Management Trends

IPI Tegaskan Galon Sekali Pakai Berbahan PET Ramah Lingkungan

Menurut data yang dikumpulkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemulung mengumpulkan 84,3% sampah plastik yang ada (setara 354.957 ton) di Tanah Air. Data itu pula yang membuat Dedi Mulyadi, Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, berpendapat bahwa kegiatan memulung sampah adalah pekerjaan yang mulia.

“Pemulung merupakan penjaga terdepan dari ekosistem daur ulang,” kata Prispolly Lengkong, Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia (IPI). Ia membandingkan kondisi saat ini dengan satu dekade lalu. “Dulu yang dicari pemulung adalah kertas dan kaca. Kini, plastik PET menjadi salah satu komoditi yang paling dicari,” katanya.

Tingginya harga jual bahan daur ulang PET, disebabkan oleh mudahnya bahan ini di daur ulang dan terbatasnya pasokan bahan. Bahan plastik PET bisa diolah menjadi berbagai produk yang memiliki nilai tinggi seperti geotekstil, dakron, dan pakaian. Olahan PET bahkan menjadi salah satu sumber ekspor Indonesia.

“Berat tiga sampai empat galon sekali pakai bisa mencapai satu kilogram. Air mineral lain butuh puluhan hingga ratusan buah untuk mencapai berat yang sama,” kata pria yang kembali didaulat memimpin IPI untuk periode 2019-2020 itu.

Karena terbuat dari plastik PET yang mudah didaur ulang, kemasan galon sekali pakai akan mudah proses perputarannya dalam siklus daur ulang. Berbeda dengan kemasan yang sulit didaur ulang, seperti yang terdapat pada plastik berkode no.7, bahannya sulit didaur ulang dan memiliki nilai jual sangat rendah. Jangan sampai, fakta yang secara universal sudah diterima di seluruh dunia ini, kemudian dibolak balik untuk mengaburkan fakta sebenarnya.

Prispolly memberi contoh galon berbahan PET seperti yang terdapat pada kemasan Le Minerale. Menurut Prispolly, galon Le Minerale merupakan produk untuk dikonsumi di rumah, jadi tidak akan dibuang sembarangan di taman, jalanan, apalagi pantai.

“Sekarang ini ramai beredar di media online dan buzzer medsos, yang mengatakan bahwa plastik bahan PET dari kemasan sekali pakai dengan kode daur ulang no. 1 disamakan kategorinya dengan kantong plastik yang memang sulit prosesnya didaur ulang,” lanjutnya. Menurut Prispolly, ada yang menggiring opini, karena kepentingan bisnis untuk menjatuhkan atau menutupi dan mengalihkan isu yang sedang dihadapi oleh pihak tertentu, dengan mengangkat isu bahwa galon sekali pakai atau kemasan plastik sekali pakai dengan kode daur ulang plastik nomor 1 merupakan masalah utama dari isu sampah plastik.

“Padahal, galon sekali pakai adalah inovasi terbaik, apalagi bahannya memakai PET yang mempunyai nilai tinggi untuk didaur-ulang,” tegas Prispolly. Menurutnya, masih saja banyak penggiringan opini yang menjatuhkan dan memusuhi plastik, tanpa melihat bahwa plastik adalah bagian dari peradaban dan kehidupan manusia.

Prispolly menilai, pembuat berita di Twitter baru – baru ini sebenarnya paham tentang daur ulang plastik, dengan memahami gimmick dan greenwashing. Namun, menurutnya, pembuat berita tidak paham apa itu ramah lingkungan, dan lebih tertarik untuk melakukan penggiringan opini dengan menyamaratakan plastik bahan PET dengan kode daur ulang No. 1 dan semua jenis plastik, termasuk kantong plastik dan plastik dengan kode daur ulang No. 7 yang tidak ramah lingkungan dan sulit didaur ulang.

Menurutnya, praktik kampanye seperti ini sangat tidak etis dan seyogyanya dihindari, terlebih lagi jika digaungkan oleh pihak-pihak yang justru diindikasikan sebagai salah satu penghasil sampah plastik terbesar dan penghasil milyaran sampah plastik air minum dalam kemasan gelas. Jangan kemudian pihak yang mendorong solusi penyelesaian melalui ekonomi sirkular untuk produk mereka yang menggunakan bahan yang sama, kemudian berbalik arah dan tidak konsisten, hanya karena pihak tersebut tidak punya produk galon sekali pakai berbahan PET dengan kode daur ulang No. 1 yang mudah didaur ulang, seperti galon Le Minerale. “Kita harus ingat bahwa semakin besar kemasan seperti galon, nilainya akan semakin tinggi dan semakin tidak membebani lingkungan.” tambahnya.

Pada kenyataannya, imbuh Prispolly, tentu saja penggiringan opini ini adalah tidak benar dan menyesatkan konsumen, karena sebenarnya galon atau kemasan plastik sekali pakai bahan PET dengan kode daur ulang nomor 1 dapat dengan mudah segera didaur ulang dan menjadi bahan-bahan bermanfaat bagi masyarakat, sehingga proses Circular Economy yang digaungkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat tercipta pada proses daur ulang.

Seperti yang disampaikan oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong dalam webinar “Memperkuat Waste Management untuk Mendukung Circular Economy”, bahwa, “Persoalan persampahan dapat diselesaikan dengan menjadikan sampah sebagai sumber daya, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh dengan baik”. Artinya, sampah bisa dimanfaatkan kembali menjadi uang dan energi.

Pemerintah menuntut semua perusahaan menjalankan EPR (Extended Producer Responsibility) dan menghargai persusahaan seperti Le Minerale yang sudah mulai menginisiasi untuk menjalankan EPR yang merupakan perwujudan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 75.

“Jangan sampai perusahaan yang telah memulai menjalankannya, dicap sebagai pencitraan. Pernyataan tersebut justru dapat membuat perusahaan lain terdemotivasi, tidak tertarik dan mengabaikan EPR. Sehingga, pada akhirnya permasalah sampah plastik di Indonesia tidak akan selesai dan semakin menjadi beban akibat ulah beberapa pihak yang membodohi masyarakat demi kepentingan memproteksi/memonopoli atau mengalihkan isu yang dihadapi oleh bisnis satu pihak semata,” jelas dia.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved