Property Economic Issues zkumparan

Dampak Kenaikan Suku Bunga Acuan terhadap Industri Properti

Sejak 15 November 2018, Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate menjadi 6% atau sebesar 25 bps. Kenaikan yang konsisten sebenarnya terjadi sejak Mei lalu. Setelah sempat bertahan pada angka 4,25% sejak Januari, BI menetapkan suku bunga acuan menjadi 5,25% di Juni – Juli dan terus bergerak naik di bulan-bulan seterusnya.

Beberapa pelaku usaha pun menilai, kebijakan BI dalam menaikkan suku bunga acuan secara berkala akan mempenaruhi pergerakan sektor properti. “Kondisi suku bunga acuan yg awalnya 5,75% (bulan Oktober) dan sekarang naik menjadi 6%, menurut saya akan cukup berpengaruh terhadap kredit properti di semua level. Apalagi nyaris setahun terakhir, BI sudah cukup sering menaikkan suku bunganya,” ujar Hermon Simanjuntak, Marketing & Sales Division Head PT Bakrie Swasakti Utama.

Untuk informasi, sejak awal tahun ini BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 175 basis poin. Sejalan, pada kuartal III-2018, penjualan properti residensial menurun sebesar -14,14% (qtq), lebih rendah dibandingkan -0,08% (qtq) pada kuartal sebelumnya.

Lesunya penjualan properti terjadi pada semua tipe rumah, terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan konsumen, terbatasnya penawaran perumahan dari pengembang, dan tingginya suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Efek suku bunga acuan yang terus bergerak naik, dirasakan pengembang sangat berdampak terhadap biaya produksi. Sebab hal tersebut beririsan dengan merangkaknya harga bahan bangunan. “Konsumen yang tadinya sudah minat pun, akan memilih untuk wait and see. Karena dengan BI rate 6%, biasanya bank akan mematok suku bunga kredit propertinya menjadi double digit. Ini akan terasa berat di semua kalangan. Tapi, semua paham, Pemerintah dalam hal ini BI pasti sudah melihat banyak faktor pendukung terkait dengan perubahan yang ada,” Hermon menambahkan.

Siasat Subsidi untuk Konsumen

Untuk itu, PT Bakrie Swasakti Utama dengan dua proyek unggulannya yakni apartemen The Masterpiece dan The Empyreal yang berlokasi di CBD Kuningan, mencari strategi agar minat konsumen terhadap produk tetap terjaga. “Strategi yang pasti adalah menyiasati uang muka (down payment) agar bisa lebih rendah dari harga normal. Ada juga komponen lain seperti gratis biaya-biaya terkait urusan perbankan, maupun mensubsidi suku bunganya. Kami akan terus melihat situasi ke depannya, mana yang lebih performing itu yang digencarkan,” katanya.

The Masterpiece dan The Empyreal berada di megasuperblok terpadu Rasuna Epicentrum yang mengusung konsep ‘kota di dalam kota’. Sehingga kawasan ini terintegrasi dengan kenyamanan tinggal, bekerja, dan menikmati hiburan di pusat kota Jakarta. Adapun kelebihan dari kedua apartemen tersebut, ia mengklaim, memiliki akses yang sangat mudah menuju berbagai pusat bisnis, kantor-kantor kedutaan, perbankan, hingga pusat perbelanjaan modern. Dengan harga jual mulai Rp3 miliaran, tiap unitnya menjanjikan untung hingga 10% – 15% per tahun.

Kendati kondisi suku bunga terus meningkat, namun Hermon menyebut akhir tahun tetap menjadi momen paling mumpuni untuk masyarakat membeli properti. Lantaran pengembang akan saling beradu menawarkan berbagai macam kemudahan cara bayar beserta gimmick spesial lainnya. “Paket akhir tahun selalu sayang bila dilewatkan. Seiring dengan penawaran yang menarik, konsumen juga akan lebih cepat dalam mengambil keputusan,” ia mengakhiri keterangan resminya.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved