Marketing Trends zkumparan

HIMKI Kembali Tolak Ekspor Kayu Log dan Bahan Baku Rotan

IFEX 2018 menghadirkan mebel dan kerajinan dari para pengrajin lokal.

Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) kembali menegaskan sikap penolakan terkait wacana pembukaan keran ekspor kayu gelondongan (log) dan bahan baku rotan.

Menurut HIMKI, apabila hal ini dibiarkan maka bahan baku kayu dan rotan Indonesia bisa habis tanpa bisa dinikmati oleh para pelaku industri furnitur dan kerajinan lokal. Pihak yang paling diuntungkan dari ekpor bahan baku ini adalah pelaku industri di luar negeri yang bisa mendapatkan bahan mentah dengan harga murah lalu menjualnya dengan harga tinggi.

“Industri furnitur dan kerajinan kita masih dalam tahap recovery. Adanya wacana ekspor bahan mentah ini bisa membuat industri kita berantakan. Oleh karena itu, HIMKI menolak dengan tegas wacana untuk membuka kembali ekspor log dan bahan baku rotan,” jelas Sekretaris Jenderal HIMKI, Abdul Sobur.

Kelangkaan bahan baku di industri furnitur dan kerajinan pernah terjadi karena kebijakan ekspor di masa lalu. Akibatnya, para pengusaha industri rotan di Jepara, Banten, Lampung, Palembang, sentra industri rotan di Surabaya, dan beberapa sentra industri mebel lain kesulitan memperoleh bahan baku. Bahkan kebijakan tersebut telah menghapus Trangsan, Sukoharjo, Jawa Tengah, dari peta sentra industri mebel dan kerajinan rotan nasional.

Kebijakan pembukaan keran ekspor log dan bahan baku rotan, menurut Sobur, hanya akan menguntungkan negara-negara importir yang telah lama menunggu kebijakan itu untuk memenuhi pasokan bahan baku industri mereka. Hal inilah yang membuat Tiongkok dan Vietnam mampu tampil lebih dominan dan bisa menjual produk barang jadi rotan dengan harga yang lebih murah, karena juga mendapatkan bahan mentah tersebut dari Indonesia dengan harga murah.

Oleh karena itu, HIMKI tetap mendukung kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor bahan baku berupa log, kayu gergajian, rotan mentah atau asalan, rotan poles, hati rotan serta kulit rotan sesuai dengan Permendag No. 44 Tahun 2012 demi menjamin pasokan bahan baku bagi industri barang jadi di dalam negeri. Selain itu, HIMKI juga mendukung kebijakan pemerintah dalam peningkatan nilai tambah produk di dalam negeri, yaitu dengan mengolah bahan baku menjadi barang jadi sesuai UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.“Produk-produk yang memiliki added-value justru lebih bernilai tinggi. Oleh karena itu, kami juga terus mendorong anggota untuk memproduksi produk-produk dengan nilai tambah yang tinggi,” ujar Sobur.

HIMKI meminta pemerintah tidak menindaklanjuti dan menghapus wacana ekspor bahan baku log dan rotan karena bisa menggerus permintaan ekspor mebel dan kerajinan dan merusak iklim industri dalam negeri. Potensi pindahnya permintaan produk mebel dan kerajinan ke negara lain bahkan sudah mulai terlihat sejak wacana tersebut digulirkan kembali dan menimbulkan sentimen negatif pada industri mebel dan kerajinan Indonesia. Negara sasaran ekspor produk furnitur dan kerajinan Indonesia mulai meragukan stabilitas produksi mebel dan kerajinan domestik, sehingga memikirkan untuk beralih ke negara kompetitor.

“Pemerintah kami harap bisa konsisten mendorong ekspor produk barang jadi kayu dan rotan serta melarang ekspor kayu dan rotan dalam bentuk bahan baku untuk meredam keresahan para pelaku usaha yang bergerak di bidang barang jadi. Jika terjadi ekspor log, kita seperti kembali ke zaman VOC” ungkapnya.

HIMKI juga hadir dalam penyelenggaraan Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2018 guna menyatakn dukungannya untuk industri mebel dalam negeri. Dalam pameran tersebut buyers dan visitors internasional juga mendapatkan informasi dari para peserta pameran yang tahun ini mencapai sekitar 500 perusahaan. Kemampuan untuk meyakinkan buyers luar negeri sangat penting artinya untuk mengembangkan industri furnitur dan kerajinan Indonesia di masa depan. IFEX terbukti mampu memberikan insight penting bagi para buyers terkait industri furnitur dan kerajinan Indonesia.

HIMKI berharap pameran ini juga bisa berperan dalam meyakinkan buyers luar negeri bahwa industri furnitur Indonesia akan terus berkembang dan tumbuh meskipun menghadapi beberapa tantangan. “IFEX akan terus menjadi jendela yang menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan industri furnitur kita kepada buyers internasional. Meskipun saat ini masih ada beberapa kendala, namun kami optimis industri ini akan terus berkembang,” dia menegaskan.

Pameran IFEX 2018 kembali mencatat kesuksesan. Sebanyak 8.476 pengunjung dari 114 negara memadati area IFEX 2018, per kemarin (11/3). Sementara itu, untuk on the spot transaction tercatat US$ 350 juta dan follow up transcation sebanyak US$ 790 juta, sehingga total transaksi mencapai US$ 1,14 miliar. Dengan demikian, terjadi peningkatan transaksi senilai 14% dari total transaksi tahun lalu.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved