Trends

Dialog B20-G20 ESC TF, Transisi Energi Harus Berkeadilan dan Inklusif

Dialog B20-G20 ESC TF, Transisi Energi Harus Berkeadilan dan Inklusif
Dialog B20 Indonesia Energy, Sustainability and Climate Task Force (ESC TF) di Nusa Dua, 31 Agustus 2022

Ketergantungan dunia pada energi, terutama yang bersumber dari bahan bakar fosil yang menimbulkan pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim. Menurut United States Environmental Protection Agency (EPA), suhu bumi yang naik menyebabkan gelombang panas lebih sering terjadi dan bertahan lebih lama. Gelombang ini dapat menyebabkan bencana dan penyakit, seperti kram dan stroke panas, hingga kematian.

Pada dialog B20 Indonesia Energy, Sustainability and Climate Task Force (ESC TF) di Nusa Dua, Chair of ESC TF, Nicke Widyawati yang juga Presiden Direktur dan CEO PT Pertamina (Persero), mengatakan saat ini task force yang dikomandoinya fokus pada transisi energi berkelanjutan, keamanan energi dan kerja sama global antara negara maju dan berkembang.

Transisi energi, lanjut Nicke, menjadi agenda semua negara dan harus didukung demi tujuan memenuhi target tujuan pembangunan berkelanjutan. “Transisi energi tentunya akan mengubah segala hal yang selama ini sudah mapan, mulai dari penggunaan teknologi berbasis bahan bakar fosil, pasar dan produk keuangan yang harus diarahkan pada green financing, rantai pasok ekonomi dan energi hijau, model bisnis terbaru, tata kelola yang berkelanjutan hingga pertimbangan ekonomi politik negara dan kawasan,” ungkap Nicke.

B20 ESC TF, menurut Nicke, telah merumuskan tiga rekomendasi yang akan dibahas sebagai tema prioritas yakni mempercepat transisi ke penggunaan energi berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, dan kerjasama global untuk meningkatkan aksesibilitas energi.

Melalui Presidensi B20-G20, Indonesia berharap bisa mengajak semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan secara etik serta moral bisa memastikan dunia berhasil memenuhi target pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berkeadilan.

Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani mengapresiasi forum dialog keenam antar B20-G20 demi menuju pertumbuhan yang inklusif dan kolaboratif. Untuk mencapai itu semua, perlu ada transisi yang pastinya penuh tantangan dan tidak mudah, dan B20 ESC TF merekomendasikan sejumlah kebijakan dan tindakan yang harus diambil dalam fase transisi energi ini.

“Selama rentang waktu 2000-2019, biaya sosial dan ekonomi yang dikeluarkan oleh seluruh negara di dunia ini sangat besar terkait emisi gas rumah kaca yang muncul akibat penggunaan bahan bakar fosil. Kita sudah kehilangan ratusan miliar US dolar akibat emisi karbon selama periode itu. Untuk itu, B20 Indonesia mencoba memberikan jalan keluar dan jembatan penghubung untuk menghindari dampak lebih besar dari perubahan iklim yang mengakibatkan bencana global, termasuk soal kolaborasi pembiayaan mitigasi perubahan iklim,” kata Shinta.

B20 Indonesia mendorong enam legacy yang dirancang bukan sebagai one-time initiative, namun sebagai inisiatif yang terus berjalan bahkan setelah berakhirnya Presidensi G20 Indonesia. Dalam transisi energi, ada dua Legacy Programs yang disiapkan, yakni Carbon Center of Excellence dan Global Blended Finance.

“Carbon Center of Excellence akan membantu dan memandu dunia usaha dalam memahami perdagangan karbon melalui hub pengetahuan serta practice sharing center. Sementara Global Blended Finance Alliance merupakan platform organisasi multilateral yang akan membantu dalam persoalan inovasi pembiayaan dalam infrastruktur hijau, keamanan energi, akses dan efisiensi energi, inovasi teknologi bersih demi mencapai SDGs dan mitigasi dampak perubahan iklim,” kata Shinta.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan transisi energi akan memberikan banyak efek positif bagi ekonomi Indonesia dan dunia. Hilirisasi sumber daya alam Indonesia seperti nikel, bisa ikut berkontribusi dalam membangun ekosistem ekonomi hijau, khususnya untuk industri mobil listrik dan panel surya yang membutuhkan nikel sebagai bahan baku baterai serta panelnya.

“Transisi energi akan meringankan beban APBN kita yang selama ini tersedot untuk subsidi energi fosil. Upaya mencapai ambisi Net Zero 2030, Indonesia perlu 220 GW kapasitas panel surya sampai tahun 2050 dan saat ini sudah ada regulasi yang mendukung untuk mencapai transisi energi. Selain itu, sebagai negara berkembang, kita butuh dukungan pendanaan, capacity building dan teknologi untuk mencapai transisi energi yang inklusif dan berkeadilan,” jelas Arsjad. Arsjad mengatakan, pengembangan industri hijau dan transisi energi ini penuh tantangan sehingga hanya bisa tercapai dengan kolaborasi antara publik dan swasta dengan terus menerus menciptakan inovasi dan dukungan regulasi yang baik. KADIN Indonesia sendiri sudah membentuk KADIN Net Zero Hub, platform yang menjadi hub untuk berbagi pengetahuan tentang transisi energi dan membantu sektor bisnis-publik mencapai nol emisi demi pembangunan inklusif dan berkelanjutan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved