Economic Issues

Pertumbuhan Ekonomi RI Mandek di 5,01 Persen, Ini Penyebabnya Menurut Indef

Pertumbuhan Ekonomi RI Mandek di 5,01 Persen, Ini Penyebabnya Menurut Indef
Ilustrasi pekerja proyek (Foto istimewa).

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan macetnya konsumsi pemerintah dan meningkatnya laju impor menyebabkan pertumbuhan ekonomi triwulan I mandek di angka 5,01 persen.

“Sebanyak 15 kementerian dengan alokasi dana terbesar ini belanjanya ngerem dan tidak sebesar tahun 2021,” kata Eko Listyanto, Wakil Direktur INDEF.

Padahal, katanya, Kementerian Keuangan menyatakan pendapatan negara pada 2022 meningkat dari Rp 379 Triliun menjadi Rp 500-an triliun. Namun ternyata belanja 15 Kementerian dengan alokasi besar pada triwulan I macet dan tidak sebesar tahun lalu, padahal apabila penyerapan optimal, pertumbuhan ekonomi triwulan I kemungkinan bisa melampaui 5,01 persen.

“Mungkin ini nanti bisa tanya ke menterinya, kenapa penyerapan mereka menjadi lebih rendah dari 2021, sehingga seolah-olah pertumbuhan ekonomi triwulan I karena ekspor dan konsumsi masyarakat, bukan karena dampak kebijakan APBN atau fiskal pemerintah,” kata Eko.

Ia mendorong agar pemerintah mengoptimalkan penyerapan anggaran jika ingin mengejar target pertumbuhan ekonomi tahunan 5,2 persen. Eko menyayangkan selama ini belanja pemerintah seringkali menumpuk di akhir tahun atau triwulan keempat, di mana seharusnya konsumsi pemerintah tersebar pada triwulan awal.

“Kita ingatkan ke pemerintah agar belanja itu tersebar pada triwulan awal, terutama triwulan 1 atau 2, agar dampak ekonominya akan jauh lebih besar. Saya rasa dengan peningkatan penerimaan tidak ada alasan anggaran kurang. Dan ini menjadi kewajiban baik bagi pemerintah pusat maupun daerah, dan juga 15 kementerian yang mendapat alokasi dana besar tetapi belanjanya melempem,” tutur Eko.

Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi triwulan I lebih banyak ditopang pada peningkatan laju ekspor dan konsumsi rumah tangga. Pengendalian pandemi Covid-19 telah membuahkan hasil meningkatkan daya beli masyarakat yang kemudian menopang pertumbuhan ekonomi.

“Di sini kita masih melihat konsumsi belum pulih total karena belum mencapai 5 persen atau saat ini baru 4,3 persen. Ini sebagian besar terjadi karena low base effect yang terjadi di triwulan 2021, di mana konsumsi kita yang tadinya -2,21 persen sekarang tumbuh 4,34 persen,” tutur Eko.

Indef menyarankan agar pemerintah tetap menjaga daya beli masyarakat dan sebaiknya tidak menaikkan harga energi atau kebutuhan pokok karena masyarakat baru saja menikmati penurunan dampak pandemi.

“Jadi secara keseluruhan pertumbuhan konsumsi kita belum pulih betul sehingga kalau ke depan akan ada upaya menaikkan sejumlah harga atau administered price, maka siap-siap saka mungkin daya beli akan rontok lagi pascalebaran,” kata Eko.

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved