Trends Economic Issues zkumparan

Kemiskinan Berpotensi Naik 2 Kali, CORE Usulkan Langkah Antisipasi

Akibat pandemi Covid-19 pada tahun ini, CORE Indonesia memperkirakan jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berpotensi bertambah 5,1 juta hingga 12,3 juta orang pada Triwulan II 2020. Pada skenario berat, jumlah pertambahan penduduk miskin berpotensi mencapai 5,1 juta orang, dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 akan semakin luas pada bulan Mei 2020, tetapi tidak sampai memburuk sehingga kebijakan PSBB hanya diterapkan di wilayah tertentu di pulau Jawa dan satu dua kota di luar pulau Jawa. Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 30,8 juta orang, atau 11,7% dari total penduduk Indonesia.

Pada skenario lebih berat, potensi pertambahan penduduk miskin mencapai 8,25 juta orang, dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 lebih luas lagi dan kebijakan PSBB (Pembatasn Sosial Berskala Besar)diberlakukan lebih luas di banyak wilayah di Jawa dan beberapa kota di luar Jawa. Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 33,9 juta orang, atau 12,8% dari total penduduk Indonesia.

Pada skenario sangat berat, potensi pertambahan penduduk miskin mencapai 12,2 juta orang, dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 tak terbendung lagi dan kebijakan PSBB diberlakukan secara luas baik di Jawa maupun luar Jawa, dengan standar yang sangat ketat. Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 37,9 juta orang, atau 14,35% dari total penduduk Indonesia.

“Prediksi dengan tiga skenario ini dibangun dengan asumsi bahwa puncak pandemi terjadi pada Triwulan II 2020, dan setelahnya berangsur-angsur mereda. Apabila situasi ekonomi memburuk dalam waktu yang lebih panjang, maka peningkatan jumlah penduduk miskin akan lebih besar lagi.” jelas Akhmad Akbar Susamto, PhD, ekonom CORE Indonesia.

Persebaran Covid-19 yang saat ini terpusat di wilayah perkotaan menyebabkan potensi peningkatan kemiskinan lebih besar terjadi di perkotaan. Untuk skenario berat, potensi pertambahan jumlah penduduk miskin di perkotaan mencapai 3 juta, sementara di pedesaan 2,6 juta orang. Untuk skenario lebih berat, potensi pertambahan jumlah penduduk miskin di perkotaan mencapai 6 juta, sementara di pedesaan 2,8 juta orang. Untuk skenario sangat berat, potensi pertambahan jumlah penduduk miskin di perkotaan dapat mencapai 9,7 juta,sementara di pedesaan hanya 3 juta orang.

Muhamad Ishak Razak, ekonom CORE Indonesia juga mengingatkan yang perlu diwaspadai selanjutnya adalah apabila potensi penyebaran wabah dari wilayah perkotaan ke pedesaan tidak dapat dicegah, di antaranya melalui pembatasan mobilitas orang dari kota ke desa, lonjakan jumlah kasus Covid-19 di wilayah pedesaan tak dapat dihindari.

Dampaknya, potensi pertambahan jumlah penduduk miskin di pedesaan akan lebih besar dibanding prediksi di atas. Artinya, beban pemerintah untuk mengatasi persoalan kemiskinan, baik melalui subsidi, bantuan sosial dan lainnya, menjadi semakin besar.

5 Rekomendasi Penanggulangan Kemiskinan

Pertama, mengantisipasi lonjakan angka kemiskinan akibat pandemi yang diperkirakan akan lebih besar dibandingkan dengan jumlah bantuan sosial yang disiapkan pemerintahsaat ini. Target penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang dianggarkan pemerintah selama pandemi adalah 10 juta keluarga dengan alokasi anggaran Rp37,4 triliun atau Rp3,7juta per tahun. Sementara, Kartu Sembako ditargetkan sebanyak 20 juta keluarga dengan anggaran Rp43,6 triliun, yang terdiri dari Rp200 ribu per bulan selama sembilan bulan, termasuk Rp600 ribu untuk 1,776 juta keluarga di Jabodetabek selama tiga bulan. Selain itu,ada transfer cash dari Program Kartu Prakerja untuk 5,6 juta peserta senilai Rp600 ribu selama empat bulan. Di samping terus memperbaharui data penduduk miskin dan rentan miskin yang layak mendapatkan bantuan sosial, pemerintah perlu meningkatkan anggaran Bantuan Sosial dan memperluas jumlah penerima bantuan kepada penduduk yang jatuh miskin akibat Covid-19.

Kedua, mengintegrasikan penyaluran Bantuan Sosial sehingga menjadi lebih sederhana, melakukan penyeragaman nilai bantuan, di samping terus melakukan pemutakhiran data penerima Bantuan Sosial. Di banyak tempat, berbagai bentuk Bantuan Sosial yang berbeda-beda jenis dan jumlahnya telah menimbulkan ketegangan sosial di sejumlah daerah. Hal ini diperparah dengan basis data Bantuan Sosial, khususnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial yang digunakan oleh pemerintah daerah yang belum mencakup masyarakat yang sebelumnya tidak terdata namun kondisi ekonominya memburuk selama pandemi. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh pemerintah adalah menggandeng bank-bank pemerintah untuk melakukan transfer Bantuan Sosial secara langsung melalui rekening khusus untuk setiap penerima bantuan. Selain penyalurannya lebih efisien, penerima bantuan tidak tumpang tindih. Di samping itu, potensi berkurangnya jumlah bantuan dapat dihindari.

Ketiga, mengurangi beban pengeluaran masyarakat khususnya masyarakat miskin dan hampir miskin, terutama dengan menurunkan biaya-biaya yang dikontrol pemerintah (administered prices). Di antaranya:a. Menurunkan harga BBM yang menjadi salah satu komponen terbesar pengeluaran penduduk miskin (5% untuk penduduk miskin di kota dan 4% untuk penduduk miskin di desa). Meskipun penurunan mobilitas orang saat ini berdampak pada berkurangnya penggunaan BBM, BBM tetap berperan besar dalam mobilitas barang (logistik) yang tetap sangat krusial perannya selama masa wabah. Apalagi, harga minyak mentah terus mengalami penurunan hingga di bawah US$25 per barel. Semestinya harga dasar BBM di bawah RON 95 dapat turun setidaknya pada kisaran Rp 4.500- 5.000 per liter. Harga tersebut berpotensi lebih rendah jika Kementerian ESDM menurunkan biaya konstanta (pengadaan, penyimpanan, dan distribusi) dan margin perusahaan penyalur BBM. Semestinya dalam situasi seperti ini, pemerintah dapat merevisi kembali formula penetapan harga BBM tersebut sehingga dapat membantu meringankan beban ekonomi masyarakat.

b. Menambah jumlah rumah tangga penerima diskon pemotongan tarif listrik sehingga mencakup minimal seluruh pelanggan 900VA. Saat ini, selain golongan R1/450VA (24 juta pelanggan) yang mendapatkan listrik gratis selama tiga bulan, golongan rumah tangga R1/900VA yang mendapat pemotongan 50% hanya sebanyak 7,2 juta pelanggan dari total 22,1 juta.

Sebagian mereka saat ini diperkirakan telah jatuh ke dalam kategori penduduk miskin dan rentan miskin.

c. Menurunkan harga LPG tiga kilogram yang kebanyakan dikonsumsi oleh masyarakat menengah bawah. Ini juga sejalan dengan harga propane dan butane yang menjadi bahan baku utama LPG yang turun tajam. Harga propane Aramco, yang menjadi acuan perhitungan harga subsidi LPG, turun dari US$430 per ton pada bulan Maret menjadi US$230 per ton pada April 2020. Sementara itu, harga butane turun dari US$480 per ton menjadi US$240 per ton pada periode yang sama. Oleh sebab itu, seiring dengan potensi penurunan realisasi anggaran subsidi LPG tiga kilogram (Rp50,6 triliun) tahun ini, pemerintah memiliki cukup ruang untuk menurunkan harga bahan bakar itu di kisaran Rp1.000-2.000/kg. Penurunan tersebut akan memberikan efek yang cukup besar untuk mengurangi biaya hidup masyarakat, khususnya yang terdampak Covid-19.

d. Memberikan diskon atau menggratiskan tarif air untuk rumah tangga khususnya didaerah-daerah yang menerapkan PSBB. Banyak negara-negara berkembang telah mengadopsi kebijakan ini, seperti Malaysia dan Thailand. Oleh karena pengelolaan air bersih berada dalam kendali Pemerintah Daerah, maka sudah saatnya mereka ikut serta menanggung sebagian beban masyarakat dengan memberikan diskon atau menggratiskan tarif air bersih di daerah mereka.

Keempat, meningkatkan insentif bagi petani, peternak, dan nelayan melalui skema pembelian produk oleh pemerintah dan perbaikan jalur logistik hasil pertanian, peternakan, dan perikanan. Di tengah persebaran pandemi Covid-19, para petani, peternak, dan nelayan yang terus berproduksi kini menghadapi minimnya serapan pasar. Jika insentif di sektor ini tidak segera dan secara khusus diberikan, maka mereka berpotensi menambah jumlah penduduk kemiskinan. Sektor pertanian saat ini masih menjadi penyerap tenaga kerja terbanyak hingga 34,58 juta orang atau 27,3% tenaga kerja nasional per Agustus 2019. Selain itu, Kebijakan tersebut juga akan membantu pemerintah mengamankan ketersediaan stok pangan nasional khususnya selama pandemi.

Kelima, meningkatnya intervensi pemerintah untuk mengatasi pandemi ini akan berdampak pada peningkatan anggaran belanja pemerintah. Meskipun terdapat ruang untuk memperlebar defisit, pemerintah dapat mengoptimalkan realokasi anggaran yang telah disusun dan menerapkan beberapa kebijakan alternatif, di antaranya:a. Melakukan realokasi sebagian anggaran belanja modal dan belanja barang APBN, dan melakukan pembagian beban (burden sharing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan mengalihkan sebagian anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa, untuk dialokasikan menjadi anggaran Bantuan Sosial. Selain itu,sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa negara berkembang lainnya, pemerintah juga perlu melakukan renegosiasi pembayaran utang luar negeri kepada kreditur asing baik lembaga ataupun negara;b. Melakukan realokasi anggaran penanganan covid-19 senilai Rp150 triliun (dari total pembiayaan Rp405 triliun) yang semula diperuntukkan untuk mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang belum dijelaskan rinciannya, untuk kegiatan anggaran social safety-net dan peningkatan anggaran penanggulangan Covid-19.

Melakukan realokasi anggaran program Kartu Prakerja yang digunakan untuk membayar program pelatihan senilai Rp5,63 triliun, yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini, khususnya angkatan kerja yang menganggur akibat PHK. Lagi pula, kebanyakan materi yang ditawarkan dapat diperoleh secara gratis di internet. Dengan demikian, dana tersebut dapat dialokasikan untuk memberikan bantuan sosial yang lebih dibutuhkan penduduk miskin dan hampir miskin, khususnya dalam bentuk penyediaan kebutuhan pokok.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved