Trends Economic Issues

Kementerian BUMN Dihimbau Beri Roadmap Transparan Merger Bank Syariah Himbara

Potensi bisnis bank syariah, menurut Marwan, sangat prospektif. Apalagi dalam situasi ekonomi yang lesu seperti sekarang, di mana banyak bank konvensional yang kinerjanya jeblok, menurut Marwan, bank syariah merupakan salah satu pilihan bisnis yang potensial.

Bukan hanya untuk segmen konsumen muslim, potensi bisnis bank syariah juga prospektif menyasar konsumen universal. Prospek ini sudah diakui secara global.

Di luar negeri, seperti di Eropa, bank-bank berkonsep syariah banyak dipercaya oleh konsumen non muslim. Oleh karena itu, menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempromosikan bank merger syariah BUMN ini kepada investor, baik dari luar negeri maupun dalam negeri.

Apalagi seperti diketahui, gabungan 3 bank syariah Himbara itu sekarang belum bisa masuk ke kategori BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha) IV karena modal intinya baru Rp20,2 Triliun, belum memenuhi persyaratan Rp30 Triliun. Padahal jika belum masuk kategori buku IV, akan sulit bagi bank untuk meluaskan kegiatan usahanya ke skala global.

Terkait proses penggabungan bank syariah BUMN yang sedang berlangsung saat ini, Kementerian BUMN diminta transparan mempresentasikan roadmap proses merger, yang sampai sekarang belum diketahui DPR. Hal itu disampaikan oleh Marwan Ja’far, anggota DPR-RI Komisi VI di Jakarta. “Ini bukan merger biasa. Holdingisasi bank-bank syariah sekarang, butuh penataan ekosistem yang berbeda dengan ekosistem perbankan biasa. Di sini harus ada roadmap yang jelas, dicari SDM yang benar-benar mumpuni, dan semua sesuai dengan KPI (Key Performance Index) masing-masing,” tambahnya dalam siaran pers (19/11/2020).

Marwan berharap, bank syariah hasil merger yang terbentuk nantinya, benar-benar menganut sistem syariah sesuai aturan fiqih yang benar. Jangan sampai hanya menggunakan label syariah, namun praktiknya tak beda dengan bank konvensional. “Kalau konsep fiqih nya benar-benar diterapkan, itu bagus dan merupakan pasar yang sangat prospektif. Kalau ternyata tak beda dengan bank konvensional, apa gunanya,” tegasnya.

Marwan mengingatkan agar proyek holdingisasi bank syariah BUMN ini jangan sampai gagal, karena taruhannya adalah turunnya kepercayaan dari masyarakat hingga investor global. Bisnis di tengah pandemi hari ini, kata Mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi itu, yang paling penting adalah faktor kepercayaan. Karena itu, menurutnya, dalam mewujudkan merger bank syariah himbara ini, semua tergantung kepada itikad pemerintah. “Tinggal pemerintah serius atau tidak dalam mempersiapkannya meski kondisinya berat,”katanya.

Senada pendapat Marwan, pengamat ekonomi syariah Syakir Sula berpendapat, merger bank syariah Himbara ini mestinya diperjuangkan untuk masuk kategori BUKU IV jika ingin hasilnya optimal. “Kalau bisa masuk BUKU IV dan bisa menjadi Bank Himbara ke-5 ya, bagus. Dengan c atatan harus nambah modal inti Rp10 triliun lagi. Kalau tidak, ya kurang nendang, “ tambah dia.

Secara khusus Syakir mengkritisi, tanpa penambahan modal inti, bank merger syariah BUMN ini harus dipertanyakan apakah benar-benar akan menjadi Bank Himbara ke 5, atau justru menjadi “anaknya” Bank Mandiri yang diketahui memiliki saham terbesar yaitu 51,2%. “Itu dua hal yang berbeda. Kalau malah menjadi anaknya Bank Mandiri, ya apa gunanya merger,” tegasnya.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved