Economic Issues

SPS Usulkan Bebas Pajak Kertas

SPS Usulkan Bebas Pajak Kertas
Warga membaca koran. (Foto : Dewan Pers)

Media arus utama berbasis cetak merupakan salah satu wahana pendidikan seiring dengan derasnya arus informasi yang diterima masyarakat. Sebagai bagian dari media arus utama, kontribusi penerbit pers cetak terhadap informasi yang utuh juga sangat kuat lantaran menyajikan informasi yang bertanggungjawab dan mencerdaskan masyarakat. Peran media cetak itu selaras dengan upaya pemerintah yang mengampanyekan gerakan anti berita palsu (hoax).

Guna menunjang peran media cetak itu, Serikat Perusahaan Pers (SPS) mengusulkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengimplementasikan bebas pajak bagi pengetahuan terhadap industri media cetak. Alasan SPS menyodorkan usulan ini supaya penerbit media cetak mendapatkan keringanan terhadap pajak pembelian kertas dan penjualan produknya.

SPS, sebagai satu-satunya asosiasi penerbit pers cetak di Indonesia yang beranggotakan 450 penerbit, meyakini pemberian insentif atas pembelian kertas koran dan penjualan media cetak tidak akan membuat pundi-pundi keuangan negara tergerus.

“Justru melalui insentif tersebut, akan mengundang minat baca masyarakat semakin tinggi terhadap media cetak. Pada gilirannya budaya membaca yang kuat akan berkontribusi terhadap pencerdasan bangsa. Ada sisi intangible advantage yang luput dari perhitungan Menkeu jika menolak kampanye No Tax for Knowledge penerbit media cetak,” ungkap Sekretaris Jenderal SPS Pusat, Asmono Wikan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (14/8/2019).

Berpijak dari hal itu, SPS Pusat memperjuangkan permohonan ‘Bebas Pajak bagi Pengetahuan’ (No Tax for Knowledge) yang diajukan ke Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. No Tax for Knowledge ini merupakan perjuangan para penerbit media cetak guna mendapatkan keringanan terhadap pajak pembelian kertas dan penjualan produknya.

Untuk itu, pengurus SPS Pusat pada 9 Juli 2019 berkorespondensi dengan Menkeu untuk mendiskusikan lebih lanjut mengenai isu No Tax for Knowledge. Upaya ini menindaklanjuti saran Wakil Presiden, Jusuf Kalla, tatkala pengurus SPS Pusat beraudiensi dengan Wapres Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, pada 18 Maret 2019.

Sayangnya, permohonan SPS Pusat untuk mendiskusikan lebih lanjut dengan Menkeu belum menemui titik terang lantaran Menkeu melalui surat tertanggal 7 Agustus 2019 belum mengapresiasi permohonan SPS Pusat untuk mendiskusikan No Tax for Knowledge tersebut. “Kami dengan menyesal belum bisa memenuhi permohonan pengurus SPS Pusat untuk bertemu Menteri Keuangan,” demikian bunyi kutipan surat yang ditandatangani Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, tanpa ada penjelasan memadai.

Asmono menyayangkan apabila Menkeu terlalu dini menutup pintu dialog dengan SPS Pusat ikhwal No Tax for Knowledge. “Padahal ikhtiar pers cetak dalam ikut meliterasi dan mengkonsolidasi keutuhan bangsa selama ini tak terhitung lagi banyaknya,” imbuh Asmono. Di berbagai negara maju yang tingkat literasinya tinggi, seperti Norwegia, Jerman, Denmark, Swedia, dan India, insentif atas kertas koran diberlakukan di negara itu. Tak heran, jika peran pers cetak di negara-negara tersebut masih sangat kuat dalam ikut mendidik masyarakat.

Di Indonesia, peran media itu tak jauh berbeda dibandingkan negara yang mendapat insentif tersebut. Bahkan, lanjut Asmono, kontribusi industri media cetak di Tanah Air menyumbang pajak ke negara yang nilainya mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah di setiap tahun. Asmono menghimbau pemerintah untuk berpihak kepada industri media cetak agar bisnis media cetak berkesinambungan di masa mendatang.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved