Management Trends zkumparan

Frisian Flag dan KPBS Pangalengan Tingkatkan Kualitas Susu Segar

Indonesia masih terbilang jauh untuk dapat memproduksi susu secara mandiri.

Kondisi inilah yang mendorong PT Frisian Flag Indonesia (FFI) membangun 5 Milk Collection Point (MCP) digital di Pangalengan, Bandung untuk memberdayakan peternak sapi perah Indonesia, baik secara kualitas ekonomi dan kualitas susu yang dihasilkan. Lewat kolaborasi ini, kualitas susu segar meningkat hingga 90 %

Melalui kemitraan dengan Koperasi Peternakan Bandung Selatan Pangalengan (KPBS Pangalengan), MCP dibangun untuk mendorong para peternak sapi perah agar terus melakukan tata laksana dan tata kelola peternakan yang baik demi peningkatan kesejahteraan para peternak.

Saat ini, KPBS Pangalengan mencatat data Total Plate Count (TPC) sekitar 0,3 juta cfu/ml untuk kualitas susu terbaik yang dihasilkan oleh para peternak sapi perah.

Hingga saat ini, sebanyak total 806 peternak sapi perah telah difasilitasi oleh kelima MCP, yang dilengkapi dengan sistem barcode digital yang akan membantu peternak sapi perah untuk mendapatkan penilaian yang valid untuk penetapan harga susu yang adil.

Setelah peternak sapi perah membawa susu hasil produksinya ke MCP, sistem digital pada MCP akan menghitung TPC atau jumlah bakteri yang terkandung dalam susu segar. Semakin rendah angka TPC, semakin tinggi kualitas susu segar dan susu akan dihargai lebih tinggi. Setelah adanya MCP terjadi penurunan TPC hingga 90%.

Sistem digital masih tergolong baru di Indonesia yang diterapkan di MCP ini, juga akan memudahkan peternak sapi perah untuk mendapatkan akses digital ke data susu mereka, termasuk analisis data TPC dan komposisi susu. Sistem barcode digital juga diharapkan dapat menghindari kesalahan manusia dalam memasukkan data serta mengurangi limbah kertas.

FFI berharap pembentukan MCP dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan pengalaman para peternak sapi perah. Tidak hanya menyediakan sistem digital untuk penilaian kualitas dan penetapan harga susu, namun melalui inisiatif MCP, pihaknya juga memberikan pembinaan dan pelatihan serta alat pendukung untuk mendorong peternak terus meningkatkan tata laksana dan tata kelola peternakan sapi perah.

Sistem digital FFI akan memungkinkan data nilai TPC per peternak dari susu yang diproduksi untuk dipantau secara ketat dan disimpan untuk proses pembelajaran dan pengalaman peternak. “Pada akhirnya, kami berharap usaha peternakan ini dapat meningkat secara berkelanjutan,” kata Akhmad Sawaldi, DDP Manager dan FDOV Project Frisian Flag Indonesia.

Apresiasi serupa juga diungkapkan oleh H. Aun Gunawan, SE, Ketua KPBS Pangalengan. “Kami menghargai inisiatif FFI yang telah menginspirasi para peternak sapi perah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka,” ujarnya.

Sejak MCP digital beroperasi di Pangalengan, terdapat kenaikan harga susu sebesar 10% yang dihasilkan oleh peternak sapi perah. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kualitas susu secara konsisten.

Ke depan, FFI menargetkan agar lebih banyak peternak sapi perah yang mendapatkan kenaikan harga. Selain itu, dapat memperluas MCP digital ke daerah lain karena akan lebih baik jika para peternak sapi perah di Indonesia juga terinspirasi dan termotivasi oleh inisiatif MCP.

Dengan pembangunan MCP ini FFI memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah lokal di Indonesia, serta memastikan terpenuhinya kebutuhan susu di Indonesia. Pembentukan MCP berada di bawah pilar “Less & Better” dari Program FDOV (Sustainable Dairy Development Program) Indonesia. Program jangka panjangnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas susu segar produksi Indonesia.

Program FDOV yang diluncurkan pada 2013 adalah kemitraan publik dan swasta yang bertujuan untuk meningkatkan peternakan sapi perah di Indonesia. Program ini mencerminkan kemitraan jangka panjang antara Friesland Campina, FFI, Koperasi Peternak Sapi Perah Lembang & Pangalengan, Wageningen University, konsultan Friesland, Agriterra, dan Pemerintah Belanda.

Khususnya di Pangelangan, sejak tahun 2015 hingga saat ini sebagai bagian dari program FDOV, FFI bermitra dengan KPBS Pangalengan untuk mendirikan lima MCP yang diperuntukkan bagi para peternak sapi perah di Pangalengan, yaitu MCP Los Cimaung, MCP Warnasari, MCP Cipanas, MCP Citere, dan MCP Mekar Mulya.

Bagaimana Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan Susu? FFI menawarkan inisiatif MCP untuk membantu memotivasi peternak sapi perah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun, pengelolaan peternakan sapi perah yang baik juga berperan penting dalam memproduksi susu berkualitas tinggi.

Proses pemerahan susu yang tepat adalah salah satu faktor dalam pengelolaan peternakan sapi perah yang baik dan perlu dipraktekkan secara konsisten oleh para peternak sapi perah. Sebelum membawa susu mereka ke MCP, peternak sapi perah harus melalui proses pemerahan susu yang tepat untuk memastikan hanya susu berkualitas terbaik yang didistribusikan ke koperasi.

Jadi, SOP penanganan susu yang baik meliputi:

1. Membersihkan dan mengeringkan putting (ambing) sapi dengan benar sebelum memerah susu .

Sebelum memerah susu, peternak sapi perah perlu memastikan bahwa ambing sapi sudah kering dan bersih. Hal ini sangat penting bagi peternak sapi perah untuk mendapatkan susu berkualitas tinggi dan bersih. Ambing sapi yang kering dan bersih juga dapat memastikan akan lebih sedikit bakteri atau benda asing lain yang masuk ke dalam susu.

2. Standar milk can – bersih dan higienis – untuk menyimpan susu. Sebelum digunakan, peternak sapi perah perlu memastikan agar milk can telah bersih dan higienis. Cara termudah untuk memastikan kebersihannya adalah dengan membersihkan milk can di daerah MCP. Setiap MCP menyediakan air bersih, sabun, dan desinfektan untuk membersihkan kaleng susu.

3. Susu harus disaring sebelum dimasukkan ke dalam milk can.

Selain memastikan milk can atau kaleng susu harus higienis, peternak sapi perah perlu menggunakan saringan bersih sebelum susu dimasukkan. Penyaringan dilakukan untuk memastikan tidak ada benda asing yang masuk dan berpotensi merusak susu.

4. Susu pertama harus dibuang.

Sebelum memerah susu sapi, petani perlu memastikan kandang sapi, alat, dan tangan peternak harus bersih. Susu pertama yang dihasilkan dari pemerahan pertama perlu dibuang karena biasanya mengandung banyak bakteri. Susu ini tidak akan memenuhi syarat sebagai susu berkualitas di MCP.

Setelah proses pemerahan dilakukan, peternak sapi perah akan membawa susu langsung ke MCP untuk diukur kuantitas dan kualitasnya.

“Saya menghargai adanya inisiatif MCP yang telah membantu kami memproduksi susu berkualitas tinggi. Susu sapi saya sekarang sudah mencapai harga tertinggi dan saya akan terus meningkatkan kualitas plus produktivitas susu segar yang dihasilkan peternakan sapi perah saya,” ungkap Jajang, peternak sapi perah berusia 41 tahun.

Ungkapan senada diutarakan Torsiwan Harsa, 47 tahun, peternak sapi perah yang telah bergabung dengan MCP Citere pada Januari 2017. “Saya senang setiap membawa susu produksi peternakan saya ke MCP. Saya penasaran untuk mengetahui apakah kualitas susu saya hari ini lebih baik dari kemarin. MCP benar-benar memotivasi saya untuk menjadi lebih baik setiap harinya,” ucap Torsiwan penuh semangat.

“Antusiasme dari para peternak sapi perah inilah yang memotivasi kami untuk terus melanjutkan program pemberdayaan peternak sapi perah. Kami senang jika para peternak sapi perah dapat merasakan manfaat dari program kami, termasuk inisiatif MCP ini,” jelas Akhmad.

Selain dari sesi pelatihan mengenai tata laksana dan tata kelola peternakan sapi perah di bawah inisiatif Dairy Development Program (DDP), FFI ingin memastikan bahwa setiap peternak sapi perah memahami dan menjalankan proses pemerahan sapi dengan baik serta mengambil manfaat dari MCP digital ini. Untuk jangka panjang, program MCP diharapkan dapat membantu kesejahteraan peternak sapi perah dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved