Management Trends

Kepercayaan dan Terukur Melalui Sistem, Kunci Keberhasilan WFH

Ilustrasi work from home. (foto: Pixabay)

Praktik kerja dari rumah (work from home/WFH) atau bekerja dengan fleksibilitas waktu dan tempat sebenarnya bukan hal baru. Sudah banyak perusahaan yang menerapkannya, memang kebanyakan yang sudah menerapkanya adalah perusahaan yang erat kaitannya dengan teknologi dan digital. Pada acara Pojok Pintar Manajemen, forum diskusi daring gratis yang diinisiasi PPM Manajemen, diulas bagaimana praktik kerja yang fleksibel ini diterapkan.

Husein Samy Country Manager HR IBM Indonesia yang menjadi salah satu pemateri dalam diskusi ini mengungkapkan bahwa setiap dia selesai memberikan materi pada sebuah seminar tentang SDM misalnya, banyak pengelola SDM perusahaan mendekati dia lalu menanyakan bagaimana mereka ingin menerapkan hal tersebut sejak lama, namun tidak bisa.

“Banyak pelaku bisnis mengaku tidak bisa menerapkan seperti IBM tapi nyatanya dengan kondisi pandemi ini ternyata bisa, jadi situasi ini seperti learning experience yang sangat berharga, apalagi kondisinya ini kita belum tahu akan sampai kapan, jangan-jangan saat inilah dimulainya perubahan,” ujar pria yang berkarier di bidang teknologi selama 30 tahun (15/04/2020). Ia menyebut bahwa saat ini ada 40 juta di Amerika sudah menerapkan WFH. IBM salah satu perusahaan yang sudah menerapkan ini sejak internet dan laptop mulai berkembang sekitar tahun 2000 awal.

“Walau bukan hal baru di IBM, tapi saya sempat deg-degan kala ada karyawan milenial pada Mei 4 tahun lalu mengajukan untuk off dari bekerja di kantor hampir 1 bulan untuk back packing ke Eropa. Namun ia memastikan bahwa akan tetap bisa kerja selama di sana. Ia sampaikan dalam permohonan tersebut, berjanji menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi dia ajukan 3 minggu off dari kantor, seminggu cuti, dua minggu dia kerja dari Eropa, sambil ia jalan-jalan dengan teman-temannya. Saat seminggu cuti, dia sampaikan akan benar2 off, karena akan manjat gunung di sana dan tidak ada sinyal. Seminggu kemudian dia sudah di Belanda, bisa terus bekerja lagi,” Samy mengungkapkan.

Ia menyetujui proposal anak buahnya itu dan ternyata benar dia bisa menyelesaikan seluruh tanggung jawabnya, walau ada jauh di Eropa. Cerita lain, Samy punya anak buah, mengajukan tidak bekerja di kantor selama 2,5 tahun, karena ingin menemani istrinya yang mengambil spesialisasi kedokteran di Bandung. Ternyata semua pekerjaan juga diselesaikan dengan baik, walau dilakukan remote, kadang anak buahnya itu ke Jakarta sesekali saat dibutuhkan.

“Kunci menerapkan cara dan waktu kerja fleksibel adalah kepercayaan dan sistem. Tahun 2000 sebenarnya ketika berkembang laptop dan internet, IBM mulai menerapkan cara kerja flexible time terutama para sales. Sekarang dengan digital dan mobile technology kami berubah drastis, dengan dukungan sistem dan aplikasi yang tepat seperti BOX, Mural, Slex, WEbex, plus intranet semua pesan dan kegiatan antar karyawan IBM berjalan dengan baik walau tidak di kantor. Karyawan bisa bekerja via ponsel ketika tidak dekat laptop, bahkan leaning pun bisa via ponsel. Ada learning portal yang kami bangun, bisa di-track berapa jam kita menghabiskan waktur untuk belajar,” paparnya.

Rachmi Endrasprihatin, Manajer Pengembangan Organisasi dan SDM PPM berpendapat, memang awalnya sulit bagi perusahaan yang belum terbiasa dengan sistem kerja seperti ini. Sebab dalam kultur perusahaan kepercayaan terbangun karena seeing is believing. “Dengan kondisi pandemi COVID-19 sekarang, memaksa perusahaan untuk menerapkan WFH, kultur perusahaan harus berubah bahwa kepercayaan ke anak buah terkait output, pemimpin harus percaya dengan kondisi virtual office, Saat bekerja di kantor, jam kerja jelas dari jam 9 pagi sampai 5 sore, dengan virtual memang jadi tanpa batas waktu koordinasi (seakan2) via WA atau apa pun bisa kapan saja,” tuturnya.

Ditambahkan wanita yang akrab disapa Ami, dalam menerapkan pola kerja WFH atau fleksibitas kerja, perusahaan harus lebih dulu memberikan pembekalan bagi karyawan, bagaimana bekerja di rumah bahwa unsur teknologi itu dominan. Maka itu harus ada perubahan mindset, yang tadinya managing time activity based menjadi result based. “Karena dengan bisa bekerja kapan saja, unsur trust harus dibangun tapi tetap harus didorong ada result-nya,” terangnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, kultur bekerja virtual, kemampuan para leader menghadapi tantangan berbeda, memastikan anak buah tetap produktif itu bukan hal mudah. Dari sisi karyawan, harus menjadi dewasa dengan bekerja di rumah dan tetap digaji harus menghasilkan sesuatu untuk perusahaan saat bekerja di rumah. Selain itu perusahaan harus juga memperhatikan reward system, misal semula ada uang transport dari rumah-kantor, bisa dikonversi mnejadi biaya penggunaan paket data seluler.

“Selain itu saat WFH, yang harus disiapkan return deadline, pedoman tertulis walau karyawan melakukan pekerjaannya dari rumah, harus ada arahan pantang berhenti berkarya,” tegas Ami. Ia mengungkapkan Di PPM, sendiri sudah bukan hal baru dulu ada flexi time walau tidak semua mendapat kelebihan cara kerja ini. Hanya untuk karyawan profesional seperti konsultan, pengajar dan periset bisa mendapatkan keleluasaan kerja ini. Namun mereka tetap ada arahan bahwa antara jam 9 pagi hingga jam 3 sore harus siap jika PPM membutuhkan sewaktu-waktu.

Ami menjelaskan, sejak 2017 para karyawan profesioal itu, bisa bekerja di rumah namun dengan catatan ada dua kali dalam sebulan harus bekerja di kantor yang disetujui jadwalnya dahulu oleh kepala departemennya. Dan sejak Januari 2020, setelah mendapat masukan dari karyawan pro PPM, terutama para ibu muda, ternyata WFH banyak tantangan bekerja di rumah. Mereka ingin bekerja tanpa membuang waktu di jalan karena macet, tapi tetap bisa bekerja dengan nyaman. Akhirnya PPM menjalin kerja sama dengan beberapa hub yang pembagian lokasinya per regional: Bogor, Depok, Tangerang, dan pusat juga. Jadi para pekerja profesional PPM bisa bekerja di hub-hub yang dekat dengan rumahnya. Tapi sekarang dengan adanya pandemi COVID-19 seluruh karyawan WFH full.

“Dengan WFH tunjangan transportasi, dialihkan untuk biaya fasilitas data dan meningkatkan infrastruktur teknologi di PPM agar WFH berkerja dengan lancar,” imbuhnya.

Samy menegaskan bahwa mereka yang mendapatkan seakan kenyamanan kerja di rumah atau di mana pun tanpa harus ke kantor, bukan berarti dia tidak bekerja, tidak enak-enakan. Karena mereka, misalnya para sales, ada bersama klien, jadi tidak perlu iri bagi yang harus ke kantor. “Sejak awal kami kampanyekan di internal, siapa saja yang bisa bekerja di luar kantor. Finance awalnya tidak bisa bekerja di luar kantor, karena data ada di kantor, kini berjalannya waktu dengan dukungan teknologi bisa bekerja dari rumah,” ujarnya.

“Bekerja di rumah memang harus dipaksa dengan sistem, kadang ada alasan: saya belum baca email, Tidak bisa hal ini, kalau sedang hari kerja walau di rumah, email harus dibaca. Saya yakin New way of work akan tercipta selepas pandemi ini, karena virus corona ini memaksa kita berubah,” lanjutnya.

Menurut Samy, meski kondisi pandemi, IBM tetap melakukan pengembangan SDM melalui platform yang disebut Your LEarning dan didukung kecerdasan buatan. Para karyawan bisa memilih tema pelajaran apa yang ingin dia ambil, sesuai dengan kebutuhannya. “Topik kami buat singkat, jadi dengan micro learning hanya sekitar 15-25 menit. Self learning memang didesain dengan slice-slice belajarnya. Ada juga belajar dengan instruktur, tapi harus dedicated waktunya,” terangnya.

Ia juga menjelaskan di IBM dalam mengukur produktivitas karyawan, IBM lebih menilai result dan proses pencapaian result-nya. “Secara gradual goals yang akan dicapai dalam hitungan bulan bukan jangka panjang misal dengan tools yang dipakai, berjalan terus menerus. Misal di bagian saya, tim benefit, jika ada pertanyaan terjawab tepat waktu, problem cepat diselesaikan, jika pun ada yang belum selesai anak buah saya harus memastikan hal itu sudah dieskalasi dengan baik. Tidak ada tracking yang rigit, selama dia sudah jalankan itu, kami lihat dia sudah menjalankan tugasnya saya pikir dia sudah menjalankan tugasnya. Apakah itu dia kerjakan dari rumah maupun di kantor, sama saja,” ungkapnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved