Economic Issues

Menunggu Sekoci Penyelamat untuk UMKM yang Sekarat

Pawon Harjo, tempat nongkrong di Yogyakarta yang masih mampu bertahan. (Foto: Courtesy/Rina/Komunitas Kopi Nusantara)
Pawon Harjo, tempat nongkrong di Yogyakarta yang masih mampu bertahan. (Foto: Courtesy/Rina/Komunitas Kopi Nusantara).

Bisnis kopi melambung dalam beberapa tahun terakhir, selaras dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Di Yogyakarta misalnya, kafe, warung kopi jalanan hingga co-working space terus muncul dalam berbagai skala, dengan kopi sebagai sajian pilihan utama.

Enam bulan terakhir, bulan madu bisnis kopi itu mendadak berwarna suram karena pandemi virus corona. Rina Yurini, salah satu pendiri Komunitas Kopi Nusantara menyebut, bisnis ini jatuh cukup dalam karena sejumlah faktor.

“Sebagian besar mengeluhkan merosotnya omzet, karena pertama orang takut bepergian karena takut tertular, atau ada yang khawatir baru duduk sudah disuruh pergi sama Satpol PP. Ada juga yang karena, dalam kasus Yogya, kafe itu yang nongkrong mayoritas mahasiswa asal luar daerah, sementara mereka sekarang pulang. Otomatis konsumennya tidak ada,” kata Rina kepada VOA.

Jancuks Kopi di Yogyakarta yang terpaksa tutup, bahkan pemiliknya yang mahasiswa juga pulang kampung. (Foto: Courtesy/Rina/Komunitas Kopi Nusantara)
Jancuks Kopi di Yogyakarta yang terpaksa tutup, bahkan pemiliknya yang mahasiswa juga pulang kampung. (Foto: Courtesy/Rina/Komunitas Kopi Nusantara)

Rina jelas meminta pemerintah mengulurkan tangan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Bisnis kopi hanya satu contoh dalam jenis makanan dan minuman. Masih banyak sektor lain seperti kerajinan, mebel, konveksi, dan jasa skala kecil yang membutuhkan bantuan. Dampak di satu pihak akan merembet ke pihak lain, misalnya kopi yang jika dirunut akan berpengaruh hingga ke petani. Sayangnya, uluran tangan pemerintah itu belum terlihat, setidaknya sampai saat ini.

Dalam aneka sektor, menurut Rina isu tenaga kerja menjadi penting untuk diperhatikan. Berhentinya bisnis menciptakan banyak pengangguran baru. Bantuan sosial akan berguna saat ini, setidaknya untuk menutup kebutuhan dasar. Namun ke depan, paket modal usaha jauh lebih bermanfaat bagi pelaku UMKM, ketika kondisi ekonomi membaik.

Tarumartani Coffee and Resto yang turut dikelola Komunitas Kopi Nusantara di Yogyakarta. (Foto: Courtesy/Tarumartani)
Tarumartani Coffee and Resto yang turut dikelola Komunitas Kopi Nusantara di Yogyakarta. (Foto: Courtesy/Tarumartani)

“Sebagian teman bertahan dengan menjual aset. Bisa dilihat di marketplace, barang jualan bekas kafe banyak sekali. Ketika kondisi normal, saya tidak yakin teman-teman bisa membuka usaha lagi, kalau tidak ada bantuan modal,” tambah Rina.

Menurut data Badan Pusat Statistik, sektor makanan dan minuman memang salah satu yang terdampak paling berat oleh pandemi.

“Sektor usaha yang pendapatannya menurun paling drastis adalah akomodasi dan makanan minuman, jasa lainnya, serta transportasi dan pergudangan,” kata Kepala BPS Suhariyanto.

Paparan itu disampaikan dari diskusi daring seri 2 Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI), Minggu (20/9). Menurut survei BPS, 84,2 persen usaha mikro dan kecil pendapatannya menurun dan 62,21 persen menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional.

BPS juga mendata, 55 persen pelaku usaha tidak tahu berapa lama usahanya mampu bertahan jika tidak ada perubahan kondisi dan bantuan. Sementara bantuan yang paling dibutuhkan usaha mikro dan kecil adalah modal (69,2 persen), keringanan tagihan listrik (41,18 persen), relaksasi atau penundaan pembayaran pinjaman (29,98 persen), kemudahan administrasi pengajuan pinjaman (17,21 persen), dan penundaan pembayaran pajak (15,07 persen).

Protokol Penyelamatan UMKM

Pengamat ekonomi dari Universitas Mercubuana, Yogyakarta, Awan Santosa menyebut Indonesia membutuhkan protokol khusus menghadapi krisis bagi sektor UMKM. Selama ini, pemerintah menyusun protokol kesehatan yang disosialisasikan secara masif ke masyarakat. Sementara belum ada protokol resmi dari pemerintah, yang disosialisasikan ke UMKM, seputar bagaimana bertahan di masa pandemi. Termasuk, apa saja yang dilakukan pemerintah, khusus kepada sektor ini.

Pengamat ekonomi kerakyatan Universitas Mercubuana, Yogyakarta, Awan Santosa. (Foto: Dokumen Pribadi)
Pengamat ekonomi kerakyatan Universitas Mercubuana, Yogyakarta, Awan Santosa. (Foto: Dokumen Pribadi)

“Kita enggak punya protokol bagaimana menyelamatkan ekonomi itu dengan perspektif bahwa 99,9 persen ekonomi kita itu digerakkan UMKM, 96 persen tenaga kerja kita diserap UMKM, dan 60 persen pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto itu disumbang oleh UMKM. Ketika krisis pandemi kita tidak melihat itu lagi. Jadi, belanja negara, politik anggaran itu tidak proporsional,” papar Awan.

Awan mengkritik, dalam setiap krisis konsentrasi pemerintah terfokus pada perbankan atau industri besar. Pemerintah mengucurkan banyak dana karena menganggap kedua sektor itu sebagai penyelamat krisis. Padahal, pengalaman krisis ekonomi 1998 membuktikan, UMKM adalah penyelamat yang sebenarnya bagi Indonesia. Kala itu, terbukti bahwa triliunan dana yang dikucurkan untuk sektor perbankan melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) justru tidak jelas larinya dan menjadi kasus korupsi yang tak selesai sampai saat ini.

Begitupun dalam pandemi saat ini, protokol penyelamatan UMKM belum tersedia secara resmi. Yang dilakukan pemerintah sejauh ini adalah bantuan sosial secara pribadi kepada individu karyawan terdampak. Sementara secara natural, UMKM mampu bertahan karena kepedulian pelakunya, termasuk kelompok masyarakat yang secara khusus memberi perhatian. Komunitas masyarakat peduli UMKM ini muncul karena mereka meyakini langkah terbaik yang bisa dilakukan adalah membantu usaha kecil yang berada di sekitar rumahnya, agar tetap hidup.

Bagi UMKM, Awan menyatakan satu-satunya jalan untuk bisa bertahan adalah dengan kolaborasi.

“Pelaku UMKM harus menguatkan kerja sama, membangun ekonomi yang berbasis solidaritas, gotong royong. Kekuatan UMKM karena ada di solidaritas, ada di komunitas. Di depan sudah ada tanda-tanda situasi yang belum baik, maka sistem penahannya adalah komunitas. Di situ ada market sharing, resources sharing. Kita tidak akan jatuh kalau bergandengan,” ujar Awan.

Petani kopi di lereng Gunung Sindoro Jawa Tengah yang akan terdampak lesunya bisnis cafe. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)
Petani kopi di lereng Gunung Sindoro Jawa Tengah yang akan terdampak lesunya bisnis cafe. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

Pemerintah Aktif Bergerak

Pemerintah menyadari, pandemi kali ini membawa dampak besar bagi sektor UMKM. Direktur Pemasaran Ekonomi Kreatif, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Yuana Rochma Astuti menyebut, sejumlah skema bantuan dana telah ditetapkan. Dalam konferensi pers daring pada Senin (21/9), Yuana meminta pelaku UMKM untuk rajin memantau program pemerintah terkait sektor ini.

“Program penguatan ekonomi nasional untuk UMKM masa Covid ini banyak sekali. Salah satunya yang Kemenparekraf baru keluarkan, tetapi sudah tutup kurasinya, bantuan insentif pemerintah. Itu bantuan permodalan bagi UMKM. Ini hibah bukan pinjaman, sebesar Rp 100 juta maksimal. Kemenparekraf mengeluarkan anggaran sekitar Rp 25 miliar untuk program tersebut, yang mendaftar 8.000 UMKM,” kata Yuana.

Dalam secangkir kopi terdapat rantai usaha yang saling terpengaruh dampak pandemi. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)
Dalam secangkir kopi terdapat rantai usaha yang saling terpengaruh dampak pandemi. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) juga bergerak dengan menyusun program transformasi UMKM masa depan. Dalam pernyataan resmi di laman kementerian, Menkop UKM Teten Masduki mengakui, 99 persen pelaku usaha adalah UMKM.

“Sehingga pemulihan ekonomi nasional tidak bisa dilakukan tanpa memulihkan UMKM. Pengangguran akan semakin tajam, kemiskinan akan semakin meningkat apabila UMKM gagal melakukan transformasi,” kata Teten.

Gerobak Oase Coffee di Malioboro, Yogyakarta kini hanya buka di akhir pekan karena sepi. (Foto: Courtesy/Rina/Komunitas Kopi Nusantara)
Gerobak Oase Coffee di Malioboro, Yogyakarta kini hanya buka di akhir pekan karena sepi. (Foto: Courtesy/Rina/Komunitas Kopi Nusantara)

Transformasi UMKM yang diprogramkan Teten antara lain tranformasi digital dalam produksi dan pemasaran, serta menumbuhkan ekosistem pembiayaan, ekosistem perijinan yang lebih mudah, ekosistem kewirausahaan dan akses kepada pasar yang lebih luas seperti ekspor. Dia juga menegaskan, tahun ini pemerintah telah menganggarkan Rp 321 triliun untuk penyelamatan UMKM. Sayangnya, baru 18 persen dari dana itu yang terserap, meski saat ini sudah memasuki bulan September. [ns/ab]

Sumber: VoAIndonesia.com


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved