Management Trends zkumparan

Hampir 80% Masyarakat Indonesia Ikut Program JKN

Hampir 80% Masyarakat Indonesia Ikut Program JKN

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengadiri Financing Universal Health Coverage (UHC): Aligning Around a Country-Led Vision di Washington DC, Amerika Serikat. Acara ini merupakan rangkaian kunjungan kerja Menteri PPN ke World Bank Group-International Monetary Fund Spring Meeting.

Dalam lawatannya, Bambang menyebut, Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam mencapai program kesehatan universal atau UHC. Program ini pun juga teah diterjemahkan ke dalam kebijakan pembangunan kesehatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. “Tujuan pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 tidak hanya untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi penduduk, tetapi juga untuk meningkatkan pemerataan layanan kesehatan dan perlindungan finansial,” jelasnya.

Dia mengatakan, perlindungan finansial yang telah diimplementasikan oleh pemerintah cukup menjanjikan. Hal tersebut mengingat sebesar 3,61% populasi masih berhadapan dengan pembayaran fasilitas kesehatan dengan prinsip out-of-pockets.

Namun, dia mengatakan, angka tersebut juga masih berada di bawah rata-rata negara lain, yakni sebesar 9,2%. “Data ini menunjukkan Indonesia masih lebih baik dalam menjamin perlindungan finansial masyarakatnya. Namun, meskipun perlindungan finansial berhasil mencapai target sebagian besar penduduk, Indonesia tetap perlu meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan untuk mencapai UHC,” jelas Bambang.

UHC merupakan program global untuk melindungi kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Program ini dianggap bagian dari pembangunan berkelanjutan, salah satu cara dalam mengurangi kemiskinan, dan dianggap dapat memangkas kesenjangan sosial.

Dalam Global Monitoring Report on Tracking Universal Health Coverage 2017, WHO dan World Bank menggunakan dua indikator untuk memantau kemajuan negara menuju UHC. Selain perlindungan finansial, indikator lainnya adalah indeks cakupan layanan yang menunjukkan tingkat cakupan layanan esensial, seperti kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, pengendalian penyakit, serta kapasitas dan akses layanan.

Pada 2015, tingkat cakupan layanan sangat bervariasi di seluruh negara, mulai dari terendah 22 sampai dengan tertinggi 68. Namun, posisi Indonesia kini berada di indeks 49.Dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara, cakupan layanan esensial di Indonesia masih tergolong rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa ada segmen populasi yang tidak memiliki cakupan penuh dengan layanan kesehatan esensial. Untuk mencapai UHC, Bambang mengatakan, pertama, Indonesia harus berinvestasi dalam layanan kesehatan publik, termasuk layanan kesehatan ibu, bayi, dan anak serta tindakan dan perawatan promotif dan preventif penyakit tidak menular.

Kedua, memperkuat aspek sisi suplai SDM, farmasi dan peralatan kesehatan, infrastruktur, dan sistem informasi kesehatan. Ketiga, meningkatkan pembiayaan kesehatan melalui perluasan keanggotaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meningkatkan efisiensi, serta mengeksplorasi sumber pendanaan baru. Keempat, memperkuat tata kelola dan pendekatan multisektor.

“Untuk memastikan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, Pemerintah Indonesia memperkenalkan JKN pada 2014. Dengan prinsip no one left behind, setiap orang diharuskan memiliki asuransi kesehatan,” kata dia. Hingga Maret 2019, tercatat sebanyak 78% atau 218 juta orang telah mengikuti JKN. Dimana hampir setengah dari jumlah itu adalah penduduk miskin dan hampir miskin, yaitu 40% dari masyarakat berpenghasilan rendah yang preminya dibayar oleh pemerintah.

Sementara itu, untuk mengurangi kesenjangan kesehatan, Pemerintah Indonesia juga berupaya melanjutkan kebijakan afirmatif untuk meningkatkan jumlah fasilitas kesehatan terakreditasi dan tenaga kesehatan di seluruh wilayah, memperluas cakupan Premium Assistance Beneficiaries (PBI) untuk 40% keluarga berpenghasilan rendah, mendukung pemerintah daerah melalui kebijakan transfer fiskal, dan menerapkan standar layanan minimum.

“Kebijakan transfer fiskal dilakukn untuk meningkatkan ketersediaan fasilitas dan layanan kesehatan berkualitas. Sementara penerapan standar layanan minimum diperlukan untuk memastikan setiap kabupaten menyediakan akses ke layanan kesehatan untuk semua lapisan masyarakat,” kata dia.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved