kinerja pemerintah kota dalam mengelola kotanya berbasis nilai-nilai Islam dalam masyarakat di Indonesia.

Ahmad Imam Mujaddid Rois (kiri), Koordinator Tim Indeks Kota Islami

Ahmad Imam Mujaddid Rois (kiri), Koordinator Tim Indeks Kota Islami

Rois menjelaskan, dari sebuah penelitian di Amerika tentang kota-kota Islami di dunia, disebutkan bahwa New Zealand adalah negara yang paling Islami di dunia. Sementara itu, Indonesia yang memiliki populasi muslim terbanyak di dunia menempati posisi ke 114 di dunia. Untuk itulah, dalam mengetahui lebih dalam mengenai kota Islami ini, Maarif Institute melakukan studi terhadap 93 kota, dengan 3 komponen (aman, sejahtera dan bahagia), 9 variabel dan 41 indikator yang semuanya bahan tadi berlandaskan prinsip maqoshid syariah. Yang dielaborasi menjadi beberapa dimensi.

“Pertama aspek keagamaan, lalu aspek kepemimpinan dan tata kelola pemerintahan, peradaban, kemakmuran, dan keunggulan,” terang Rais saat acara Public Expose IKI di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng Jakarta (27/8/).

Sebagai perintis, indeks ini akan di susun secara komprehensif serta khas Indonesia. Sedangkan untuk mendefinisikan kota Islami, tim IKI menggunakan terminologi Islam itu sendiri. Yaitu Ad-din Wa An ni’mah (agama dan peradaban). Sebagai agama Islam harus membawa perubahan nyata berupa ni’mah (keadaan baik) bagi yang lain.

“Untuk mengukur keadaan yang baik ini. Kami gunakan maqoshid syariah (tujuan syariah) dalam ilmu ushul fiqh. Yaitu: menjaga harta benda, menjaga kehidupan, menjaga akal, menjaga agama, menjaga keturunan dan menjaga lingkungan,” jelas Rois.

Dari 6 prinsip tujuan syariah itu diringkas menjadi tiga komponen utama yang menjadi definisi kerja tim IKI. Yaitu: kota yang aman, sejahtera dan bahagia. Dalam penyusunannya IKI menggunakan komposisi data obyektif (secondary data) dan data persepsi/subjektif (primer data).

Data obyektif terdiri dari berbagai dokumen resmi dan terpublikasi seperti data statistik di BPS, BPS Daerah, Bappenas, APBN, RPJMD, catatan-catatan kegiatan dan sebagainya. Sedangkan untuk data subyektif akan diperoleh lewat narasumber yang dipilih melalui kreteria ketat yang berkenaan dengan keahlian maupun informasi yang luas terkait indikator yang diukur.

“Setelah data kami terima, lalu akan diproses dengan menggunakan pembobotan nilai untuk selanjutnya disusun ke dalam indeks. Untuk proses penyusunannya, akan dilakukan selama 5 bulan ke depan dan IKI akan dirilis pada Januari 2016,” jelas Rais. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved