Trends

Cara Xurya Daya Indonesia Besarkan Industri Panel Surya

Eka Himawan, founder PT Xurya Daya Indonesia (XDI).
Eka Himawan, founder PT Xurya Daya Indonesia (XDI).

Sebagai negeri tropis yang dilewati garis khatulistiwa, mayoritas wilayah Indonesia berlimpah sinar matahari. Sorot matahari di negeri ini juga lebih kuat dibandingkan di negara-negara Eropa dan Amerika, juga China dan Jepang. Potensi alam inilah yang ditangkap Eka Himawan dan koleganya, dengan mendirikan PT Xurya Daya Indonesia (XDI), yang bergerak di bidang panel surya (solar panel), pada 2018.

Yang ikut memicu minat Eka menggeluti bidang ini, ketika bekerja di bidang investasi, ia banyak membantu perusahaan klien berinvestasi saham di bidang energi baru dan terbarukan (EBT), termasuk panel surya. Pria yang pernah tinggal di Amerika Serikat ini menyadari potensi besar negerinya yang cukup kaya dengan sinar surya.

Sebelum menggarap bisnis panel surya, lulusan Jurusan Electrical Engineering, Universitas Purdue, AS, 2007 ini memang lebih banyak berkecimpung di bidang keuangan. Ia mengawali karier profesional di Independence Capital Asset Partners (2007-2010). Kembali ke Indonesia pada 2010, ia bergabung dengan Barclays Capital, dengan tugas membantu klien dari kalangan perusahaan energi, seperti PLN dan Pertamina. “Karena itu, saya mengerti bidang ini dari sisi teknologi maupun investasinya,” ujar Eka.

Namun, minatnya menggarap bisnis energi ini tidak seketika terwujud. Saat itu, pada 2012, ia tertarik diajak kawannya mendirikan perusahaan rintisan (startup) e-commerce bernama Bilna. Selama hamper tujuh tahun, Eka sebagai co-founder ikut membesarkan perusahaan e-commerce di bidang perlengkapan kebutuhan bayi ini, sampai kemudian dijual ke Grup Sinarmas pada 2018.

“Lalu, saya memutuskan untuk menekuni bisnis tenaga surya, dengan mendirikan XDI,” ujar Eka. Mulanya, ia mendirikan XDI bersama Edwin Widjonarko (sebagai co-founder awal). Dalam perjalanan, bergabung dua nama lain, Philip Effendy dan Adhi, sehingga perusahaan ini diperkuat empat co-founder. Eka didapuk sebagai Direktur Pengelola XDI.

Bisnis XDI pada dasarnya adalah sebagai platform yang memberikan nilai tambah bagi pemilik atap dan kontraktor EPC (engineering, procurement, and construction). Mulai dari melakukan studi kelayakan investasi, memberikan akses green-financing murah untuk beralih ke tenaga surya, sampai menyediakan sumber atau pemasok peralatan dan manajemen konstruksi atau perizinan.

Produk yang ditawarkan XDI yaitu panel surya itu sendiri, dengan menyasar kalangan perusahaan (B2B) pemilik atap (roof owner). Pasalnya, perusahaan yang memiliki gedung, mal, dan hotel pasti tagihan listriknya besar sekali. Jika mengoperasikan panel surya, mereka bisa melakukan penghematan (energy saving).

Namun, berbeda dengan pemain panel surya lainnya yang hanya menyediakan layanan jual-beli tunai, XDI menawarkan opsi lain. Opsi ini ditawarkan mengingat investasi di panel surya memang tidak murah. “Jadi, banyak yang berpikir dua kali ketika mau investasi di panel surya,” ujarnya.

Selain pola beli tunai, XDI menawarkan opsi Xurya Flexi dan Xurya Lease. Dalam pola Xurya Flexi, selain hal-hal yang bisa dinikmati pada pola beli tunai, konsumen bisa membayar uang muka secara fleksibel.

Yang menarik, pada pola Xurya Lease, konsumen sama sekali tidak perlu mengeluarkan biaya di depan. Pola ini seperti halnya mekanisme profit-sharing. Untuk Xurya Lease, masa kontraknya mulai dari 15 hingga 30 tahun, tetapî rata-rata dalam 25 tahun. Sejauh ini, 95% pelanggan XDI memilih opsi Xurya Lease, dan sisanya menggunakan opsi Xurya Flexi.

Kendala utamanya, menurut Eka, adalah meyakinkan pelanggan. Terutama dari aspek mahalnya investasi panel surya serta aspek teknis dari penggunaan panel surya dan kemanfaatannya. Misalnya, sering muncul pertanyaan “bagaimana produksi listrik panel surya ketika hari hujan”.

Pelanggan pertama XDI adalah Plaza Indonesia Group. Namun, Eka mengungkapkan, tidak mudah menggaetnya, karena sempat ada penolakan. Beruntung, anak sang pemilik rupanya senang dengan inovasi dan teknologi baru, sehingga ikut membantu memuluskannya. “Butuh waktu sembilan bulan untuk kami bisa meyakinkan mereka mau pasang,” ungkap Eka seraya tersenyum.

Ukuran atap minimum yang bisa dilayani XDI seluas 2.000 m2 atau kira-kira setara dengan 200 kilowatt. Untuk skala ratusan hingga ribuan kilowatt ini, nilai investasi yang harus dikeluarkan mencapai Rp 10 juta-12 juta per kwp (kilowattpeak), dengan perkiraan balik modal 7-8 tahun.

Hingga September 2020, Eka menyebutkan, lebih dari 20 perusahaan menjadi klien XDI. Mereka dari berbagai macam bisnis, seperti pabrik, mal, cold storage, gudang penyimpanan, hotel, gedung perkantoran, hingga kawasan industri. Bukan hanya dari Jabodetabek, tetapi juga Surabaya dan sekitarnya, Palembang, serta Makassar. Namun, ia enggan mengungkap total kapasitas terpasangnya.

Meskipun merupakan startup nonteknologi, kehadiran XDI mampu mengundang kalangan pemodal ventura untuk mendanai. Pada September 2020, XDI mengumumkan telah memperoleh pendanaan dari Clime Capital melalui inisiatif The Southeast Asia Clean Energy Facility (SEACEF). Pendanaan ini merupakan yang kedua, karena pada akhir 2018 XDI sudah mendapatkan pendanaan dari East Ventures dan Agaeti Ventures. “Dengan background saya yang pernah bekerja di investment, saya lumayan banyak kenal dengan venture capital,” ungkap Eka.

Terkait prospek, Eka menyebutkan, industri panel surya di Indonesia masih sangat kecil. Sebagai perbandingan, di Thailand sudah terpasang panel surya berkapasitas 5 gigawatt, di Filipina 2 gigawatt, dan Vietnam 2 gigawatt, sedangkan Indonesia baru 100-150 megawatt. “Dalam dua tahun kami berdiri, kami bisa berkontribusi hampir 10% dari total kapasitas terpasang PLTS atap saat ini,” katanya. Ia menambahkan, dibandingkan tahun lalu, pencapaian penjualan XDI meningkat sembilan kali lipat.

Eka mengungkapkan, ke depan, pemerintah telah menargetkan bisa mencapai kapasitas terpasang panel surya 1 gigawatt pada 2022 dan 5 gigawatt pada 2025. “Target kami sendiri bisa menjaga pertumbuhan dan bisa berkontribusi minimal 10% dari target pemerintah,” katanya. (*)

Joko Sugiarsono & Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved