Trends Economic Issues

Gapki Usulkan Tinjau Ulang Peraturan yang Berpotensi Hambat Daya Saing

Sekjen Gapki, Kanya Lakshmi Sidarta. (Foto : Istimewa)

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengusulkan pemerintah menunda penerbitan regulasi terbaru yang berpotensi menyulitkan perusahaan kelapa sawit mengekspor sawit. Gapki menyatakan hal ini lantaran ekspor sawit berkontribusi besar terhadap total penjualan industri sawit nasional. Ekspor sawit nasional pada 2019 sebanyak 37,39 juta ton atau 70% dari total produksi sebanyak 51,82 juta ton. Yang sisanya, sekitar 16,73 juta ton diserap pasar domestik.

Sekretaris Jenderal Gapki, Kanya Lakshmi Sidarta mencontohkan pengaturan kapal nasional atau asing bakal meningkatkan biaya operasional dan tertahannya barang di pelabuhan. Perihal kemudahan untuk ekspor, Kanya mengatakan perlunya bantuan untuk mengimbangi peningkatan biaya transportasi dan ekspedisi kapal. Minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) di titik penampungan CPO ekspor berpeluang besar menumpuk lantaran transportasi sudah mulai terganggu untuk pengiriman ke negara tujuan ekspor. Tanda-tanda ini terlihat dari penurunan volume ekspor produk (CPO) dan turunannya ke sejumlah negara tujuan utama ekspor. Contohnya, India pada Maret 2020 mencatatkan penurunan impor CPO dan minyak kernel sebesar 38% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2020 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut Nasional dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Peraturan ini secara garis besar mewajibkan eksportir batu bara dan minyak kelapa sawit mentah serta importir beras dan pengadaan barang pemerintah untuk menggunakan angkutan laut dan asuransi nasional.

Kewajiban penggunaan kapal nasional berlaku untuk penggunaan angkutan laut dengan kapasitas sampai dengan 15 ribu deadweight tonnage (DWT). Eksportir masih boleh mengirim barangnya menggunakan kapal asing jika volumenya di atas 15 ribu DWT. Kanya mengatakan Gapki mengusulkan pemerintah untuk menunda atau memberlakukan peraturan yang berpotensi mengurangi daya saing indusrti CPO. “Aturan kapal nasional atau asing ini juga akan berdampak kepada petani selain karena harga yang cenderung turun. Jika aturan tersebut sudah terlanjur diberlakukan, Gapki memohon pemerintah segera ditinjau ulang untuk ditunda atau tidak diberlakukan dahulu agar industri sawit nasional tetap memiliki daya saing yang tinggi,” tutur Kanya dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Senin (11/5/2020).

Produk CPO dan produk turunan sawit lainnya umumnya diangkut bersamaan dalam kapal yang sama. Jadi jika perlakuannya berbeda antara CPO dan produk sawit turunan lainnya, tentu akan sangat menyulitkan. Di sisi lain, laju bisnis produsen sawit melambat lantaran negara tujuan ekspor mengerem permintaan sawit dari Indonesia gara-gara menerapkan lockdown untuk mengendalikan penyebaran wabah virus corona (Covid-19).

Kanya menambahkan ekosistem industri sawit nasional itu saling terkait sehingga membutuhkan regulasi yang tidak memberatkan keseluruhan ekosistem bisnis CPO. Sebagai contoh, petani plasma atau mandiri sangat tergantung dengan pelaku usaha pabrikan. Selanjutnya, produsen sawit akan tergantung permintaan konsumen dan kemampuan pebisnis untuk melakukan penjualan agar aliran kas kian mengalir dan lancar. Jika pasar saat ini terganggu karena krisis pandemi virus corona maka berdampak kepada petani sawit yang hasil panennya berpotensi tidak terserap konsumen. “Jadi salah satu bantuan yang bisa menolong petani adalah adanya bantuan modal kerja denga bunga sangat rendah atau diberikan grace period yang panjang hingga roda bisnis berputar kembali. Sedangkan pemberian modal kerja kepada pengusaha supaya bisa membeli dan menyerap hasil panen petani,” katanya.

Kanya mengaku, industri sawit tidak ingin membebani pemerintah. “Tantangan lainnya, pandemi Covid-19 memang membuat kinerja industri terganggu, tidak terkecuali industri sawit. Industri sawit tidak ingin membebani pemerintah dengan meminta insentif khusus untuk menghadapi hal ini,” ujar Kanya

Salah satu insentif yang sudah diberikan atau dipersiapkan pemerintah yakni kepada pekerja dan pelaku usaha seperti keringanan pajak, penundaan pembayaran bunga dan pokok pinjaman, atau pembebasan biaya-biaya pokok lainnya selama laju bisnis tersendat. “Memang dalam kondisi krisis yang panjang, bukan tidak mungkin akan mulai bermunculan yang angkat tangan,” jelasnya.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved