Management Trends zkumparan

IZASI Dorong Pemerintah Untuk Perketat Pengamanan Produk Baja

Di tengah derasnya arus impor baja dari luar Indonesia, IZASI (Indonesia Zinc Aluminum Steel Industries/IZASI) sebagai industri antara (mid-stream) yang menghasilkan barang jadi berupa baja lapis alumunium seng — berkomitmen memajukan industri baja lapis di Indonesia.

Komitmen tersebut baik dari sisi penambahan kapasitas, inovasi produk, dan peningkatan kualitas melalui standarisasi produk yang sesuai dengan SNI, sehingga memberikan jaminan kualitas dan keamanan bagi masyararakat Indonesia.

Baja merupakan salah satu industri strategis bagi Indonesia, dilihat dari peningkatan pertumbuhan industri baja pada 10 tahun terakhir ini, total konsumsi seluruh jenis baja nasional sekitar 12 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi nasional berkisar 50% dari total konsumsi, tentunya ada defisit yang harus dipenuhi dari impor.

”Sangat penting untuk pemerintah memikirkan faktor keberlanjutan industri baja di dalam negeri, sehingga perlu di pastikan bagian mana dari rantai pasok industri baja yang perlu dilindungi ataupun diberikan kelonggaran untuk bersaing dengan produk impor,” ujar Yan Xu, Ketua Umum IZASI.

Nilai tambah pun penting, namun kendala muncul akibat adanya kelonggaran persetujuan dari pemerintah. Namun dalam praktiknya, volume barang impor yang masuk ke pasar Indonesia memperlihatkan adanya kelonggaran dalam pemberian persetujuan impor yang seharusnya melihat penyerapan produk dalam negeri dan besarnya kebutuhan produk mulai dari industri up-stream, mid-stream sampai kepada down-stream dan memastikan terjadinya proses nilai tambah di dalam dalam negeri.

Dengan munculnya permasalahan ini, IZASI sepenuhnya menekan pemerintah agar dapat merevisi Permendag 22/2018. Penerapan sistem pengawasan post border untuk baja melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 22/2018 memang sangat bermanfaat untuk mengurangi lead time sehingga mempercepat proses pengeluaran barang, akan tetapi hal yang perlu di perhatikan juga adalah proses pada saat memberikan persetujuan impor di awal, agar produk impor terbesar yang masuk ke pasar Indonesia bukanlah produk yang dapat diproduksi di dalam negeri tetapi produk komplimen karena belum dapat di produksi di dalam negeri.

Permasalahan lain adalah dominasi impor yang masih terjadi terhadap produk baja juga disebabkan oleh beredarnya barang impor dengan kandungan baja paduan atau alloy. “Alloy yaitu sebuah jenis baja yang disuntik unsur Boron (Br) dengan jumlah 0,008%, dimana produk dengan unsur Boron ini mempunyai bea masuk 0%, sedangkan produk baja tanpa unsur Boron memiliki tarif masuk normal sebesar 20%, meskipun dengan adanya perjanjian FTA sangat mengurangi bea masuk, tetapi untuk saat ini, produk baja lapis alumunium seng dengan lebar diatas 600mm masih dikenakan tarif tambahan berupa Biaya Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP),” papar Henry Setiawan, anggota perusahaan dan investor dari IZASI.

“Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga industri dalam negeri dapat berkompetisi adalah penurunan harga gas untuk produksi, edukasi konsumen terhadap produk berstandar, dan juga mendorong percepatan proses SNI menjadi wajib untuk produk baja yang merupakan finished goods, dimana saat ini masih banyak SNI yang bersifat sukarela seperti, SNI untuk baja lapis alumunium seng warna dan rangka baja ringan,” Yan Xu menambahkan.

IZASI sangat mengharapkan dukungan pemerintah untuk bisa memastikan industri baja dalam negeri dapat terus bertumbuh di era bersaing terbuka ini, sehingga penting sekali untuk memastikan industri kompetitif dari hulu ke hilir dan hal ini tidak dapat dicapai tanpa dukungan dari pemerintah. “Saat ini negara pengekspor terbesar yaitu China mendapatkan insentif ekspor (tax rebate) sebesar 17%, sehingga Indonesia perlu memikirkan hal-hal yang dapat menjaga industri dalam negeri,” ujar Yan Xu.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved