Business Research Management

Strategi Bio Farma Percepat Hirilisasi Produk Life Science

Strategi Bio Farma Percepat Hirilisasi Produk Life Science

Riset life science yang bersifat inovatif dan implementatif di Indonesia masih memiliki banyak tantangan. Percepatan hirilisasi produk life science (produk yang dihasilkan dari organisme hidup melalui proses bioteknologi) memerlukan dukungan berupa sinergi dari para stakeholder antara pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas. Lalu, apa saja faktor yang mempercepat hirilisasi produk yang dihasilkan dari organisme hidup melalui proses bioteknologi ini? Adanya kebijakan, regulasi, dan pendanaan juga menjadi 3 hal yang penting.

biofarma

“Produk life science nasional akan mendorong tersedianya Biofarmasetikal yang terjangkau oleh seluruh masyarakat. Juga mendukung tujuan ke-3 SDG (Sustainable Development Goals) yaitu menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur,” ungkap Iskandar, Direktur Utama Bio Farma.

Untuk menghimpun sinergi tersebut, tahun ini Bio Farma membentuk FRLN (Forum Riset Life Science). Ini sebagai bentuk dukungan terhadap Inpres Nomor 6 Tahun 2016, yaitu pemerintah mendorong pengembangan biofarmasetikal, termasuk penguasaan teknologi dan inovasi di bidang farmasi dan alat kesehatan.

Adanya FRLN disambut positif oleh pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Fokus kami adalah bagaimana penelitian menjadi produk yang bisa ditangkap oleh industri untuk kemudian dipasarkan. Untuk vaksin produksi dalam negeri ini perhitungannya akan ada 5-6 tahun lagi karena harus melalui serangkaian uji coba,” kata Siswanto, Kepala Badan Bidang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Pada FRLN tahun ini, Kemenkes mendapat antigen klon TB dari Konsorsium Tuberculosis yang selanjutnya diserahkan kepasa Bio Farma untuk pengembangan skala industri. Konsorsium riset ini terdiri dari beberapa institusi, yaitu Bio Farma, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Brawijaya, Univeristas Mataram, Universitas Jember, Unika Atma Jaya dan RS Rotinsulu.

Menurut Muhammad Dimyati, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Ristekdikti, pembuatan vaksin di Indonesia menjadi keharusan. Jika tidak akan semakin jadi “mainan” negara besar. “Pemerintah upayakan regulasi agar forum ini bisa berjalan baik sehingga seluruh kemampuan peneliti bisa ditingkatkan. Selain itu kami fasilitasi upaya riset melalui dukungan pendanaan termasuk dukungan lain agar peneliti bisa manfaatkan peralatan laboratorium,” katanya ketika ditemui dalam acara FRLN 2016.

Iskandar menambahkan , pihaknya menjamin harga vaksin akan lebih murah dibanding vaksin impor. Minimal mengikuti standar WHO yang harus kami kejar sehingga bisa menjual ke luar negeri. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved