Marketing Trends

East Bali Cashews, Ubah Cara Petani Jual Kacang Mete

Sebelum tahun 2012, petani kacang mete di Desa Ban, Kabupaten Karangasem, Bali Timur menjual hasil panennya dalam bentuk mentah. Harganya yang sangat murah, masa panen yang hanya tiga bulan, dan ketiadaan peralatan yang mumpuni untuk mengelola komoditas tersebut menjadi tantangan yang merintangi berkembangnya komoditas ini. Padahal kacang yang diperoleh dari buah jambu monyet tersebut merupakan komoditas ekspor yang seksi. Dikutip dari jurnal ilmiah Listyati dan Sudjarmoko (2011), Indonesia termasuk salah satu produsen mete dunia setelah India, Vietnam, Afrika Barat, Afrika Timur dan Brasil. Tahun 2008, ekspor mete sebanyak 66.990 ton dengan nilai US$ 77 juta.

Tahun 2012, Aaron Fishman, seorang relawan tenaga medis tergerak untuk membantu petani kacang mete agar hasil produksi mereka memiliki nilai tambah dan bisa menjadi primadona di negeri sendiri. Sebelumnya, kacang mete dikumpulkan secara gelondongan, dibungkus dalam karung, dan dijual kepada pengepul. Dari sinilah asal-muasal berdirinya East Bali Cashews (EBC), brand camilan kacang mete berupa popcorn kacang mete, granola, dan granola bites.

Perjalanan EBC terjual di seluruh Indonesia dimulai tahun 2016 dengan adanya national key account dan e-commerce yang menjual produk EBC. Saat ini, EBC telah beredar di supermarket, bahkan diekspor ke 20 negara. “Strategi marketing EBC adalah membuka booth di pameran atau event-event tertentu, sehingga konsumen bisa langsung mendapat penjelasan tentang kacang mete sekaligus menikmati varian rasa,” jelas Marketing Coordinator EBC, Dicky Hartono dalam bincang bisnis yang diselenggarakan oleh Sirclo, (23/4/2020).

EBC saat ini mempekerjakan 1100 karyawan di 15 wilayah kerja. Pabrik utama di Desa Ban adalah satu-satunya pabrik snack processing. Selain itu, EBC akan merintis perusahaan baru di Flores Timur yang akan menjadi supplier bahan baku.

People Operation Officer EBC, Aresty Amalia Andini menyampaikan saat ini EBC mulai mencangkok bibit jambu monyet yang diharapkan bisa menjadi bibit unggul.

“Saat ini, nursery kami memasuki tahun ketiga. BIbit yang kami cangkok berasal dari Vietnam dan Indonesia. Selanjutnya kami mencoba menyemaikan bibit dengan harapan bisa diproduksi banyak,” ujar Aresty dalam kesempatan yang sama.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved