Trends

Ini Kata Pengamat Soal Utang Masa Lalu Indonesia

Ini Kata Pengamat Soal Utang Masa Lalu Indonesia

Ekonomi Indonesia dinilai masih dibebani utang masa lalu. Ini membuat utang yang dilakukan pemerintah saat ini lebih banyak digunakan untuk membayar bunga utang masa lalu. “Indonesia masih bergelut dengan utang warisan masa lalu,” kata dosen ekonomi Universitas Pertamina, Eka Puspitawati, dalam diskusi bertema ‘Utang Negara untuk Apa dan Siapa’ di Kampus Universitas Pertamina, Simprug, Jakarta, Sabtu, 26 Agustus 2017.

Menurut Eka, struktur utang luar negeri Indonesia sebesar 69-70 persen masih digunakan untuk membayar utang masa lalu. Hanya sekitar 30-31 persen digunakan untuk utang ke depan.

Dalam penyampaian Nota Keuangan di hadapan DPR pada 16 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan belanja negara dalam RAPBN 2018 direncanakan sebesar Rp 2.204,4 triliun. Dengan rencana Pendapatan Negara dan Belanja Negara ini, defisit anggaran dalam RAPBN 2018 adalah 2,19 persen atau sebesar Rp 325,9.

Eka mengatakan saat ini rasio utang terhadap PDB memang lebih rendah dibanding sebelumnya, yakni sekitar 27 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding 2006, dimana rasio utang terhadap PDB adalah 46 persen. Bahkan pada 1998 saat Soeharto lengser rasio utang terhadap PDB adalah 57 persen. Ini terjadi karena saat itu terjadi pembengkakan utang akibat kurs dolar yang melonjak.mata uang rupiah

Dibandingkan negara lain, sebenarnya rasio utang Indonesia terhadap PDB relatif kecil. Jepang, misalnya, rasio utang terhadap PDB adalah 250 persen. Sementara Prancis dan Inggris lebih dari 89 persen.

Meski rasio utang Indonesia relatif kecil, namun Indonesia termasuk rentan, terutama di sektor finansial, dibanding negara-negara maju. Eka mencontohkan, pengalaman krisis ekonomi di masa lalu, Indonesia sangat mudah digoncang oleh seorang spekulan bernama George Soros.

“Mata uang kita langsung anjlok, sehingga utang kita semakin tinggi dan menyebabkan kita menjadi defisit luar biasa,” kata dia. Sementara negara lain, meskipun rasio utang terhadap PDDB tinggi, ekonomi relatif lebih stabil, karena walaupun mengalami krisis, utang mereka tidak membengkak seperti di Indonesia.

Meskipun masih lebih banyak digunakan untuk mencicil utang masa lalu, utang yang dilakukan saat ini tetap dubutuhkan. Sebab, pemerintah membutuhkan untuk pembangunan, terutama infrastruktur. Apalagi dilihat dari momentum bonus demografi yang akan dialami Indonesia. “Kalau bukan dari sekarang pembangunannya, jangan-jangan kita kehilangan momentum,” kata Eka.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Arif Budimanta, mengatakan fokus perencanaan fiskal untuk 2018 adalah agar APBN makin sehat dan ekonomi makin kuat. “Defisit dijaga dan tambahan utang digunakan untuk hal-hal yang produktif,” kata Arif.

Dia menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, defisit APBN terhadap produk domestik bruto dipatok maksimum 3 persen. Selain itu, rasio utang terhadap PDB harus kurang dari 60 persen. “Sampai saat ini defisit anggaran dan rasio utang kita semuanya masih dalam norma UU,” kata Arif.

https://bisnis.tempo.co/


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved