Marketing Trends zkumparan

Herbalife Bangun 5 Digital Touch Point sebagai Strategi Pemasaran Digital

Herbalife Bangun 5 Digital Touch Point sebagai Strategi Pemasaran Digital
Elfrida Viesta Napitupulu, Head of Marketing Herbalife

Model bisnis Herbalife selama ini adalah penjualan langsung (direct selling) dengan mengandalkan jejaring distrbutor independen di mana konsumen dan distributor kerap bertemu untuk berkonsultasi seputar masalah nutrisi dan kesehatan. Hal ini membuat produsen produk nutrisi dan penurun berat badan ini harus bergerak cepat memindahkan bisnisnya ke ranah digital saat pandemi Covid-19 melanda.

Elfrida Viesta Napitupulu, Head of Marketing Herbalife, dalam webinar bertajuk ‘Indonesia Digital Marketing Champion 2021’ yang diselenggarakan Majalah SWA dan Business Digest, membagikan strategi Herbalife berpindah dari pemasaran konvensional ke pemasaran digital.

Pihaknya mencoba mempelajari perilaku konsumen masa kini yang sudah sangat melekat dengan kehidupan digital. Sedari bangun tidur mematikan alarm di telepon pintarnya, lalu membuka aplikasi berita, media sosial, hingga aplikasi obrolan. Selanjutnya dalam perjalanan ke kantor sambil menikmati musik dari aplikasi musik, kembali membuka media sosial dan aplikasi obrolan. Lalu pada jam istirahat siang kembali scrolling media sosial dan aplikasi belanja online. Memilih produk yang diinginkan atau dibutuhkan lalu klik ‘beli sekarang’. ini adalah gambaran perilaku konsumen ritel pada umumnya.

Menurut Elfrida perilaku tersebut juga berlaku pada konsumen yang sudah mengenal Herbalife, “Jadi, pagi hari dia mengecek handphone-nya, lalu membuka messages dan media sosial. Salah satunya FB Herbalife, dia mulai scrolling kemudian memilih produk yang dia inginkan untuk kemudian ‘shop now’. “

Selain mempelajari perilaku kehidupan digital konsumen, Herbalife juga mengantongi modal data yang kuat. Elfrida mengungkapkan 31% dari populasi Indonesia itu adalah milenial, ini merupakan sebuah potensi besar. Sementara member Herbalife sendiri didominasi kelompok milenial ini sekitar 47,5%, lalu 7% adalah kelompok generasi Z.

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi perilaku mereka (konsumen): perrtama, mereka cenderung reluctant, karena sebagian besar mereka adalah ibu-ibu. Mereka familiar dan loyal dengan satu platform media sosial , saat ini lebih banyak di FB. Sebagian mereka masih menghadapi isu akses internet yang kurang lancar, kemudian juga skill media sosial masih kurang. Lalu dari segi konten, jika sebelumnya secara offline atau tatap muka Herbalife sering membagikan informasi yang detail dan panjang, maka selama masa pandemi dan semua dilakukan di platform online maka infromasi yang dibagikan dikemas lebih singkat dan padat.

“Oleh karena itu kami berusaha untuk membuat konten sosial media kami (FB dan IG) lebih menarik. Sehingga mereka semakin merasa bahwa ini adalah produk yang benar-benar mengerti dengan mereka,” ungkap Elfrida.

Ketika pandemi melanda Herbalife harus cepat melakukan turnoround ke digital. “Kami kemudian sadari beberapa hal, pertama website kami yang ternyata saat itu belum user friendly, maka kami secara cepat men-develop website kami agar lebih user friendly. Jadi selama pandemi kemarin kami tetap membangun brand, menambah member baru, dan menjaga bonding dengan eksisting customer. Dan konsep brand sebagai good nutrition itu tetap harus kami kawal tetapi dengan platform yang berbeda.” jelas Elfrida.

Strategi pemasaran digital Herbalife kemudian dibangun dalam 5 pilar yang disebut sebagai digital touch point. Pertama, media sosial, ada di tiga platform yaitu IG, FB dan Youtube. Kedua, email blasting yangdibagi dalam dua kelompok yakni kelompok berdasarkan interest dan segmentasi. Ketiga adalah website. Keempat adalah virtual event berupa webinar dan meet up lewat Zoom, tapi kami bagi ada dua kelompok yaitu untuk member dan untuk customer. Kelima, adalah aplikasi mobile untuk mengakomodir kebutuhan mereka.

“Untuk menggiring ini kami membuat sebuah tema, karena harus ada tema untuk bisa menjadi top of mind, apa yang kami lakukan adalah membuat tema ‘Share the power of good nutritions’. Jadi apa saja bentuk komunikasinya agar membuat member aware apa saja protein atau nutrisi baiknya Herbalife. Lalu, kami juga membagikan informasi sederhana seperti bagaimana berolah raga di rumah, dan lainnya,” Elfrida memaparkan.

Brand aktivasi juga tetap dilakukan secara offline dengan tetap mematuhi prokes dengan tema ‘Healthy lifestyle :Get Moving With Good Nutrition‘. Selain itu Herbalife membuat aktivitas yang menarik dan remarkable. Misalnya saat Ramadhan ada Ramadhan Series, lalu ada juga virtual run, virtual decathlon dan virtual workout.

Lalu, apa yang berhasil membuat mereka mengadopsi kebiasaan baru ini? “Jadi, pertama adalah konten media sosial yang menarik. Caranya membuat brand guidence, misalnya terkait olah raga harus seperti apa, kemudian harus clear dan sederhana supaya konsumen mudah paham, kemudian convertational dan approachable. Kemudian, emotion-driven, positive-uplifting,honest and authentic, community oriented,” jelasnya.

Hasilnya, diakui Elfrida sangat menggembirakan. Di media sosial, khususnya Instagram Herbalife berhasil mencatat pertumbuhan followers 28%, engagement 1,7% dan impression tumbuh 10%. Di media sosial, Herbalife juga menggandeng KOL (key opinion leader) untuk membangun awareness, sehingga bisa menjangkau 20 juta orang dari 399 postingan mereka.

Lalu, untuk menjaga keberlanjutan kampanye digital ini, Elfrida mengaku pihaknya melakukan upaya membuat Herbalife balance nutritions ini menjadi kebiasaan dan gaya hidup masyrakat dengan mengonsumsi produk berkualitas tinggi. Selanjutnya juga dillakukan diferensiasi distribusi dengan memberikan coaching personal. “Itu sebabnya produk kami hanya bisa diperoleh lewat distributor resmi. Tujuannya, supaya customer mendapat added value, merasa ada bonding, merasa bahwa dengan mengonsumsi Herbalife apa untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,” ujar Elfrida.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved