Management Trends

Cara BRI Insurance Tingkatkan Inklusivitas Asuransi

Cara BRI Insurance Tingkatkan Inklusivitas Asuransi

Sudah semestinya, keberlangsungan suatu usaha akan dihadapkan dengan berbagai risiko. Meski pertumbuhan ekonomi saat ini memperlihatkan tren positif, namun pelaku usaha tetap akan terpapar oleh berbagai risiko, salah satunya soal perubahan iklim. Dari sisi eksternal, risiko dari sektor lingkungan sangat besar dibanding aspek politik, ekonomi, dan sosial. Setidaknya terdapat lima risiko yang kerap terjadi seperti cuaca ekstrem, diikuti climate action failure, human environmental damage, penyebaran infeksi, dan biodiversity loss.

“Climate change itu perlu kita waspadai. Bahkan kalau melihat data dari BMKG, sudah 2.208 bencana sepanjang tahun 2021 sampai dengan Oktober. Bencana yang paling tinggi itu adalah banjir, kemudian puting beliung. Ini kita memang kurang sadari, hubungannya dengan usaha, ini sangat berdampak pada usaha kecil khususnya yang berada di dalam wilayah banjir,” kata Direktur Utama BRI Insurance Fankar Umran dalam keterangan resmi di Jakarta (25/11/2021).

Fankar menambahkan, dari 65 juta pelaku UMKM, baru sebanyak 10% yang terproteksi asuransi mikro. Proteksi terhadap usaha, menurutnya, penting untuk dimiliki, apalagi ketika bisnis sedang bertumbuh. Kecilnya angka tersebut sangat wajar, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), inklusivitas asuransi masih terbilang kecil hanya berada di angka 13%, angka tersebut masih jauh dengan presentase inklusi keuangan yang sudah mencapai 76%.

“Penetrasi yang paling memungkinkan adalah kombinasi digital dan konvensional (hybrid model) untuk daya jangkau segmentasi yang lebih luas,” kata dia menambahkan. Ada 4 model yang bisa dilakukan secara masif. Pertama melalui skema direct to customer (D2C) yakni dengan membuat aplikasi untuk kalangan digital native.

Kedua, business to business (B2B). Model ini merupakan kerja sama dengan institusi yang memiliki kanal supplychain memadai dengan UMKM, termasuk kerja sama melalui API untuk proses bisnis yang lebih efektif. Ketiga adalah model B2B2C atau business to business to customers. “Ketika model pertama dan kedua berjalan tapi belum maksimal, model ini memungkinkan menjangkau melalui kanal digital dan diteruskan dengan cara konvensional melalui kehadiran agen,” ujarnya.

Keempat, memperbaiki proses bisnis masing-masing perusahaan asuransi umum supaya tidak tersendat ketika model yang sudah ada diterapkan. “Asuransi umum benteng pertahanan pelaku usaha menuju ketahanan ekonomi nasional. Maka asuransi umum harus terus meningkatkan kolaborasi untuk meningkatkan ketahanan nasional,” ucap Fankar.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved