Economic Issues zkumparan

Bintang di Balik Layar Percepatan Infrastruktur

Bintang di Balik Layar Percepatan Infrastruktur
Armand Hermawan, Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)

Bukan rahasia lagi, dalam empat tahun ini perkembangan infrastruktur di Indonesia cukup bagus, mulai dari bidang infrastruktur transportasi, energi, hingga pengadaan air bersih. Pembangun infrastruktur) bak tancap gas. Namun, tampaknya tak banyak yang tahu, di balik pesatnya perkembangan infrastruktur ada peran penting dari lembaga dan sosok orang. Lembaga yang dimaksud, salah satunya, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang bisnisnya memberi guarantee untuk proyek-proyek infrastruktur.

Pada era-era sebelumnya, banyak investor enggan melirik proyek infrastruktur karena ragu apakah kelak proyek investasi mereka dibayar atau tidak. Investor sangat hati-hati karena bisnis ini butuh modal sangat besar dengan Return on Investment (ROI) yang lama –break even point (BEP) bisa di atas delapan tahun.

Nah, keraguan itulah yang kemudian dijawab dengan hadirnya PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dengan menggaransi (memberikan jaminan) pada proyek-proyek infrastruktur sehingga investor mau berinvestasi. “Kami ditugaskan untuk membantu mempercepat pembangunan infrastruktur dengan memberikan penjaminan berupa sovereign guarantee kepada proyek-proyek infrastruktur yang melibatkan swasta, dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU),” ungkap Armand Hermawan, Direktur Utama PII.

Tak mengherankan, karena perannya itu, BUMN yang satu ini sejak berdirinya amat sibuk membidani lahirnya proyek-proyek infrastruktur baru. Dan kalau bicara PII, tentu saja tak lepas dari sosok Armand yang sejak awal ikut membidani lahirnya BUMN ini –dari awal PII berdiri hingga 2017, Armand merupakan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PII. “Tugas saya sekarang sebagai CEO, menakhodai agar perusahaan bisa melaksanakan mandatnya dengan benar. Sebagai korporasi, kami harus make sure ada proyek infrastruktur yang bisa kami percepat. Juga, make sure penjaminan yang kami berikan betul-betul bermanfaat bagi swasta sehingga mau berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur,” kata lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran (Bandung) dan Master of Commerce and Management dari University of Lincoln (Selandia Baru) ini.

Diam-diam Armand dan timnya memang tancap gas dalam memberikan pinjaminan agar pembangunan infrastruktur makin semarak. Setidaknya, sudah ada 19 proyek yang dijamin PII, mulai dari sektor listrik, air, jalan tol, jalan non-tol, kereta api, rumah sakit, pelabuhan, bandara, hingga telekomunikasi (termasuk satelit); bahkan sedang merencanakan penjaminan pembangunan lembaga pemasyarakatan (lapas). “Lapas bisa juga dibangun dengan mengajak swasta. Jadi, yang membuat bangunan, memasang CCTV, membuat katering untuk napi ialah swasta. Nanti pemerintah bayar cicilan. Lalu, apa yang dijamin di PII? Kalau pemerintah gagal bayar cicilan tadi, kami yang jamin,” Armand menerangkan. Pesatnya perkembangan PII juga tampak dari total nilai proyek yang melibatkannya yang sudah mencapai Rp 200 triliun dan nilai penjaminannya yang sudah menyentuh Rp 45 triliun.

Dalam hal ini, PII memang tak sembarang memberikan jaminan. Jaminan hanya diberikan ke proyek infrastruktur yang memang layak. Layak di sini biasanya dilihat dari Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). ”Kami bukan untuk membuat proyek tidak layak menjadi layak, tapi membuat proyek yang layak menjadi dapat dikerjasamakan,” katanya. Selain itu, yang dijamin adalah risiko yang bersumber dari pemerintah. “Kalau risiko yang bersumber dari swasta, seperti kesalahan desain, karyawan kurang kompeten, dan lain-lain, itu tidak kami jamin. Tapi, risiko dari pemerintah, misalnya perubahan regulasi, nasionalisasi, atau ada pengadaan tanah, itu kami jamin,” kata pria yang lama berkarier di PT Indosat Tbk. ini.

Untuk biaya jaminan atau guarantee fee yang ditarik dari proyek yang dijamin, PII berusaha menetapkannya dengan bijaksana agar tidak membebani. “Kalau terlalu mahal, akan memengaruhi harga service ke masyarakat. Misalnya, saya charge ke investor yang mau berinvestasi membangun proyek air bersih dengan harga tinggi, nanti airnya itu ketika dijual ke masyarakat akan jadi mahal. Jadi, kami harus bijak soal guarantee fee ini,” ungkap Armand. Namun, di sisi lain PII tentu harus tetap mendapatkan fee yang baik karena fee ini memang merupakan revenue utama PII. Lebih-lebih sebagai BUMN, PII pun dituntut untuk bisa profitable.

Ke depan, tantangan Armand dan tim di PII memang masih sangat besar. Menurutnya, konsep pembangunan infrastruktur dengan pola KPBU masih belum banyak dipahami kalangan pemerintah daerah dan swasta, sehingga pihaknya terus berkeliling melakukan sosialisasi sekaligus mencari proyek untuk dikembangkan dan diberi penjaminan. Tantangan lain, memperkuat organisasi internal dan SDM PII. “Tidak banyak di market profesional yang punya kapabilitas dan passion di infrastruktur. Penambahan pipeline jumlah proyek tidak serta-merta diikuti dengan penambahan SDM di market. Karena itu, kami harus punya peran pengembangan di sana,” kata Armand.(*)

Sudarmadi & Nisrina Salma

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved