Trends Economic Issues

Ini Prediksi GAPKI terhadap Ekspor CPO Tahun 2023

Ketua Umum GAPKI Joko Suproyono (ke-4 dari kiri) dan pelaku industri sawit

Dibandingkan selama 2022, tahun ini industri sawit diperkirakan akan menurun. Proyeksi itu diungkapkan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono. Salah satu penyebab penurunan ekspor minyak sawit (crude palm oil/CPO) adalah mulai diterapkannya program pencampuran biodiesel ke dalam bahan bakar minyak solar yang akan ditingkatkan menjadi 35 persen atau B35.

Program B35 ini rencananya akan diterapkan per 1 Februari 2023. Joko menyebut estimasi kebutuhan biodiesel untuk mendukung implementasi B35 sebesar 13 juta kiloliter atau meningkat sekitar 19% dibandingkan tahun 2022. Dengan demikian akan terpakai untuk kebutuhan dalam negeri saja.

Faktor lain yang memengaruhi adalah ada beberapa tantangan terkait ekspor sawit, seperti ekonomi dunia yang masih lesu dan pelarangan impor sawit oleh Uni Eropa. “Meski tahaun ini flat ekspornya, tapi saya optimistis Indonesia tetap akan mempunyai pasar potensial yang baru. Harganya juga masih cukup bagus meski ada penurunan sedikit,” Joko menguraikan di Jakarta (25/01/2023).

Dalam kesempatan yang sama Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia Sahat Sinaga memprediksikan harga CPO akan berada di kisaran US$450 per ton tahun ini. Dengan harga sebesar itu, menurut Sahat, akan cukup berdampak pada keuntungan pengusaha dan kesejahteraan petani. Dia mengingatkan, jika sawit terlalu tinggi bisa jadi racun.

GAPKI menyebut, ekspor minyak sawit Indonesia selama 4 tahun terakhir terus merosot. Tahun 2019 ekspor mencapai 37,4 juta ton. Lalu, turun menjadi 34 juta ton pada 2020 dan kembali turun menjadi 33,67 juta ton pada 2021. Sepanjang 2022 tren masih turun mencapai 30,8 juta ton atau turun 8,52 persen dibandingkan tahun 2021.

Ekspor 2022 sebesar 30,803 juta ton lebih rendah dari tahun 2021 sebesar 33,674 juta ton, dan merupakan tahun ke-4 berturut-turut dimana ekspor turun dari tahun ke tahun. Nilai ekspor tahun 2022 mencapai US$ 39,28 miliar (CPO, olahan dan turunannya), lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar US$ 35,5 miliar. Ini terjadi karena memang harga produk sawit tahun 2022 relatif lebih tinggi dari harga tahun 2021.

Adapun 10 negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia berturut-turut adalah China, India, USA, Pakistan, Malaysia, Belanda, Bangladesh, Mesir, Rusia dan Italia. Peringkat USA naik dari peringkat 5 pada tahun 2020 menjadi peringkat 3 sebagai negara pengimpor utama produk sawit Indonesia pada tahun 2022.

Selama tahun 2022, di Indonesia diwarnai dengan kejadian-kejadian tidak biasa antara lain cuaca yang ekstrim basah, lonjakan kasus Covid-19 di bulan Februari, dimulainya perang Ukraina-Rusia di bulan Februari, harga minyak nabati termasuk minyak sawit sangat tinggi, harga minyak bumi sangat tinggi, kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit oleh pemerintah 28 April – 23 Mei, harga pupuk yang tinggi dan sangat rendahnya pencapaian program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Kejadian tidak biasa tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja industri sawit Indonesia baik dalam produksi, konsumsi, maupun ekspor.

Secara teknis, cuaca ekstrim basah mengganggu aktivitas serangga penyerbuk dan kegiatan panen, pupuk yang mahal dan sulit diperoleh mengganggu kegiatan pemeliharaan tanaman, pelarangan ekspor menyebabkan buah tidak dipanen tidak hanya pada periode pelarangan tetapi juga beberapa bulan sesudahnya ketika stok masih sangat tinggi.

Program PSR yang tidak mencapai target dan pertambahan luas areal yang secara total hanya 600 ribu hektar dalam 5 tahun terakhir akibat moratorium perizinan berusaha untuk kelapa sawit, menyebabkan hilangnya harapan kenaikan produksi dari tanaman-tanaman baru. Harga yang sangat tinggi juga menyebabkan penundaan replanting oleh banyak pekebun sehingga porsi tanaman tua yang produktivitasnya lebih rendah menjadi lebih banyak.

Situasi ini berkontribusi terhadap pencapaian produksi CPO tahun 2022 sebesar 46,729 juta ton yang lebih rendah dari produksi tahun 2021 sebesar 46,888 juta ton dan merupakan tahun ke-4 berturut-turut dimana produksi cenderung terus turun/stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia.

Konsumsi dalam negeri tahun 2022 secara total mencapai 20,968 juta ton, lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 18,422 juta ton. Konsumsi didominasi untuk industri pangan sebesar 9,941 juta ton yang lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 8,954 juta ton dan lebih tinggi dari 2019 sebelum pandemi sebesar 9,860 juta ton. Konsumsi untuk industri oleokimia mencapai 2,185 juta ton yang hanya 2,8% sedikit lebih tinggi tahun 2021 sebesar 2,126 juta ton dan jauh lebih rendah dari kenaikan konsumsi 2019-2020 sebesar 25,4% dan 2018- 2019 sebesar 60% yang diduga berhubungan dengan situasi pandemi Covid-19. Konsumsi untuk biodiesel 2022 mencapai 8,842 juta ton yang lebih tinggi dari konsumsi 2021 sebesar 7,342 juta ton.

Dengan pencapaian produksi, konsumsi dalam negeri dan ekspor seperti disampaikan di atas, stok minyak sawit di dalam negeri diperkirakan mencapai 3,658 juta ton. Berdasarkan laju pertumbuhan produksi dan konsumsi, maka faktor-faktor penghambat pertumbuhan produksi harus segera diatasi.

Kondisi yang memengaruhi industri sawit sepanjang tahun 2022 diperkirakan masih akan terjadi tahun 2023. Produksi diperkirakan masih belum akan meningkat, sementara konsumsi dalam negeri diperkirakan akan meningkat akibat penerapan kewajiban B35.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved