Business Research Trends

Penyelenggara Fixed Broadband Dipacu Lebih Prima Layani Pelanggan

General Manager Enciety Business Consult, Don Rozano mengungkapkan, IndiHome lebih baik dalam mean time to repair (MTTR) atau waktu rata-rata yang digunakan untuk proses repair (perbaikan) gangguan yakni 1.5 hari. Ini merupakan hasil survei pelanggan didukung mudahnya untuk menghubungi Indihome dengan media yang bervariasi dari media sosial, Phone In 147 sampai Plasa Telkom yang menyebar di setiap wilayah.

“Menilik hasil riset tersebut kami bisa katakan IndiHome adalah provider yang memberikan koneksi yang stabil kepada pelanggan. Provider lain angka MTTR nya bisa lebih dari 2 hari, bahkan ada yang mencapai 7 hari,” ungkapnya.

Dari riset yang dilakukan secara kualitatif oleh konsultan bisnis terhadap pelanggan residensial dari operator Fixed Broadband di Indonesia di wilayah Jakarta, Bekasi, dan Surabaya, ditemukan MTR untuk IndiHome 2 hari, First Media (7 hari), Biznet Home (3 hari), MyRepublic (4 hari), dan MNCPlay (2 hari).

Menurutnya, kondisi pandemi telah mengubah gaya hidup masyarakat harus menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan. Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19 yang dilakukan BPS menyatakan ada kurang lebih 73,85\% pekerja melakukan Work From Home (WFH) baik sejak awal pertama ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga saat ini.

“Semua penyedia jasa internet dipacu untuk memberikan pelayanan prima pada seluruh pelanggannya. Hal yang penting banyak dituntut oleh pelanggan adalah tentang kualitas koneksi dan kecepatan internet serta yang tidak kalah penting adalah tuntutan pelanggan terkait penanganan gangguan,” jelasnya.

Diingatkannya, mempertahankan pelanggan loyal merupakan kunci sukses bisnis. Biaya dan usaha mendapatkan pelanggan baru bisa lima hingga tujuh kali lipat dibanding mempertahankan pelanggan lama. Program loyalitas selalu dibuat makin inovatif agar pelanggan tetap betah (stay) dan merekomendasikan (promoters).

Kompetisi yang makin tinggi, perubahan model bisnis dari konvensional ke digital, industri 4.0 dan kondisi ekonomi global membuat perusahaan harus makin smart, efisien, dan memiliki kemampuan menakar loyalitas pelanggan. Memastikan pelanggan berpindah kuadran atau melompat dari level shopper yang hubungan bisnis hanya berupa transaksional semata menjadi partner yang ikut tumbuh seiring dengan perkembangan perusahaan serta menjadi advocate dan promoters yang baik, merupakan hal yang penting. Apalagi mampu menjadikannya sebagai pelanggan utama dengan positive Net Promoter Score (NPS) dan high revenue.

Riset Enciety Business Consult 2019, tentang lifestyle research menyatakan, generasi digital native memiliki probabilitas untuk akses pada layanan digital dua kali lipat dibandingkan dengan digital immigrant dan empat kali lipat dengan generasi analog.

Generasi digital native sangat mudah untuk memberikan penilaian, merekomendasikan, dan sebaliknya pula, segmen ini juga tidak segan memberikan negative NPS tatkala menemui layanan buruk. Digital native sangat sadar, customer experience pada perjalanan mereka memutuskan pembelian atau menggunakan kembali sebuah produk (journey) merupakah hal penting sehingga sikap dan perilaku mereka saat merasakan sebuah layanan menjadi sangat mudah diceritakan ke orang lain.

“Dengan memahami komposisi segmen pelanggan kita, serta memiliki alat ukur yang tepat dalam loyalitas pelanggan, di tengah serbuan produk kompetitor, maka perusahaan harus terus membangun platform yang mengintegrasikan antara database pelanggan dengan hasil pengukuran loyalitas pelanggan. Tujuannya agar perusahaan mampu memprediksi secara tepat besaran Customer Lifetime Value. Karena bukan harga yang jadi ukuran bagi pelanggan, tapi value,” tegasnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved