Trends Economic Issues

Digitalisasi Sektor Pertanian Menopang Pemulihan Ekonomi

Petani di lahan sawah sebelum pandemi. (Ilustrasi Foto : Istimewa)

Sektor pertanian merupakan salah satu penopang ekonomi Indonesia di masa pandemi Covid-19. Ketahanan sektor pertanian disebabkan oleh keberhasilan pelaksanaan program pemulihan di sektor ini sehingga selama tahun 2020 dapat berkinerja positif. Hal itu tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang melansir PDB sektor pertanian tumbuh positif 1.75%di tahun 2020, ketika ekonomi nasinal mengalami minus 2%. Namun sekttor pertanian butuh sentuan digital agar tumbuh lebih optimal.

Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian, Sudi Mardianto, mengungkapkan sektor pertanian terbukti mampu bertahan dan tampil sebagai penyelamat perburukan resesi ekonomi nasional dengan catatan ekspor produk pertaniandi angka yang menggembirakan. “Nilai ekspor pertanian di 2020 mencapai Rp 451,8 triliun atau meningkat 15,79% dibanding 2019 yang mencapai Rp 390,2 triliun. Daya beli pun terus membaik, dengan nilai petani pada Januari 2021 mencapai 103,26 dibanding bulan sebelumnya,” ungkap Sudi Mardianto di seminar virtual, Jakarta pada pekan lalu.

Selain itu, sektor pertanian menjadi pilihan untuk tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini terlihat dari jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang meningkat 2,23% dibandingkan tahun sebelumnya. Kendati demikian, Sudi menegaskan bahwa ke depannya kontribusi sektor pertanian dalam rangka menjamin ketersediaan pangan maupun pertumbuhan ekonomi pedesaan, masih sangat diperlukan. Maka dari itu, agar kontribusi tersebut dapat diwujudkan perlu diimbangi dengan strategi dan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan termasuk lembaga perbankan.

Salah satu komitmen yang dilakukan pemerintah adalah mengadopsi teknologi digital dalam strategi pengembangan sektor pangan. Sudi mengungkapkan bahwa Kementerian Pertanian telah membangun AWR (agricultural war room) yang berfungsi sebagai pusat data dan kontrol pertanian di daerah. Sistem ini terhubung hingga level kecamatan hingga balai penyuluh pertanian.

Kementrian Pertanian juga menggunakan teknologi dalam budidaya pertanian seperti smart green house dan smart irigation. “Jadi pemanfaatan big data juga menjadi proses. Ada pengisian rencana petani berbasis elektronik sebagai dasar pemenuhan kebutuhan pupuk senantiasa diperbarui agar validitasnya semakin baik. demikian juga dengan sistem informasi penyuluhan pertanian juga semakin dimutakhirkan sehingga dapat menjaring dan mengumpulkan data terkait tenaga penyuluh,” jelasnya.

Apanila adopsi teknologi di sektor pertanian tidak dapat serta merta dapat dikondisikan secara merata di seluruh Indonesia, maka salah satu strateginya adalah melalui korporasi petani. “Strategi ini untuk meningkatkan skala usaha petani yang pada umumnya relati kecil menjadi usaha yang memenuhi skala ekonomi melalui single management pengelolaan usaha pertanian. Strategi ini tidak menghilangkan kepemilikan lahan petani karena yang dikonsolidasikan adalah management pengelolaan usaha taninya,” sebutnya.

Adopsi Teknologi

Mirza Aditiaswara, Dirut Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) mengatakan adopsi teknologi di sektor pertanian menjadi keharusan. Sebab di Indonesia, agrikultur merupakan sektor penting karena masih menjadi sektor terbesar yang menyerap tenaga kerja. “Sebagai negara agrikultur kita ingiin membangun dan mengemmbangkan agrikultur sehingga bisa menjadi sektor yang penting dan meningkatkan pendapatan masyarakat. saat ini pendapatan. Dalam case ini bagaimana kita mendapat digital ekonomi dan finance untuk membantu menumbuhkan agrikultur kita,” ungkap Mirza.

Mantan Deputi Senior Bank Indonesia ini menegaskan, untuk petani tradisonal, digitalisasi sangat penting bagi mereka untuk mendapat akses pasar dan informasi mengenai pasar, berapa harga produknya, siapa pembeli, bagaimana menjual ke pembeli. Hal ini penting bagi petani dan pemerintah untuk bagaimana membantu petani mendapat harga yang layak. Selain itu juga membantu mereka untuk mendapat akses informasi tentang teknologi, informasi tentang bagaimana bibit yang sesuai untuk padi, jagung dan produk pertanian lainnya.

Pada kesempatan ini, Alessandro Colafranceschi, CEO & Co-founder Tillo.App, menyebutkan, sektor pertanian global telah menjadi industri yang bertransformasi dalam 50 tahun terkahir ini. Bahkan belakangan ini perubahannya semakin cepat. Ini ditandai oleh kemajuan dalam teknologi mesin yang membawa pertanian pada budidaya yang semakin cepat, sistem irigasi, yang menandai pencapaian era revolusi industri 4.0. “Revolusi ini memerlukan data dan konetivitas, artificial inteligen analitik, big data, sentralisasi,” jelas Alessandro.

Perubahan sosial ekonomi dan teknologi di industri ini memberi pesar bahwa, dunia memerlukan makanan yang lebih banyak. “Kita sebenarnya sedang berada dalam food security crisis. Di sisi lain petani sedang berjuang untuk memgikuti permintaan, marginnya semakin kecil dan bisa menyebabkan krisis volatilitas pasar yang tinggi dan mengubah perilaku konsumer,” kata Allesnadro.

Maka, dia memberi dua catatan penting ketika mencemati sektro pertanian saat ini. Pertama bahwa ada generasi baru petani yang lebih muda dan lebih menghemat pajak, juga lebih mudah mengadopsi teknologi dan digital teknologi untuk memanage pertaniannya. Kedua, ada teknologi smartphone yang dimiliki hampir semua petani. Maka sudah seharunya teknologi dan konektivitas tidak lagi menjadi penghalang. “Teknologi bisa menyelamatkan petani melalui kebiasaan yang baik dengan melakukan kolaborasi yang membuat petani semakin pintar dan meningkatkan profitabilitas. Pertanian berbasis data adalah game changer,” ungkapnya.

Maxsim Osintsev, Executive Director of Financial Institution Sberbank,mengatakan pihaknya merupakan bagian dari proses digitalisasi pertanian di Rusia yang didorong pemerintah. “Ada banyak sektor yang sudah didigitalisasi. Saat ini pemerintah sudah mengimplementasikan proyek teknologi pertanian dengan tujuan menjamin pertumbuhan dan performanya,” ungkap Max.

Sementara itu, Danar Widyantoro, EVP Eterprise Data Management Bank BRI menambahkan pihaknya telah menyalurkan Rp 137 triliun untuk membiayai sektor pertanian. Sementara itu, KUR ke sektor pertanian mencapai 30% dari total anggaran KUR yang sebesar Rp 90 triliun. “Agribisnis selalu memiliki ruang untuk tumbuh,” katanya.

BRI konsisten mengimplementasikan digitizing core, yakni mendigitalisasi bisnis proses yang ada yang tadinya manual menjadi lebih otomatis, mengintegrasikan ekosistem digital, dan new digital proposition. “Kami mencoba dari sisi value chain, supply chain. Kami kembangkan bisnis proses baru yang bisa masukkan ke dalam sistem yang kita gabungkan menjadi sebuah plaform yang diberi nama BRI Corporate billing managemet. Ini bisa support keperluan distributor, keperluan principal, buyer, vendor atau seller yang dikembangkan dalam produk,” tutur Danar.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved