Business Research Trends zkumparan

Kantar Worldpanel: Tren FMCG Indonesia Sepanjang 2017

Kantar Worldpanel: Tren FMCG Indonesia Sepanjang 2017

Fanny Murhayati, New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia (Foto By: Eva/SWA)

Stagnasi telah menjadi suatu hal yang biasa di tahun 2016 di negara-negara Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesia.

Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, negara kita berhasil meraih pertumbuhan pendapatan domestik bruto tertinggi dengan kenaikan 5,0%, meskipun masih terpaut di bawah target 5,3%. Progres ini juga didukung dengan inflasi dan nilai tukar yang stabil, kenaikan nilai ekspor, serta penurunan angka pengangguran.

Kenaikan ini juga tercermin pada naiknya indeks kepercayaan konsumen. Kondisi ini, seiring dengan kenaikan harga yang terjadi secara simultan, telah mendorong laju pertumbuhan pendapatan industri fast moving consumer goods (FMCG), dimana Indonesia menunjukkan pertumbuhan tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara dengan kenaikan sebesar 8,3% dibandingkan tahun lalu.

FMCG dan bahan makanan segar masih menjadi pengeluaran terbesar bagi para rumah tangga di Indonesia. Namun, sebagian prioritas konsumen telah berubah, seperti peningkatan pengeluraran untuk tabungan dan investasi. Konsumen memiliki kecenderungan untuk berhati-hati dalam mengatur pengeluarannya dengan lebih memilih produk paket hemat dalam format yang lebih besar, sehingga berimbas pada penurunan frekuensi belanja.

Namun di luar semua faktor tersebut, Indonesia tetap menunjukkan prospek yang menjanjikan. Menurut Venu Madhav, General Manager Kantar Worldpanel Indonesia, untuk memenangkan pangsa pasar Indonesia di penghujung tahun 2017 ini, para pelaku bisnis perlu membidik peluang yang tepat berdasarkan 6 tren esensial. Pertama, membangun relevansi produk terhadap tren kesehatan, kenyamanan, dan kebahagiaan. Kedua, memperluas portofolio produk untuk mendukung setiap momen seiring dengan penurunan frekuensi belanja. Ketiga, peningkatan aspirasi masyarakat ekonomi kelas bawah. Keempat, pertumbuhan kota sekunder. Kelima, evolusi dari format yang berbeda untuk pasar modern. Keenam, bangkitnya aktivitas belanja online.

Venu mengungkapkan, produk-produk FMCG berhasil meningkatkan performanya dengan mengacu pada ketiga mega tren; kesehatan, kenyamanan, dan kebahagiaan.

Mengapa tren kesehatan? Kata Venu, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan mendorong konsumen untuk mengadaptasi gaya hidup sehat dan mulai beralih pada produk-produk yang terbuat dari bahan-bahan alami atau menawarkan manfaat kesehatan. Bertambahnya perhatian masyarakat terhadap isu-isu lingkungan juga semakin menggerakan konsumen untuk meningkatkan perlindungan diri terhadap dampak buruk yang dihasilkan, yang mengarah pada preferensi produk dengan manfaat anti-polusi dan bahan kemasan daur ulang. Konsumen mencari produk yang dapat menunjang hidup yang lebih sehat, hal ini mendorong pertumbuhan kategori produk-produk yang menawarkan manfaat kesehatan seperti sereal dan keju.

Tren kedua, kenyamanan. Tingkat mobilitas yang tinggi di kalangan masyarakat, terutama di daerah perkotaan, mendorong setiap orang untuk menyelesaikan semuanya dalam waktu singkat. Dengan sarat sumber informasi dan tuntutan untuk beradaptasi dengan perkembangan pesat ini memaksa konsumen untuk senantiasa mencari cara untuk membuat hidup lebih sederhana dan mudah.

Tren ketiga, kebahagiaan. Kebahagiaan adalah kunci untuk membuat hidup semakin bermakna, sebuah faktor yang juga berperan penting dalam mendorong konsumen untuk berbagi. Dampak penurunan laju ekonomi di tahun-tahun sebelumnya masih berpengaruh pada tingkat stres pada masyarakat dan konsumen berupaya untuk mengurangi ketegangan dengan memilih produk yang disinyalir mampu gairah dalam kehidupan mereka. Es krim dan makanan ringan adalah dua kategori yang mampu berkembang pesat dengan mengacu pada tren ini.

Esensi kedua, memperluas portofolio produk untuk mendukung setiap momen seiring dengan penurunan frekuensi belanja. Ketegangan ekonomi dan kenaikan harga mendesak konsumen untuk menjadi lebih bijak dalam mengelola pengeluaran mereka. Hal ini berimbas pada penurunan frekuensi belanja mereka. Fenomena yang sama juga terlihat di negara-negara Asia lainnya.

Di Indonesia sendiri, konsumen telah menurunkan frekuensi belanja sebesar 5% dibandingkan dengan tahun lalu dan diramalkan belum akan pulih sepenuhnya dalam jangka waktu dekat. Pilihan produk yang kian banyak di pasaran menciptakan persaingan yang semakin besar pada saat pembelian. Untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, para pelaku bisnis perlu berupaya bagaimana menarik perhatian konsumen dan mempertahankan relevansi produk di setiap suasana.

Esensi ketiga, peningkatan aspirasi masyarakat ekonomi kelas bawah. Di tengah penurunan laju ekonomi, konsumen dari berbagai kelas demografi menunjukkan upaya untuk beradaptasi terhadap kondisi ini dengan cara yang berbeda-beda. Upaya pemerintah dalam pembangunan infrastruktur telah berhasil menurunkan tingkat pengangguran dan hal ini memberikan keuntungan bagi konsumen dari kelas ekonomi bawah yang menunjukkan peningkatan pengeluaran belanja untuk produk-produk FMCG. Produk FMCG dalam versi yang lebih terjangka semakin marak di pasaran, sehingga mendorong masyarakat dari kelas ekonomi bawah untuk mengadopsi produk-produk terbaru.

Esensi keempat, pertumbuhan kota-kota sekunder. Meningkatnya harga komoditas dan intensitas pemerintah dalam pengembangan kota-kota sekunder, mendorong konsumen untuk memiliki pendapatan yang siap dibelanjakan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini pun tercermin dalam kenaikan jumlah pembelanjaan produk-produk FMCG oleh para konsumen di kota-kota sekunder. Para pelaku bisnis ritel modern telah memaksimalkan kesempatan ini dengan terus membuka gerai baru di area ini sehingga pertumbuhan bisnis ritel modern di kota-kota sekunder mampu tumbuh dengan pesat.

Esensi kelima, evolusi dari format yang berbeda untuk pasar modern. Pasar tradisional tetap menjadi saluran perdagangan terpenting bagi konsumen Indonesia, yang mendominasi total pangsa pasar FMCG sebesar 75% dengan frekuensi rata-rata orang berbelanja 22 kali dalam sebulan. Pada saat bersamaan, ritel format lain, khususnya minimarket semakin menjamur di kota-kota sekunder hingga daerah pedesaan. Promosi yang semakin gencar diselenggarakan oleh mini market merupakan salah satu faktor yang mendorong konsumen untuk meningkatkan volume belanja. Terutama melalui program promosi akhir pekan yang ditawarkan oleh para pemain utama di ritel mini market, memungkinkan konsumen untuk menikmati potongan harga yang sangat besar untuk kebutuhan-kebutuhan pokok, bahkan dengan harga yang lebih rendah daripada hypermarket dan supermarket.

Selain itu, keberadaan mini market di setiap sudut kota maupun daerah residen dan distrik bisnis dengan jam operasional yang lebih lama, semakin memudahkan konsumen untuk berbelanja kapan saja. Pertumbuhan minimarket juga mendorong masyarakat ekonomi kelas atas untuk belanja produk-produk tambahan, dan juga menarik konsumen ekononomi kelas bawa untuk berbelanja bulanan di minimarket terdekat.

Esensi keenam, bangkitnya aktivitas belanja online. Pembelanjaan produk FMCG melalui portal belanja online masih belum memiliki kontribusi yang signifikan terhadap total pasar Indonesia. Namun dengan perubahan gaya hidup di mana waktu telah menjadi komoditas yang semakin berharga, telah mendorong semakin banyak konsumen untuk beralih ke belanja online karena kenyamanan yang ditawarkan. Hal ini semakin didorong oleh pesatnya penetrasi smartphone, urbanisasi dan pertumbuhan pendapatan yang siap dibelanjakan, sehingga diperkirakan dalam waktu dekat kontribusi e-commerce dalam industri FMCG diperkirakan akan mencapai tingkat dua digit dari 1% saat ini.

Fanny Murhayati, New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia menyimpulkan, secara garis besar, terdapat beberapa implikasi dari 6 tren penting ini. Pertama, pelaku bisnis FMCG perlu untuk terus melakukan inovasi produk demi mendukung tren kesehatan, kenyamanan dan kebahagiaan. Kedua, produsen perlu berupaya untuk menarik sebanyak mungkin konsumen dengan meningkatkan relevansi produk dalam semakin banyak kesempatan.

Ketiga, menyediakan produk yang sesuai dengan kebutuhan berbagai target pasar. Produsen perlu memastikan produk dengan kualitas terbaik untuk konsumen kelas atas, membantu konsumen perkotaan untuk mengikuti gaya hidup yang serba cepat dengan memberikan kenyamanan, dan mempertahankan keterjangkauan produk untuk konsumen ekonomi kelas bawah.

Keempat, meningkatkan ketersediaan produk di kota-kota sekunder dan area rural. Kelima, memastikan pemahaman yang baik tentang peran masing-masing saluran penjualan untuk memaksimalkan peluang di antara konsumen omni-channel dan pada bersamaan juga meningkatkan distribusi.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved