Economic Issues

Bahana Sekuritas: Keseimbangan Fiskal Yakinkan Investor Jangka Panjang

Bahana Sekuritas: Keseimbangan Fiskal Yakinkan Investor Jangka Panjang

Kehadiran lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P) pada bulan lalu mendapat reaksi positif dari pasar karena ekspektasi kenaikan rating sudah di depan mata. Sayangnya, setelah bertemu pemerintah dan BI, S&P tak mau banyak komentar atau bahkan memberi sedikit sinyal apakah kita sudah layak masuk investment grade atau masih akan ditunda lagi. S&P hanya memberi komen atas konsen mereka terhadap ketahanan fiskal Indonesia.

Bahana Sekuritas mengungkapkan bahwa ketahanan fiskal Indonesia tidak terlalu mengkhawatirkan, salah satu indikatornya bisa terlihat dari mulai membaiknya tren pendapatan negara dan pertumbuhan ekonomi tetap berada pada 5,0% di tahun 2016 meskipun pemerintah melakukan pengetatan anggaran di tahun 2016. Anggaran yang lebih prudent juga telah membuat defisit transaksi berjalan Indonesia tahun lalu menjadi lebih baik pada 1,8% dari produk domestik brutto (PDB) atau sebesar USD 16,3 miliar, bandingkan dengan pencapaian 2015, defisit masih tercatat sebesar 2% dari PDB atau sebesar US$ 17,5 miliar.

Tahun ini, ekonom Fakhrul Fulvian, memperkirakan, defisit akan naik menjadi 2,1% dari PDB seiring dengan ekspansi perekonomian. Naiknya defisit ini bukanlah hal yang menakutkan bagi investor sepanjang kenaikan tersebut diikuti dengan pertumbuhan ekonomi dan membaiknya efisiensi baik di sektor publik dan swasta.

”Hal yang menjadi perhatian investor dalam jangka panjang adalah langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam menjaga ketahanan fiskal diantaranya dengan menyesuaikan harga minyak di dalam negeri sesuai dengan kenaikan harga minyak global, khususnya untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubdi, dan menaikkan komposisi belanja modal,” ungkap Fakhrul.

Pasalnya, jika harga minyak global dalam setahun kedepan naik namun harga BBM bersubsidi tidak ikut naik sesuai dengan harga pasar, maka hal ini akan mengganggu kestabilan anggaran pemerintah. Padahal pemerintah sendiri telah menetapkan penyesuaian harga BBM bersubsidi dalam UU, disesuaikan dengan kenaikan harga minyak global. Saat ini, dengan harga minyak global yang telah naik ke kisaran USD 50/barel, namun dengan rupiah yang cenderung menguat belum ada urgensi untuk menaikkan harga BBM. Namun kondisi bisa saja berubah jika harga minyak terus meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi dunia, membuat suatu saat kenaikan harga BBM akan tiba.

Memang menaikkan harga BBM bersubsidi bukan semata-mata keputusan ekonomi, ada kepentingan politik yang turut mempengaruhinya. Namun pemerintah perlu mengerti bahwa menjaga kestabilan fiskal dengan konsisten menjalankan UU akan dipandang positif oleh pasar. Bahana memperkirakan pada akhir tahun ini, harga minyak dunia kemungkinan naik ke kisaran USD 55/barel. Tahun depan, harga ini diperkirakan akan naik lagi.

”Pasar akan merespon positif bila pemerintah merespon kenaikan harga minyak global dengan menaikkan harga BBM bersubsidi ketika prospek harga minyak meningkat, karena ini memberikan sinyal kebijakan fiskal pemerintah yang prudent dan berkelanjutan,” jelas Fakhrul.

Untuk kasus Indonesia, pasar obligasi saat ini lebih melihat keberlanjutan perbaikan kebijakan fiskal pemerintah yang secara jangka panjang akan mempengaruhi prospek nilai tukar rupiah dan inflasi. “Sepanjang kebijakan fiskal pemerintah prudent dan berkelanjutan, pasar tidak akan bereaksi secara berlebihan terhadap prospek kenaikan inflasi, dikarenakan persepsi resiko Indonesia akan mengalami perbaikan,” terang Fakhrul.

Ia juga menambahkan secara tren jangka panjang, inflasi barang bergejolak dan inflasi inti Indonesia secara tahunan terus menunjukkan adanya trend penurunan. Menaikkan harga BBM memang bukan hal yang mudah bagi Indonesia sebab kenaikan harga BBM biasanya akan langsung di respon dengan kenaikan harga barang lainnya termasuk harga-harga bahan pokok, yang pada akhirnya memicu kenaikan inflasi.

Namun perusahaan sekuritas pelat merah ini meyakini, kenaikan inflasi yang terjadi seiring dengan ekspansi ekonomi, bukanlah momok yang menakutkan bagi pasar sepanjang kenaikan itu terkendali sesuai dengan koridor target Bank Indonesia dan sejalan dengan siklus percepatan ekonomi. Dalam hal ini, terlaksananya program infrastruktur pemerintah akan sangat penting untuk menjaga sisi suplai dari perekonomian.

Editor : Eva Martha Rahayu


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved