Trends Economic Issues zkumparan

Hadapi New Normal, BI Siap Ikuti Protokol Pemerintah

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.

Menghadapi kenormalan baru, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menyatakan siap mengikuti protokol yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Implementasi protokol dalam penanganan pandemi Covid-19 dinilai Perry sangat penting baik dari sisi aspek manusianya, maupun untuk mendukung aktivitas ekonomi.

Menurut Perry, implementasi protokol akan dilakukan menyesuaikan keputusan masing-masing daerah. “Silakan mau sebut New Normal atau apa, tapi protokol yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta akan kami ikuti. Misalnya toko yang mulai dibuka dengan genap-ganjil, tempat ibadah, dan lainnya. Kami akan ikuti semua protokolnya,” ujar Perry dalam konferensi pers virtual, Jumat (05/06/2020).

Perry juga memastikan BI tetap melaksanakan tugasnya sebagai bank sentral baik itu di bidang perbankan, sistem pembayaran dan pasar keuangan, serta bekerjasama dengan industri agar aktivitas moneter, keuangan dan sistem pembayaran berjalan dengan aman dan lancar untuk mendukung aktivitas ekonomi.

BI juga akan mempersiapkan protokol dalam pelaksanaan tugas. Untuk tugas kritikal, tetap dilakukan melalui mekanisme split operation serta pengamanan kesehatan pelaksana tugas kritikal di bidang sistem pembayaran, pengedaran uang, pasar uang, dan pasar valuta asing. Sementara untuk tugas nonkritikal, penyesuaian proporsi keterlibatan jumlah pegawai baik yang berkerja dari rumah atau bekerja dari kantor akan dilakukan secara bertahap.

Perry memprakirakan dengan implementasi kebijakan kenormalan baru ini akan mendorong aktivitas ekonomi terutama meningkatkan pendapatan masyarakat. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II/2020 diprakirakan akan menurun dan kembali meningkat pada triwulan III/2020. Sementara itu, perkiraan ekonomi Indonesia 2020 perlu dilihat kembali dengan berbagai perkembangan data terbaru,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Perry juga menyampaikan perkembangan idikator ekonomi terkini. Pertama, nilai tukar rupiah dipandang masih undervalued dan diperkirakan akan menguat. Siang ini (05/06), nilai tukar rupiah tembus di bawah Rp14.000 per dolar AS, diperdagangkan dengan kurs beli Rp13.855 per dolar AS dan kurs jual Rp13.960 per dolar AS. BI memandang nilai tukar masih undervalued dan ke depan masih berpotensi untuk menguat.

“Hal itu dipengaruhi oleh inflasi yang rendah dan terkendali, defisit transaksi berjalan yang rendah, perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri yang tinggi. Yield SBN 10 tahun Indonesia sebesar 7,06%, sedangan yield UST Note 10 tahun sebesar 0,8%, sehingga yield spread sebesar 6,2%,” jelas Perry.

Adapun premi risiko Indonesia mulai menurun, meskipun belum kembali ke posisi sebelum pandemi Covid-19. Premi CDS Indonesia 5 tahun turun ke 126,78 bps per 4 Juni 2020, namun masih tinggi dibandingkan premi CDS Indonesia 5 tahun sebelum COVID-19 yaitu sebesar 66-68 bps. Premi CDS Indonesia 5 tahun pascapandemi COVID-19 diprakirakan akan menurun dan mendukung penguatan nilai tukar Rupiah.

Kedua, inflasi tetap rendah. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2020 tetap rendah yang tercatat 0,07% (mtm), atau secara tahunan sebesar 2,19% (yoy). Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu I Juni 2020, inflasi Juni 2020 diperkirakan sebesar 0,04% (mtm) dan secara tahunan sebesar 1,81% (yoy), lebih rendah dari inflasi bulan lalu.

Rendahnya inflasi dipengaruhi oleh penurunan permintaan masyarakat akibat implementasi PSBB dalam penanganan pandemi Covid-19, termasuk dari sisi pendapatan dan konsumsi masyarakat. Adanya ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi barang dan jasa juga dinilai menjadi faktor pendorong rendahnya inflasi. Selain itu, adanya kredibilitas kebijakan yang dapat diukur dari terkendalinya ekspektasi inflasi.

Ketiga, aliran masuk modal asing tercatat mengalami peningkatan sejak minggu II Mei 2020. Kepercayaan investor asing terhadap kondisi ekonomi Indonesia semakin baik, terbukti dari aliran masuk modal asing ke SBN yang terus meningkat sejak minggu II Mei 2020. Inflow neto sebesar Rp2,97 triliun, Rp6,15 triliun, 2,5 triliun, dan Rp7,01 triliun masing-masing pada minggu II,III, IV Mei 2020 dan minggu I Juni 2020.

Keempat, cadangan devisa akhir Mei 2020 diprakirakan meningkat. Posisi cadangan devisa akhir Mei 2020 diprakirakan akan lebih tinggi dari posisi April 2020. Kelima, pembelian SBN oleh BI dari Pasar Perdana sesuai UU No. 2 Tahun 2020 berkurang. “Hal ini menunjukkan kemampuan pasar yang makin besar dalam membeli SBN untuk kebutuhan pembiayaan APBN,” tutur Perry.

Keempat, cadangan devisa akhir Mei 2020 diprakirakan meningkat. Posisi cadangan devisa akhir Mei 2020 diprakirakan akan lebih tinggi dari posisi April 2020. Kelima, pembelian SBN oleh BI dari Pasar Perdana sesuai UU No. 2 Tahun 2020 berkurang. “Hal ini menunjukkan kemampuan pasar yang makin besar dalam membeli SBN untuk kebutuhan pembiayaan APBN,” jelasnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved