Trends

Ekonomi Bali Alami Pertumbuhan Terendah

Aktivitas Turis di Bali

Menurunnya kinerja pariwisata di tengah pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, menyebabkan perekonomian Bali pada triwulan I/2020 terkontraksi sebesar -1,14%. Kinerja beberapa sektor utama pendukung pariwisata mengalami kontraksi pertumbuhan, seperti sektor akamodasi dan makan minum, transportasi serta perdagangan. Penurunan kinerja pariwisata tersebut juga berdampak terhadap menurunnya pendapatan masyarakat yang selanjutnya akan memengaruhi konsumsi masyarakat. Demikian disampaikan Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali, Rizki Ernadi Wimanda, dalam acara kegiatan SURYA (Survei Bicara) yang merupakan kegiatan disseminasi hasil survei Bank Indonesia yang diselenggarakan KPw Bank Indonesia Bali, Selasa (19/5).

Pada triwulan I/2020, konsumsi rumah tangga melambat dengan tumbuh 2,9% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 5,7% (yoy). Kontraksi dalam perekonomian Bali tersebut menurut Rizki juga terkonfirmasi dari beberapa survei yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Bali seperti Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE) serta survei insidentil mengenai kondisi dunia usaha maupun pendapatan masyarakat.

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) terhadap 129 responden pada triwulan I – 2020 menunjukkan penurunan dengan nilai Saldo Bersih Tertimbang -31,9%, dibandingkan triwulan IV – 2019 yang masih tumbuh 20%. Penurunan tersebut terutama bersumber dari penurunan kinerja sektor akomodasi makan dan minum yang mencapai 16,77% serta Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 5,30%. Kinerja penjualan eceran tertekan terutama sejak bulan Maret 2020.

Indeks Perdagangan Riil Provinsi Bali turun mencapai 18% pada bulan Maret 2020. Kontraksi diperkirakan masih berlanjut di bulan April 2020 dengan penurunan yang lebih dalam. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan penjualan cukup dalam adalah untuk makanan, minuman dan tembakau dan sandang. Kondisi ini sejalan dengan menurunnya permintaan dari hotel dan restoran yang saat ini beroperasi secara minimal bahkan mengalami penutupan sementara.

Selanjutnya, berdasarkan survei mengenai persepsi bisnis dan tenaga kerja terhadap 60 perusahaan pada bulan April 2020, 94% responden menyatakan bahwa Penyebaran COVID-19 berdampak terhadap kinerja usaha saat ini. Kondisi ini menyebabkan terdapat 28% responden yang menghentikan usaha sementara tertama di bidang transportasi, akomodasi dan restoran, perdagangan serta jasa lainnya (travel agent). Sementara itu 66% responden menyatakan bahwa meski usaha masih tetap berjalan namun saat ini mengalami penurunan omset.

Kondisi ini mengakibatkan perusahaan menerapkan kebijakan untuk mengurangi jumlah pegawai. Saat ini, 53% responden menyatakan perusahaan sudah menerapkan pengurangan jumlah karyawan, mayoritas melalui kebijakan cuti diluar tanggungan. Sementara itu, 8% perusahaan menyatakan sudah mulai menerapkan PHK bagi pegawai. Ke depan, dunia usaha berpendapat bahwa situasi ini hanya bersifat sementara.

Pelaku usaha berpendapat bahwa permintaan akan kembali membaik dalam 6 – 9 bulan (sampai akhir tahun 2020). Ke depan, dunia usaha masih memandang prospek perekonomian di Bali pasca adanya COVID-19.

Menurunnya kinerja perkembangan di dunia usaha tersebut menurut Rizki juga berdampak kepada kinerja konsumsi masyarakat. “Hasil Survei Konsumen bulan April menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen saat ini sudah mencapai ke level pesimis”. Penurunan yang cukup dalam terutama untuk persepsi akan kondisi saat ini baik dalam hal jumlah penghasilan maupun ketersediaan lapangan kerja.

Hasil survei Bank Indonesia kepada 200 responden pada bulan April 2020 juga menyatakan bahwa penyebaran COVID-19 mengakibatkan penurunan pendapatan untuk 78% responden. Menurunnya pendapatan disebabkan oleh menurunnya penjualan serta adanya kebijakan pengurangan jam kerja, gaji dan insentif. Penurunan tersebut terutama dialami oleh pekerja di sektor pertanian, jasa pendidikan, dan jasa administrasi pemerintahan.

Adanya penurunan pendapatan, menurut Rizki, direspon dengan menurunkan biaya kebutuhan sehari-hari oleh 61,5% responden. Responden yang mengurangi biaya kebutuhan sehari-hari terutama yang memiliki pendapatan lebih rendah. “Besar penurunan tersebut diperkirakan mayoritas sebesar 10 – 30% dari pengeluaran sebelumnya,” tutur Rizki.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved