Business Research

Survei PwC: Pertumbuhan Sektor Perbankan Tahun 2015 Positif

Survei PwC: Pertumbuhan Sektor Perbankan Tahun 2015 Positif

Para pelaku sektor perbankan di Indoneisa melihat gambaran positif ketika mereka ditanya tentang daya tarik iklim usaha, dengan memperhatikan beberapa tantangan signifikan yang harus diatasi. Menurut mereka, di antara tantangan-tantangan yang utama adalah pertama, perlunya mengurangi cost of fund. Kedua, perlunya mengembangkan sumber pendapatan baru seiring melambatnya permintaan produk pinjaman. Ketiga, mengatur pengelolaan manajemen risiko serta kerangka kerja kepatuhan terhadap peraturan yang semakin kompleks. Hal-hal tersebut adalah beberapa hasil yang muncul dari Survei Perbankan Indonesia tahun 2015 yang dilansir oleh PricewaterhouseCoopers (PwC).

foto PwC

Menurut Financial Services Partner PwC, Yusuf Wibisana, para bankir masih mengantisipasi kenaikan BI rate. “Mayoritas mereka memprediksi BI rate akan naik sekitar 25-30 basis point, ini artinya mereka masih merasa bahwa exchange rate, kemudian inflasi yang dibarengi dengan kenaikan suku bunga ini adalah kondisi yang mengancam, sehingga mereka harus berhati-hati melangkah,” jelas Yusuf.

Jika dilihat menurut kelompok asal bank, maka kekhawatirannya menjadi berbeda-beda untuk menghadapi tantangan tahun 2015. Kelompok bank lokal, memandang tekanan margin sebagai tantangan nomor satu sementara bagi bank asing, kekhawatiran utama mereka yaitu peraturan yang semakin kompleks dan menuntut – baik nasional maupun internasional. Di kalangan bank asing, juga terdapat kekhawatiran seputar ketidakpastian iklim opersional terkait ketentuan data TI onshoring dan ketentuan perbankan.

Lebih lanjut, Yusuf menjelaskan bahwa sekitar 50% dari bankir yang menjadi responden survei PwC ini sudah mempersiapkan diri mennghadapi meningkatnya net performing loan (NPL) tahun 2015, sementara responden lainnya tidak memperkirakan adanya peningkatan. Perkiraan ini memicu bank untuk mengembangkan lebih banyak jasa berbasis fee sebagai upaya untuk menggantikan pertumbuhan dan kualitas pinjaman yang terus menurun, dimana 72 % responden menguraikan bahwa fokus mereka selama setahun kedepan ditekankan pada penghasilan dari sumber-sumber seperti pembiayaan transaksi perdagangan, pengiriman dana dan produk asuransi perbankan.

Mengacu pada hsil survei tersebut, Yusuf berharap tahun 2015 ini masih akan ada pertumbuhan kredit. “Untuk semester II tahun 2015 ini saya berharap pertumbuhan kredit sekitar 15 %,” ujarnya. Harapan tersebut, menurut Yusuf bisa tercapai jika di dukung oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemerintah harus bisa memeberikan kepastian ekonomi dengan regulasi yang lebih jelas, dengan demikian bank lebih punya keyakinan untuk menggelontorkan dana pinjaman. Kedua, kebijakan klasik yakni government spending yang bisa menstimulasi ekonomi di kuartal kedua dan ketiga 2015 ini.

“Misalnya seperti proyek infrastruktur dan maritim yang di unggulkan oleh Presiden Jokowi, itu kan masih dalam konsep besaran umum. Nanti yang lebih jelas kan akan ada regulasi, untuk sea port itu adalah apa saja untuk proyeknya. Kemudian, untuk sea highway, itu mungkin akan diperjelas ruasnya mana saja yang akan dicoba duluan, seperti itu. Kemudian industri perikanan, itu juga harus di breakdown, apa saja yang akan dilakukan. Jadi tidak hanya besaran-besarannya saja tapi nanti akan ada angka riilnya” jelas Yusuf.

Meskipun 60 % bank yang berpartisipasi dalam survei PwC ini telah merambah pembiayaan infrastruktur, porsi relatif pembiayaan tersebut diperkirakan berjumlah kurang dari 10 % keseluruhan portofolio penyaluran pinjaman. Hal ini diproyeksikan akan berubah pada tahun 2015, dengan sub sektor transportasi dan energi sebagai fokus utama. Terlebih, doktrin, Presiden Jokowi yang berorientasi pada poros maritim, hal ini telah menyita perhatian bank BUMN, dengan fokus khususnya kepada program “Tol Laut”. Para bankir dari bank BUMN juga mengisyaratkan ketertarikan mereka terhadap pembiayaan pembangunan pelabuhan laut dan mendukung indutri perikanan.

Namun, peluang untuk memperluas penyaluran kredit khusus ke sektor infrastruktur juga memiliki tantangan tersendiri. Sebanyak 62 % responden (para bankir) menyebutkan kompleksitas proyek sebagai tantangan utama, dengan kekhawatiran mengenai pembebasan ahan yang juga besar (46%). karena sengketa lahan, bisa menghambat proyek. Sementara itu, dari bidang consumer banking, sebagian besar (56 %) bank menyakini bahwa kredit perumahan masih menjadi penggerak utama, meski belakangan ini terdapat sejumlah langka pemerintah untuk menahan ledakan properti. Hal yang sangat menarik adalah ketika disinggung mengenai strategi untuk mempertahankan nasabah retail, para responden (bank) menjawab bahwa harga produk bukan nomor satu melainkan nomor tiga, diatasnya adalah layanan cabang (41 %) dan jasa yang bersifat personal (45 %). (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved