Economic Issues

Redam Dampak Corona, Sejumlah Negara Besar Kompak Guyur Stimulus

Sejumlah negara besar ramai-ramai menggelontorkan paket stimulus untuk meredam dampak virus orona atau Covid-19. Paket stimulus itu ditujukan sebagai bentuk mitigasi karena virus mematikan itu sudah berdampak besar terhadap pelambatan perekonomian sejumlah negara.

Belakangan, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) memprediksi virus ini akan membuat nilai perputaran ekonomi dunia hilang lebih dari US$ 1 triliun. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pun dipangkas hingga di bawah 2 persen, jauh di bawah prediksi Bank Dunia sebesar 2,5 persen.

“Selain gangguan supply chain dari dan ke Cina, kebijakan lockdown dan semi lockdown beragam negara, maupun ketidakpastian yang diakibatkan harga minyak memperparah kondisi yang ada,” kata Dato Sri Tahir anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Republik Indonesia dan Badri Munir Sukoco, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga dalam pernyataan bersama di laman resmi Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Sabtu, 21 Maret 2020.

Atas situasi ini, Tahir dan Badri pun menyebut berbagai negara sudah mulai menerbitkan paket stimulus tersebut, berikut rinciannya:

Pertama, Presiden Amerika Serikat Donald Trump sudah mengajukan proposal tiga tahap kepada Kongres AS untuk merespons pandemi virus Corona. Pertama, stimulus ekonomi sebesar US$ 8,3 miliar untuk membiayai riset terkait vaksin, stimulus bagi pemerintah negara bagian dan kota untuk memerangi penyebaran virus, dan mengalokasikan dana untuk mencegah tersebarnya virus ke luar AS.

Kedua, memberikan fasilitas gratis untuk tes virus corona bagi yang membutuhkan, cuti darurat yang dibayar, asuransi yang diperluas bagi penganggur, keamanan makanan, serta peningkatan dana Medicaid. Ketiga, stimulus ekonomi sebesar US$ 1 triliun.

Salah satunya dengan membagikan stimulus ekonomi sebesar US$ 500 miliar melalui pendistribusian US$ 1.000 (rata-rata, tergantung tingkat pendapatan dan jumlah keluarga) kepada setiap pembayar pajak (tahap pertama 6 April dan kedua 18 Mei 2020).

Di Australia, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, tanggal 12 Maret mengumumkan stimulus ekonomi sebesar A$ 17,6 miliar. Tujuannya agar warga negara Australia tetap memiliki pekerjaan dan pebisnis (khususnya UKM) tetap berbisnis.

Di Korea Selatan, Menteri Keuangan Hong-Nam Ki mengumumkan stimulus ekonominya pada 4 Maret 2020 sebesar 11,7 triliun won (setara dengan US$9,8 miliar) untuk memulihkan perekonomiannya. Sama dengan negara lain, Menteri Keuangan Hong-Nam Ki akan memfokuskan pada sektor perekonomian yang rentan, UKM dan sektor informal lainnya.

Lalu di Cina, sampai saat ini belum ada stimulus keuangan. Namun lewat People’s Bank of China (PBOC) atau bank sentral Cina, pada 3 Februari 2020 memperpanjang pinjaman sebesar US$174 miliar untuk membuat pasar uang stabil dan perbankan memiliki cash on hand. Besoknya, jumlah tersebut ditambah sebesar US$71 miliar.

Menurut Tahir dan Badri, hal yang sama juga dilakukan negara-negara lain dengan menyediakan stimulus ekonomi, seperti Jepang, Inggris, Italia, Prancis, Jerman, Kanada. Selain itu, International Monetary Fund (IMF) menyediakan US$ 50 miliar pada 4 Maret, di mana US$ 10 miliar adalah pinjaman dengan bunga 0 persen bagi negara anggotanya.

Indonesia sebenarnya sudah melalukan hal yang sama dengan mengeluarkan stimulus jilid I sebesar Rp 10,3 triliun di sektor pariwisata dan jilid II sebesar Rp 22,9 triliun di sektor perpajakan. Namun, Tahir dan Badri mengusulkan sejumlah stimulus lain yang lebih serius.

Salah satu stimulus yang dirilis yaitu memangkas suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sebab, UMKM menyumbang 60 persen pertumbuhan ekonomi nasional. Saat ini, suku bunga KUR masih sebesar 6 persen. “Mereka perlu menerima bantuan kredit murah yang lebih terjangkau dari KUR, idealnya kurang lebih 2 persen untuk UMKM,” kata Dato dan Badri.

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved