Technology Trends

Industri Makanan Harus Siap Beralih ke Cloud Kitchen

~~

Dalam laporan yang bertajuk Food for thought: evolution of food services post-COVID-19 in Asia yang dirilis Kearney, pelaku industri yang beradaptasi dengan cepat dan menggunakan model bisnis berbasis teknologi merupakan industri yang justru berkembang pesat di tengah pandemi covid-19.

“Ketika dampak ekonomi dari COVID-19 dan preferensi konsumen terus berkembang, perusahaan jasa makanan harus segera melakukan pengaturan dan investasi ulang yang signifikan pada bisnis,” ujar Siddharth Pathak, Partner Kearney.

Dengan pengaturan ulang, 30% biaya bisnis dapat dilokasikan ke dalam model operasi baru, seperti cloud-kitchen, restoran yang baru, atau restrukturisasi. “Pengoptimalan biaya ini dapat menghemat lebih dari 10%, didorong oleh penyesuaian staf, biaya sewa, dan sumber bahan dapur,” ujar Shirley Santoso, Partner Kearney menambahkan.

Penghematan tersebut, kata dia, dapat digunakan untuk investasi di bidang digital dan strategi komunikasi. Sehingga, menurutnya, dapat membentuk kepercayaan konsumen dan persepsi brand yang positif.

Masih dalam laporannya, pengiriman makanan online di Asia dikatakan meningkat sebanyak 30% pada tahun 2020. Tahun sebelumnya bahkan tidak mencapai 20%. Agregator makanan mengalami pertumbuhan lebih dari 30%. 65% dari pengiriman makanan online berasal dari agregator.

Peran agregator bagi industri jasa makananadalah untuk menghimpun data serta informasi dalam memperlancar pemesanan, pelacakan pembayaran, pengiriman, serta pengalaman konsumen. Cloud-kitchen juga semakin populer dan sudah diterapkan oleh sebagian besar restoran cepat saji untuk mendorong pertumbuhan.

“Restoran berantai perlu beralih ke model hybrid network atau jaringan hibrida yang menggabungkan toko fisik yang lebih kecil, cloud-kitchen dan outlet khusus untuk takeaway,” kata Shirley.

Kehadiran restoran flagship akan tetap relevan untuk membangun brand, tetapi, menurutnya, ukurannya akan lebih kecil 15% karena berkurangnya pelanggan yang makan di tempat. “30 persen portofolio perusahaan juga akan dialokasikan untuk cloud-kitchen,” ujarnya.

Untuk bisnis layanan makanan mandiri yang lebih kecil, laporan Kearney menunjukkan bahwa kemungkinan mereka perlu untuk menutup toko fisik mereka dan beralih sepenuhnya ke cloud-kitchen. Mereka juga akan bergantung pada agregator. Sekitar 15 – 20% pesanan akan dipimpin oleh agregator. Industri jasa makanan akan menjadi lebih terkonsolidasi karena agregator makanan mengambil bagian besar dari pasar layanan makanan.

“Dalam ranah business-to-business (B2B), agregator akan mengakuisisi perusahaan yang dapat memberi nilai tambah,” kata Siddharth. Para agregator ini, kata dia akan membangun aringan cloud-kitchen seperti di Thailand, Singapura, Filipina, dan Indonesia. Tidak hanya itu, mereka juga akan menjadi one-stop-shop bagi perusahaan layanan makanan, dengan menyediakan bahan baku, peralatan masak, ruang cloud-kitchen, pinjaman modal, alat analisis, serta sistem point of sale.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved