Management Trends Economic Issues zkumparan

APBN 2018 Lebih Ditekankan pada Value for Money

Presiden Joko Widodo pada 6 Desember akan menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2018 kementerian, lembaga dan daerah di Istana Negara.

Menurut Dirjen Anggaran Keuangan RI Askolani, jadwal penyerahan ini bisa dibilang lebih cepat dibanding pemerintahan sebelumnya. Penyerahan DIPA yang tergolong cepat ini penting, artinya kementerian, lembaga dan daerah sudah bisa membelanjakan anggaran mulai Januari. Karena sebelumnya DIPA baru diserahkan pada Januari, sehingga belanja baru terjadi memasuki triwulan ketiga bahkan keempat.

Hal ini disampaikan Askolani pada acara diskusi publik yang diselenggarakan Serikat Perusahaan Pers (SPS) di Financial Club, Jakarta dengan tema: APBN 2018 untuk Siapa? (04/12/2017). Askolani menambahkan sekarang dengan DIPA diserahkan lebih cepat, berarti pemerintah mendukung komitmen percepatan pembangunan. “Sejak 3 tahun lalu ini dijalankan, bahkan proses tender dan pra tender kementerian, lembaga dan daerah bisa mulai Oktober. Pada 1 Januari sudah mulai efektif belanja untuk pembangunan bagi daerah. Ini benar-benar kami efektifkan,” ujarnya.

Walau demikian, pemerintah memang menghadapi tantangan cukup berat pada pelaksanaan APBN 2018, mengingat pada APBN 2017 terjadi defisit 2.1 persen, karena target pajak 2017 tidak tercapai. Maka itu Askolani menegaskan pada APBN 2018, sangat diperhatikan belanja-belanja yang kurang efektif termasuk belanja daerah. “Sekarang belanja APBD berdasarkan output, bukan berdasarkan dokumen Pemda siap belanja. Pola belanja pun mengarah ke yang lebih produktif,” tegasnya.

Ia berpendapat, potensi ekonomi kita belum maksimal tergarap, mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terjaga konsisten di 5 persen di saat negara lain turun, termasuk Cina. Bahkan ia menyebut Indonesia saat ini naik posisinya dalam peringkat Ease of Doing Business dari World Bank dari posisi 91 ke 72. Dan menurut Gallup World Poll tingkat kepercayaan publik pada pemerintah kita berada di posisi pertama, posisi Indonesia bersama Swiss.

“Untuk mendukung pencapaian itu, pada APBN 2018, pemerintah melaksanakan kembali reformasi perpajakan, mengingat ini sumber pendapatan negara. Kami melakukan reformasi birokrasi, sistem bahkan SDMnya. Bagaimana pelayanan pajak lebih mudah dan simpel. Wajib pajak tahu pajak yang dia bayar buat apa atau dijadikan apa, sehingga masyarakat bisa mengawasi pajaknya,” terangnya.

Askolani mengatakan bahwa pada APBN 2018 lebih ditekankan pada value for money. Dalam APBN 2018 yang telah disetujui DPR RI, belanja negara ditetapkan Rp 2.220,7 triliun. Rinciannya, belanja kementerian /lembaga Rp 847,4 triliun dan belanja nonkementerian/lembaga Rp 607 triliun, transfer ke daerah Rp 706,2 triliun, serta dana desa Rp 60 triliun. Sementara itu target pendapatan negara Rp 1.894,7 triliun, sehingga besaran defisit adalah Rp 325,9 triliun. Adapun belanja pemerintah untuk pembangunan nasional difokuskan untuk lima hal. Antara lain kemiskinan dan kesenjangan (Rp 283,7 triliun), infrastuktur (Rp 410, 7 triliun), Sektor Unggulan (Rp 34,8 triliun), Aparatur Negara dan Pelayanan Masyarakat (365,8 triliun), Pertahanan Keamanan dan Demokrasi (Rp 220,8 triliun).

Pada kesempatan yang sama Tri Rismaharini Walikota Surabaya menyampaikan pengalamannya selama ini. “Saya punya pengalaman dulu sebelum menjabat, tidak percaya soal pertumbuhan ekonomi. Karena masa Orba dulu, pertumbuhan ekonomi bagus, tapi kok rakyat tetap banyak yang miskin. Makanya setelah menjabat, yang saya utamakan pokoknya pembangunan harus benar-benar dirasakan rakyat,” kenangnya.

Maka itu dalam pengelolaannya, sebelum tender, menurutnya di Surabaya itu ‘berdarah-darahnya’ justru saat diskusi Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) dari level RT, RW, kelurahan hingga kecamatan soal usulan pembangunan apa tahun depan itu pada Oktober tahun sebelumnya. Di web pemkot ditampilkan hasil Musrenbang, mana yang disetujui dan tidak. “Diaudit BPK dan setelah disetujui semua dikunci, tidak bisa yang mengubah atau melenceng dari anggaran ke depannya,” tegasnya.

Risma boleh berbangga banyak program di Surabaya bisa berjalan dengan baik. Bahkan ia menyebut PDAM Surabaya bisa mandiri, tanpa dibantu pemerintah pusat, bisa menghasilkan deviden Rp 100 miliar dan pendapatan Rp 0,5 triliun. “PDAM Surabaya paling sehat saya jamin sejak saya jadi Walikota tarif PDAM tidak pernah naik, tapi justru malah selalu untung,” katanya.

Menjaga agar pembangunan di Surabaya dirasakan seluruh rakyatnya. Risma tidak ingin di kota ini terlihat pengamen dan pengemis. Untuk itu ia mengalokasikan Rp 0,5 triliun untuk sosial, salah satunya dengan menyiapkan gaji Rp 2,5 juta per bulan bagi pengamen agar menampilkan kemampuannya di taman-taman Surabaya. “Dia tidak boleh lagi minta-minta jasa nyanyinya,” katanya.

Pedagang Kaki Lima atau PKL disediakan sentra PKL, malah dengan dibuat sentra seperti ini, disebut Risma para PKL omsetnya naik dua kali lipat karena bisa berjualan 24 jam. Walau kota, Surabaya ternyata punya petani binaan. Petani di Surabaya bisa menghasilkan 60-80 ton cabai per hari. “Kami juga mengelola petani garam, menyediakan gudang, jadi saat kemarau panen garam yang melimpah disimpan, saat musim hujan baru dikeluarkan. Jadi kami tidak tergantung impor,” tegasnya.

Sepanjang kepemimpinannya 372 taman hadir di Surabaya, sebelumnya hanya 6 taman saja. Tiap RW memiliki lapangan futsal dengan kualitas lapangan dikatakan Risma setara dengan lapangan futsal dengan harga sewa per jam Rp 200 ribu. Juga ia memikirkan pengembangan manusia, dengan membangun 1400 perpustakaan. Tidak heran Surabaya merupakan kota dengan indeks human development tertinggi di Indonesia.

Ia juga memperhatikan pemberdayaan ekonomi perempuan. Dengan mengembangkan program Pahlawan Ekonomi, semula hanya ada 69 kelompok, kini sudah 6000an kelompok. “Mereka itu para ibu kurang mampu agar berdaya ekonominya. Termasuk mantan pekerja Doli, sekarang ada banyak sandal hotel produk kerajinan mereka. Serta hasil sayur organik di tiap kampung, jadi warga keluarkan produk, pemkot yg marketingkan, termasuk saya ikut jualan,” ujarnya.

Petani-petani di Surabaya dibantu dengan fasilitas Broadband Learning Center, sehingga bisa berkomunikasi dengan petani di Thailand. Maka tidak heran petani muda di Surabaya sudah lebih dahulu mengetahui varietas baru buah atau sayuran. Pengalaman Risma ini diharapkan bisa menjadi inspirasi daerah lain dalam mengawal belanja daerahnya sehingga seperti diharapkan pemberintah pusat, setiap anggaran mencapai value for money.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved