Business Research zkumparan

Mentalitas Teknologi Gen Z Indonesia Akan Merombak Tatanan Tenaga Kerja

Mentalitas Teknologi Gen Z Indonesia Akan Merombak Tatanan Tenaga Kerja
Catherine Liang, Managing Director Dell EMC Indonesia memaparkan hasil riset mengenai Gen Z di Indonesia

Sebuah riset dari Dell EMC Indonesia mengungkapkan bahwa generasi Z (Gen Z, yakni mereka yang lahir di atas tahun 1995) akan (sebagian telah) memasuki dunia kerja dengan mentalitas “teknologi pertama”. Artinya generasi ini selalu mengedepankan dan bergantung dengan teknologi.

Hal ini akan mendorong dunia bisnis masuk lebih dalam ke era digital, sekaligus berpotensi meperbesar kesenjangan antara lima generasi tenaga kerja. Menurut penilitian yang bertajuk “Gen Z : Masa Depan Telah Tiba” ini, generasi setelah milenial memiliki pemahaman mendalam dan universal tentang teknologi dan potensinya untuk mengubah cara bekerja dan hidup.

Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan Gen Z Indonesia memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi akan ketrampilan teknologi mereka dibandingkan rekan-rekan mereka di Asia Tenggara dan global (Indonesia : 69%, SEA : 62% dan global : 52%) dan optimis bahwa mereka memiliki ketrampilan teknologi yang dibutuhkan perusahaan.

“Walaupun setiap perusahaan membangun petjalanan transformasi digitalnya berbeda-beda, tetapi hasil survei ini mengungkapkan bahwa Gen Z Indonesia siap menjadi bagian dari-dan membantu mengarahkan transformasi tersebut,” jelas Catherine Lan, Managing Director Dell EMC Indonesia.

Hal tersebut tentunya merupakan fakta positif, tapi juga mencipakan tantangan bagi perusahaan karena mereka harus punya strategi dan teknologi yang tepat untuk mengundang calon karyawan. Sementara, di saat yang sama juga harus menemukan landasan prinsip yang sama-sama bisa diterima oleh multi-generasi karyawan di tem[at kerja.

Studi ini dilakukan dengan mewawancarai 723 pelajar sekolah menengah dan perguruan tinggi di Indonesia, sementara untu studi di global dilakukan dengan mewawancarai 12 ribu pelajar sekolah menengah dan perguruan tinggi di 17 negara. Sebanyak 4.331 pelajar dari enam negara Asia Tenggara—yaitu Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Singapura dan Malaysia—juga berpartisipasi dalam riset ini.

Menurut studi ini, generasi muda Indonesia berada di peringkat tertinggi dalam sejumlah kategori penelitian ini : pertama, ada 94% generasi muda Indonesia mengatakan ingin bekerja menggunakan teknolohi tercanggih, sedangkan di Asia tenggara hanya 90% dan di global hanya 80%.

Kedua, 76% Gen Z Indonesia bersedia menjadi mentor teknologi bagi rekan-rekan kerja mereka, sedikit lebih rendah dari Asia tenggara (83%) dan global (77%). Lalu yang ketiga, Gen Z Indonesia sebanyak 99% menyatakan melek teknologi sangatlah penting sebagai bekal masa depan, sama halnya dengan Gen Z di Asia Tenggara dan global (97%). Terakhir 99% generasi ini juga mengaku telah menggunakan teknologi sebagai bagian dari pendidikan formal mereka.

Riset Gen Z ini juga mengungkapkan bahwa 68% generasi muda Indonesia menilai pendidikan mereka “baik” atau “sangat baik” dalam mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja.

Hasil studi ini menunjukkan Gen Z Indonesia memiliki mentalitas ‘teknologi pertama’, tetapi mereka juga mencari sesuatu yang lebih dari sekedar uang dari pekerjaan mereka.

Mereka (85%) percaya teknologi dan otomatisasi akan menciptkan lingkungan kerja yang lebih adil dengan mencegah bias dan diskriminasi. Kemudian sebanyak 60% menginginkan pekerjaan yang memungkinkan mereka terlibat dalam pengembangan teknologi (R&D). Sebesae 47% percaya pekerjaan mereka memiliki arti dan tujuan yang lebih dari sekedar menerima gaji dan 41% percaya pekerjaan mereka harus bisa memberi mereka ketrampilan dan pengalaman baru di tempat kerja.

Hal menarik lainnya yang terungkap dari peneilitain ini meski sebagai generasi yang sangat mengedepankan dan banyak bergantung dengan teknologi, tetapi mereka masih menghargai elemen manusia. Gen Z Indonesia mengatakan komunikasi dan kolaborasi antar pribadi sangatlah penting bagi mereka, 79% berharap mereka bisa belajar tentang pekerjaan mereka dari rekan kerja atau orang lain—bukan belajar secara online (video atau aplikasi belajar).

Sebanyak 57% dari mereka juga menyatakan komunikasi langsung adalah metode komunikasi yang mereka inginkan dengan rekan kerjanya, sementara komunikasi via pesan singkat merupakan pilihan terakhir. Mereka (84%) juga menyatakan media sosial memiliki manfaat yang relevan dengan pekerjaan dan 43% ingin bekerja di perusahaan besar dibandingkan perusahaan kecil, dan 24% lebih memilih keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadimereka dari pada mengejar karir yang agresif.

Sementara itu, saat ini dalam sebuah perusahaan yang sudah berdiri lama (di atas 50 tahun) kemungkinan besar ada lima generasi pekerja di dalam organisasinya. Termasuk di dalamnya adalah GenZ. Maka tidak dipungkiri ada kesenjangan teknologi antar generasi, terutama generasi pertama dan yang generasi kelima yakni Gen Z.

“Saat tiba waktunya menyambut kehadiran Gen Z di tempat kerja, perusahaan harus bisa menghadapi tantangan menciptakan lingkungan ‘digital pertama’ –mulai dari proses rekrutmen, orientasi hingga pengalaman kerja sehari hari,” jelas Catherine.

Maka program bimbingan”terbalik” yang dipimpin Gen Z dapat menjadi solusi. Artinya gen Z menjadi mentor teknologi bagi generasi lama, sehingga membantu mereka meningkatkan kompetensii teknis di seluruh perusahaan.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved