Business Research

Survei: Pemimpin Usaha Tak Khawatir Hadapi MEA

Survei: Pemimpin Usaha Tak Khawatir Hadapi MEA

Mayoritas pelaku usaha optipmitis menghadapi era perdagangan terbuka di Asia Tenggara (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA) karena mereka menyakini Indonesia sudah siap menghadapi era ini, menurut survei Deka Research. Pengusaha juga menyakini perekonomian kreatif akan melejit dan penetrasi produk-produk Indonesia akan menembus pasar di negara-negara Asia Tenggara.

Hal itu terlihat dari hasil survei Deka Research bersama Majalah SWA yang mewawancarai 101 pengusaha dalam survei bertajuk Prediksi Bisnis Tahun 2016. Survei tersebut mewawancarai pandangan CEO perusahaan mengenai target bisnis dan persaingannya di tahun ini. Survei dilaksanakan pada 9 Oktober sampai 13 November 2015. Sebanyak 101 responden terdiri dari direktur utama, direktur pengembangan bisnis/perencanaan strategis. Lokasi survei berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Berdasarkan sektor industrinya, responden mewakili industri transportasi, logistik, dan shipping sebanyak 18 orang, manufaktur (17), perbankan (14) , dan properti (9). Sektor lainnya, minyak, gas dan mineral, ritel, e-commerce, konsultan, telekomunikasi, konstruksi, teknlogi informasi, kesehatan & farmasi, dan lainnya. Jumlah responden di tiap sektor itu bervariasi antara 2 hingga 7 orang. Adapun penggolongan perusahaan berdasarkan omzet terdiri dari perusahaan beromzet Rp 100-250 miliar/tahun yang jumlahnya mencapai 44% dari jumlah total responden. Lalu perusahaan beromzet Rp 1 triliun (29%), omzet Rp 500 miliar-Rp 1 triliun (17%), dan beromzet Rp 250-Rp 500 miliar (11%).

Nah, dari hasil survei itu, mayoritas pelaku bisnis menyakini MEA akan membuka kesempatan bagi produk-produk Indonesia untuk masuk ke pasar Asia Tenggara. Jumlah responden yang menyakini hal tersebut sebanyak 77 pengusaha. Sedangkan, jumlah pengusaha yang menilai MEA akan membuka kesempatan tenaga kerja terlatih Indonesia untuk berkarya dan berkarier di kawasan Asia Tenggara sebanyak 72 orang, membuka peluang ekonomi kreatif (68), dan berdampak positif kepada industri atau bisnis perusahaannya sebanyak 57 pengusaha.

Sedangkan untuk ketenagakerjaan, pengusaha yang menyakini kemampuan tenaga kerja Indonesia telah memadai untuk bersaing dengan tenaga kerja dari negara ASEAN hanya 43 orang. Jumlah itu tergolong rendah dibandingkan kenyakinan pengusaha yang telah disebutkan di atas. Begitupula dengan kenyakinan pelaku usaha terhadap daya saing produk dalam negeri bersaing dengan produk dari negara ASEAN dan penerapan MEA akan meningkatkan angka pengangguran dalam negeri itu masing-masing berjumlah 35 responden. Selanjutnya, kenyakinan pebisnis mengenai kesiapan pasar Indonesia menghadapi MEA hanya 25 orang.

Presiden Joko Widodo membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Senin (4/1/2015). Joko Widodo menginginkan semua pihak meningkatkan daya saing dalam menghadapi MEA. (Foto : Dok BEI).

Presiden Joko Widodo membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Senin (4/1/2015). Joko Widodo menginginkan semua pihak meningkatkan daya saing dalam menghadapi MEA. (Foto : Dok BEI).

Presiden Joko Widodo optimistis perekonomian Indonesia di tahun ini akan lebih baik dan meminta seluruh pelaku ekonomi dan pelaku industri pasar modal menatap positif tahun 2016. Joko Widodo juga mengingatkan seluruh pihak mempersiapkan diri agar dapat bersaing dengan negara lainnya di MEA Demi meningkatkan daya saing ekonomi domestik, Presiden mengatakan akan terus mengeluarkan serangkaian paket kebijakan ekonomi. Presiden juga mengajak seluruh perusahaan baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM) maupun skala besar, untuk melakukan revaluasi aset demi meningkatkan kekuatan ekonomi domestik. “Tidak perlu ragu, jika sudah dikeluarkan (kebijakan sudah diterbitkan), artinya pemerintah dan Presiden memberikan jaminan,” jelas Joko Widodo.

Menurut Joko Widodo, pemerintah di tahun lalu telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan di awal tahun 2015. Presiden memaparkan berbagai keberhasilan yang telah dicapai oleh Pemerintah seperti Total Pendapatan Negara yang mencapai 84,7% dari target yang ditetapkan di awal tahun atau Rp 1.491 triliun dengan rincian penerimaan pajak sebesar 83% atau Rp 1.235,8 triliun, penerimaan non pajak 93,8% atau Rp 252,4 triliun, dan penerimaan hibah yang mencapai Rp 63 triliun.

Selain itu, capaian Pemerintah lainnya di sepanjang tahun lalu adalah angka serapan Belanja Negara yang mencapai 91,2% atau mencapai Rp 1.810 triliun dengan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp10,8 triliun. “Penerimaan itu bukan sesuatu yang kecil dan di tengah perlambatan ekonomi saat ini,” tegas Jokowi saat meresmikan Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2016, di Gedung BEI, Senin (4/1/2015).

Sebelumnya, Herliza, Direktur Perlindungan Perdagangan Jasa, Kementerian Perdagangan, mengatakan pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 1 Januari 2016 akan menandakan era liberalisasi barang, jasa dan tenaga kerja. Dia menggarisbawahi liberalisasi tenaga kerja terbatas pada tenaga kerja profesional yang terampil. “Akan ada self certificate untuk tenaga kerja profesional di MEA,” ucap Herliza kepada SWAonline beberapa waktu lalu di Jakarta. Tenaga profesional diwajibkan patuh kepada regulasi nasional dari suatu negara yang menjadi anggota MEA.

Menurut Herliza, berdasarkan mutual recognition agreement, sebanyak delapan profesi yang disepakati dalam kerangka liberalisasi tenaga kerja itu adalah akuntan, tenaga medis, dokter gigi, perawat, surveyor, arsitek, insiyur, dan pramuwisata. “Ke depan, tantangannya adalah untuk low level skill yang harus disertfikiasi. Saat ini, aturannya sedang disusun Kementerian Tenaga Kerja,” ucapnya. Di sisi lain, Indonesia masih memproteksi beberapa jenis tenaga kerja bagi asing sesuai komitmen yang diberikan oleh masing-masing kementerian.

Peluang liberalisasi tenaga kerja adalah mendorong perpindahan tenaga kerja terampil yang lebih bebas pada sektor tenaga kerja yang disepakati, peluang untuk bekerja di negara ASEAN lainnya, mendorong kualifikasi profesi, meningkatkan kompetensi tenaga kerja dan mencimpatakan iklim kompetisi yang sehat. Untuk itu diperlukan pembentukan lembaga sertifikasi profesi untuk seluruh sektor jasa yang diakui ASEAN dan global.

Berbagai upaya lainnya dilakukan pemerintah untuk mengatasi arus tenaga kerja asing ke Indonesia. Kementerian Perindustrian (Kemenperin), melatih tenaga kerja dan memberikan beasiswa di sekolah-sekolah binaan Kemenperin. Haris Munandar, Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Industri Kemenperin, mengungkapkan, prinsipnya proteksi tenaga kerja diamanatkan undaang-undang. Untuk melindungi tenaga kerja di dalam negeri Kemenperin telah memberi pendidikan lebih dari ribuan lulusan SMA dan SMK.

Sejumlah akademi yang menjadi binaan Kemenperin menjadi pusat pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Sebut saja, Akademi Teknik Kulit Yogyakarta, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung atau Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta. Politeknik ini menempa ketrampilan kerja lulusan SMA dan SMK menjadi tenaga profesional di bidangnya masing-masing. Para lulusannya dibekali kemampuan teknis untuk meningkatkan daya saingnya dan bisa memenuhi kebutuhan industri.“Kemenperin mendidik tenaga terampil untuk disalurkan memenuhi kebutuhan industri, seperti tekstil, atau sepatu,” kata Haris. Para alumninya yang lulus dari pendidikan di tiap sektor industri itu akan dibekali Sertifikat Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Haris menambahkan pihaknya hingga tahun 2015 ini pihaknya sudah mendidik lebih dari 3 ribu tenaga terampil di industri tekstil. “Sedangkan pendidikan di industri kimia, jumlahnya 400 orang,” kata Haris. Dia menjelaskan Kemenperin sangat aktif menyiapkan tenaga kerja terampil untuk menghadapi era perdagangan bebas. “Kami ingin menyiapkan era free people labour tahun 2016,” tandasnya. Sebagai contoh, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Kemenperin di Bandung mendidik ribuan tenaga kerja dengan spesifikasi keahlian teknik konstruksi. Mereka dilatih sesuai tingkatan keahliannya, misalnya pendidikan las di B4T diajarkan menjadi tenaga las yang ahli, Malaysia kepincut dengan materi ajar B4T sehingga mereka mengajukan tenaga kerjanya agar diberi pelatihan di balai pelatihan tersebut. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved