Trends Economic Issues zkumparan Covid 19

Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Stimulus Ekonomi Perbaiki Keyakinan Investor

Monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. (foto: ANTARA FOTO)

Pandemi Covid-19 yang menghantam dunia berdampak pada penurunan kinerja ekonomi dan keuangan, termasuk di Indonesia. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk meredakan kepanikan pasar memengaruhi dinamika pasar modal dan nilai tukar.

Stimulus fiskal, moneter, kebijakan PSBB, larangan mudik, dianggap tepat dan menenangkan pasar. Sepanjang April 2020, pasar saham menguat 3,91% Month on Month (MOM), dan pasar obligasi menguat 1,78% MoM. Bahkan pada April , Rupiah mengalami penguatan.

Akan tetapi, saat ini, pelemahan sudah terlanjur terjadi. Dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi domestik mulai tampak. “Indikator utama seperti realisasi penanaman modal asing, manufaktur PMI, indeks keyakinan konsumer dan penjualan ritel, semuanya menunjukkan penurunan tajam di bulan Maret,” kata Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI).

Tapi, dia mengingatkan kondisi ini dengan asumsi dunia, termasuk Indonesia sudah bisa mengendalikan wabah COVID-19 di Semester II tahun 2020 ini. dimana perbaikan gradual diperkirakan akan terjadi.

Dia melanjutkan, defisit neraca berjalan (Current Account Deficit/CAD) tahun ini diperkirakan akan sangat terkendali sebanyak 1,5% di Q1 2020. Karena walaupun ekspor akan sangat merosot, tapi impor juga akan turun lebih tajam. Selain itu, menurutnya, konsumsi akan melambat dan inflasi akan terkendali. Sehingga BI tidak perlu cepat-cepat menaikkan suku bunga. Artinya oli masih cukup untuk melancarkan putaran roda ekonomi. Hingga akhir tahun, rupiah juga diperkirakan stabil di kisaran Rp15 ribu.

Selain lewat penurunan suku bunga, BI juga memiliki pelumas ekonomi yang lain, misalnya dengan tidak memangkas suku bunganya tapi menurunkan Giro Wajib Minimum Perbankan (GWM). Penurunan GWM ini membuat perbankan memiliki likuiditas tambahan hingga Rp102 triliun yang diharapkan bisa digunakan untuk menyerap obligasi yang diterbitkan pemerintah.

“Kembijakan penangan Covid-19 yang diambil pemerintah, kepemilikan asing di level kurang dari 32%, dukungan BI dalam menjaga stabilitas pasar obligasi merupakan bekal untuk membalikan sentimen pasar obligasi Indonesia,” kata Katarina.

Dia menambahkan, secara fundamental obligasi Indonesia memang sangat menarik dengan real yield yang sangat tinggi. Apalagi BI juga sangat menjaga pasar obligasi. Saat investor asing sejenak berpaling dari pasar obligasi Indonesia, BI masuk untuk membeli obligasi demi memastikan harga tak semakin terpuruk.

Dalam dua bulan, kepemilikan BI atas obligasi naik dua kali lipat. Hal ini terjadi lantaran adanya kebijakan yang di lempar oleh pemerintah, serta stimulus ekonomi yang diberikan untuk menangani Covid-19. Kedua langkah tersebut dianggap sangat penting bagi pasar finansial kaarena akan mempengaruhi aktivitas ekonomi, memperbaiki keyakinan investor, dan earnings korporasi.

“Sementara itu di pasar saham, outflow relatif lebih terkendali. Hal ini didukung oleh struktur ekonomi Indonesia yang lebih berorientasi pada konsumsi domestik. Saat ini untuk PE 12 bulan kedepan berada di level 12,1 kali dan di kisaran -2 standar deviasi dibandingkan dengan rata-rata 10 tahun terakhir,” kata dia.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved