Management Trends zkumparan

Kota Tegal Himbau Pemda untuk Fokus Benahi Tata Kelola Sampah

Program Yok Yok Daur Ulang

Pada tahun 2019, Indonesia mendapat perhatian dari seluruh dunia karena TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bantar Gebang di Kota Bekasi, Jawa Barat dianggap sebagai TPA terbesar di dunia yang kemudian dikonfirmasi oleh Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Hal ini dikarenakanoleh pengelolaan sampah di banyak daerah di Indonesia (tidak hanya di TPA Bantar Gebang) masih berorientasi pada tempat pembuangan akhir, sehingga sampah menjadi menumpuk.

Sebagian besar TPA di Indonesia juga masih mengandalkan sistem open dumping,yaitu membuang sampah sembarangan di area mana pun yang tersedia, sehingga hal ini memberikan dampak dari mulai kualitas udara yang buruk, air bersih, hingga penyakit untuk warga yang tinggal di sekitarnya.

Berkaitan dengan isu TPA, program keberlanjutan “Yok Yok Ayok! Daur Ulang” kembali melaksanakan rangkaian webinar edukasi tentang solusi masalah sampah plastik dengan topik “Apakah tempat pembuangan akhir tanpa sampah plastik di Indonesia dapat dicapai dengan adanya larangan plastik sekali pakai? Pentingnya Peran Pemerintah Daerah”, dengan melibatkan beberapa narasumber termasuk Wakil Walikota Tegal, Muhammad Jumadi.

Setiap hari warga Kota Tegal memproduksi 250 ton sampah dan 30 persen diantaranya adalah sampah plastik, namun yang mampu dikirim ke industri daur ulang baru 10 persen, sisanya berakhir di TPA. “Terdapat juga sebesar 214 ton total timbunan sampah TPAS, serta 16 ton volume sampah anorganik di Kota Tegal. Dari jumlah tersebut, yang saat ini mampu dikirim ke industri daur ulang baru 10% dan sisanya akan berakhir di TPA”, ujar Wakil Walikota Jumadi.

Budaya membuang sampah yang berujung ke TPA sudah seharusnya kita tinggalkan mengingat jumlah sampah yang kerap meningkat dan mulai memenuhi lingkungan. Oleh sebabnya, Pemkot Tegal berkomitmen terhadap pengelolaan sampah dan lingkungan hidup yang merupakan permasalahan kompleks bagi hampir seluruh daerah, dapat diwujudkan Kota Tegal dengan menjalankan pasal 12 Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Mulai dari pengelolaan sampah di 21 TPS dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), pemanfaatan sampah kantong keresek untuk bahan baku sepatu dan kerajinan lainnya. Bahkan, jalan di Kompleks Balai Kota Tegal dibuat dari aspal yang dicampur dengan limbah plastik.

Menurut Wakil Wali Kota Tegal, penyelesaian masalah sampah plastik harus diselesaikan dari hulu ke hilir dan secara menyeluruh, tidak bisa hanya dari satu sisi saja, seperti pelarangan saja. “Diperlukan system yang terintegrasi antar berbagai pihak dan sirkular agar permasalahan sampah terutama sampah plastik di Kota Tegal dapat diselesaikan di tingkat rumah tangga dan di TPS 3 R. Sehingga hanya sampah-sampah residu yang tidak bisa diolah saja yang akan dibuangke TPA, bukan pelarangan penggunaan plastiknya”, tambahnya.

Prispolly Lengkong, Ketua Nasional Ikatan Pemulung Indonesia yang kesehariannya dekat dengan TPA Bantar Gebang mengatakan, profesi pemulung mengandalkan pemilahan sampah, dan sebagian jenis sampah memiliki nilai ekonomi, termasuk plastik dan PS Foam. IPI sendiri juga sudah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi sampah di TPA Bantar Gebang dengan memilah dan mengolahnya yang melibatkan lebih dari 6.000 pemulung..

“Saat ini memang TPA menjadi metode pembuangan sampah di banyak daerah di Indonesia. Tapi, cepat atau lambat sampah akan semakin menumpuk, sehingga sebagai pemulung, kami membutuhkan dukungan dari pemerintah, perusahaan dan masyarakat untuk dapat mengatasi masalah untuk mengurangi sampah TPA”, tambahnya.

Pemulung memiliki peranan penting ketika berbicara tentang tata kelola sampah sebagai orang yang mengerti cara memilah sampah dan nilai ekonominya.Dalam webinar yang sama, Wahyudi Sulistya, Direktur Grup Kemasan juga turut berpartisipasi, ia menyampaikan, kebijakan pelarangan penggunaan plastik single-use belum tentu memengaruhi pengurangan sampah plastikdi TPA.

Pencegahan sampah plastik agar tidak sampai di TPA harus dilakukan secara menyeluruh. Per hari ini, sampah jenis apa pun tanpa pemilahan selain kaca dan gelas sudah dapat didaur ulang melalui mesin predator yang hasil akhirnya dapat menjadi briket untuk alternative pembakaran energy sekelas batubara.

Menurut Wahyudi, terlebih lagi, belum ada pengganti plastik dari segi emisi karbon, fungsi, durabilitas, dan harga. Tas bungkusan pengganti yang saat ini menjadi opsi dan banyak digunakan untuk bungkusan, seperti spunboundataupun paper bagpun juga memiliki lapisan plastik Polypropylene atau PP, yang membuat tas tersebut menjadi water-proof.Berkaitan dengan solusi riil berkaitan dengan pengelolaan sampah, disebutkan oleh Wakil Wali Kota Tegal, Dinas Lingkungan Hidup Kota Tegal telah bekerja dengan beberapa pemangku kepentingan untuk menjalankan projek tata kelola sampah untuk mewujudkan total solution permasalahan sampah di Kota Tegal, salah satunya dengan ADUPI, INAPLAS, PT Trinseo Materials Indonesia, dan Grup Kemasan.

“Pemerintah Daerah memegang peranan penting dalam mengharmonisasikan sinergi antara swasta, pemerintah, komunitas dan masyarakat dalam penanganan tata kelola sampahdengan menjalankan UU yang telah diatur. Dengan berhasilnya pilot projek Kota Tegal yang telah berhasil mengelola 10 ton sampah per hari dan dijadikan briket untuk subtitusi batu bara yang digunakan industri, kami berharap pemerintah daerah lainnya dapat melihat permasalahan sampah di daerahnya masing-masing lebih jauh dan holistik lagi, sehingga penyelesaian masalah sampah diselesaikan secara keseluruhan melalui tata kelola sampahnya, tidak hanya melakukan pelarangan”, ujar Wakil Walikota Tegal itu.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved