Business Research Trends zkumparan

Langkah Telkom Hadapi Penurunan Bisnis Telekomunikasi Seluler

Tren penurunan bisnis telekomunikasi seluler di Indonesia dirasakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom). Namun, hal ini tidak memengaruhi kinerja BUMN tu tetap tumbuh positif, dilihat dari indikator pendapatan, laba bersih, kenaikan saham, dan kapitalisasi pasar.

Kinerja keuangan tahun 2017 jika dibandingkan tahun 2016, tren positifnya terlihat jelas. Pendapatan usaha di tahun 2017 tercatat Rp128,2 triliun, naik dibanding 2016 yang hanya Rp116,3 triliun. Sedangkan laba bersih naik dari Rp19,3 triliun (2016) menjadi Rp22,1 triliun (2017). Hasilnya, nilai saham Telkom terus naik, di akhir 2017 mencapai Rp4.400 per lembar dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp447,5 triliun (2017), meningkat dibanding 2016 (Rp401,1 triliun).

Direktur Keuangan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. , Harry M. Zen, menjelaskan, secara umum kinerja perusahaannya tak bisa dilepaskan dari apa yang terjadi di sektor bisnis telekomunikasi seluler. Di sisi lain, secara makro, di Indonesia atau dunia, bisnis seluler mengalami tekanan luar biasa dalam lima tahun terakhir. “Seluruh perushaaan telekomunikasi menghadapi masalah yang sama. Telkom merasakan kondisi ini sejak kuartal III/2017,” ungkapnya.

Kondisi yang dihadapi Telkom kemudian diperparah dengan fakta bahwa sejak kuartal III/2017 kurs Rupiah terhadap US$ mulai fluktuatif. Bisnis seluler melalui Telkomsel memang menjadi andalan Telkom dan selama bertahun-tahun menjadi penyumbang utama keuntungan. Di bisnis seluler, bisnis voice dan SMS menjadi layanan utama pengeruk uang. Namun, maraknya pengguna OTT seperti WhatsApp dan Line telah memangkas kue binis tersebut.

Untuk menjaga kepercayaan pemegang saham atas kondisi ini, menurut Harry, Telkom telah melakukan langkah-langkah antisipasi penurunan sebelum 2017. Dengan mempersiapkan pilar-pilar bisnis lain, diharapkan pada suatu saat akan bisa menggantikan atau menjadi kompensasi penurunan legacy bisnis seluler. “Di Telkomsel kami mendorong bisnis-bisnis yang bersifat digital, data pertumbuhannya sangat impresif memang, tapi secara profitabilitas lebih kecil dari legacy bisnis, sehingga belum bisa mengompensasi,” katanya.

Sedangkan di luar Telkomsel, Telkom mendorong bisnis-bisnis di fix line salah satunya melalui fix broadband melalui produknya IndiHome yang diluncurkan pada 2015. Menurut Harry, pertumbuhannya sangat impresif. IndiHome menjadi the fastest Telkom product dari segi growth secara historis. Bahkan pertumbuhannya termasuk yang tercepat kedua di dunia dari segi pertumbuhan, setelah Chinna Telecom.

Tahun 2014-15, Telkom membuat khusus direktorat enterprise untuk melayani pelanggan-pelanggan korporasi, pemerintahan, Pemda, dan UMKM. Sedangkan direktorat wholesales fokus melayani pelanggan-pelanggan internasional serta operator lain. Indosat dan XL Axiata juga menjadi pelanggan Telkom di direktorat ini. Langkah Ini diambil agar Telkom lebih fokus dan menumbuhkan pilar-pilar bisnis baru lainnya.

Harry menyebutkan, pertumbuhan pendapatan IndiHome pada 2017 (full year) mencapai 40% lebih, sementara enterprise 19-20%, dan wholesales 19-20%. Harry menyadari pertumbuhan pendapatan yang besar ini secara prosentasi belum bisa menutup penurunan legacy bisnis di seluler. Ia mengaku belum bisa memprediksikan kapan pilar-pilar bisnis baru, baik bisnis digital, seluler maupun yang di fix line, dapat menutup penurunan tersebut. “Kami mengharapkan growth revenue year on year di bisnis seluler yang negatif di akhir tahun 2018 sudah bisa di rebound. Kami berharap Telkom bisa lebih cepat mencapainya dibanding pemain di negara-negara lain,” jelasnya.

Harry juga berusaha memjaga kepercayaan investor melalui frekuensi komunikasi, juga kualitasnya. Ia rutin melakukan pertemuan dengan pemegang saham di berbagai belahan dunia. Pihaknya terus mengomunikasikan langkah strategis apa saja yang Sudah dilakukan, tertama dalam membangun pilar bisnis untuk mengompensasi bisnis seluler yang menurun.

Capital gain untuk saham Telkom tumbuh (CAGR) 16% dalam lima tahun terakhir. Sedangkan Telkom selalu menjaga deviden yield di angka 4-5%. “Di RUPS tahun ini, untuk tahun buku 2017, kami menargetkan payout rasio the highest ever 75% dan disetujui pemegang saham. Inilah cara kami menghargai dan apresiasi pada pemegang saham yang selama ini sudah begitu mendukung Telkom,” katanya.

Mengenai tantangan Telkom tahun 2018, ia menuturkan manajemen keuangan adalah yang paling berat untuk menjaga seluruh item dari revenue, EBITDA, dan net income. “Kalaupun turun, jangan sampai terlalu dalam turunnya dibanding tahun lalu. Karena pressure bisnis seluler masih sangat tinggi, kami perhatikan sekali seluruh item di laporan keuangan. Kami hitung sekali tiap sen, Misalnya ada additional capex, kami kaji dampaknya ke depresiasi berapa. Kalau financing, dampaknya ke interest berapa. Dampak ke operasional cost berapa. Kami kontrol ketat sekali,” Harry memaparkan.

Reportase: Herning Banirestu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved