Trends

Kementan: Harga Telur Ayam Anjlok Karena PPKM Diperpanjang

Ilustrasi pekerja merapikan telur di sebuah gudang

Kementerian Pertanian memperkirakan harga telur ayam ras baru akan turun pada pertengahan Februari mendatang. Hal ini terjadi jika permintaan terhadap komoditas ini tidak kunjung meningkat signifikan.

Kepala Bidang Harga Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Inti Pertiwi, menjelaskan, jebloknya harga telur belakangan ini berlimpahnya produksi tapi tak terserap oleh pasar. Hal ini di antaranya karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) terutama di wilayah Jawa yang diperpanjang sampai 8 Februari 2021 sehingga mengakibatkan konsumsi dan permintaan telur ayam berkurang.

“Proyeksi kami jika tidak ada upaya menahan turunnya harga telur, harga akan turun sampai minggu kedua Februari,” kata Isti, Sabtu, 30 Januari 2021.

Lebih jauh Isti memaparkan, penurunan harga hingga Februari 2021 terlihat dari neraca bulanan yang surplus hingga 38.136 ton. Setelah itu harga telur akan mengalami peningkatan hingga akhir Mei 2021 hingga mencapai Rp 25.453 per kilogram pada Mei 2021 karena defisit telur sebanyak 23.780 ton.

Data Asosiasi Peternak Layer Nasional menunjukkan harga telur ayam di tingkat peternak saat ini berkisar kisaran Rp 16.000 – 17.000 per kilogram. Harga tersebut jauh di bawah harga acuan pemerintah sebesar Rp 19.000 – 21.000 per kilogram, berdasarkan ketentuan Permendag Nomor 7 Tahun 2020.

Adapun berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional per 29 Januari 2021, harga rata-rata telur ayam ras segar secara nasional di tingkat konsumen mencapai Rp 26.650 per kilogram.

Menyikapi hal ini, peternak layer atau telur ayam ras yang tergabung dalam Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Blitar berkirim surat kepada Menteri Sosial Tri Rismaharini. Mereka meminta agar pemerintah dapat menyerap telur produksi peternak sebagai Bahan Pangan Non-Tunai (BPNT). Dengan begitu diharapkan harga telur bisa kembali membaik karena diserap pasar.

Ketua Presidium Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi sebelumnya mengatakan harga telur merosot karena tidak terserap oleh pasar, khususnya di Jabodetabek dan Bandung. “Permintaan dari pedagang Jabodetabek dan Bandung tidak ada. Peternak jadi panik karena produksi terus berjalan,” ujar Musbar saat dihubungi, Senin, 25 Januari 2021.

Tidak terserapnya komoditas membuat stok di gudang menumpuk. Selain berakibat pada turunnya harga, rendahnya penyerapan mengakibatkan kapasitas gudang tak mampu menampung stok telur yang ada.

Jebloknya harga telur itu, menurut Musbar, karena permintaan pedagang Jabodetabek dan Bandung kepada peternak menurun 20-30 persen sejak awal tahun. Di saat yang sama, peternak kesulitan menyalurkan telur ke daerah tujuan lain seperti Indonesia timur karena permintaan di daerah itu juga sangat rendah.

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved