Trends Economic Issues zkumparan

Level Inflasi Terjaga Rendah, Sektor Manufaktur Ekspansif 13 Bulan Beruntun

Level Inflasi Terjaga Rendah, Sektor Manufaktur Ekspansif 13 Bulan Beruntun
Bongkar muat mobil di terminal kendaraan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk pada Maret 2022. (Ilustrasi foto : Istimewa).

Sektor manufaktur Indonesia konsisten berada pada zona ekspansi selama13 bulan berturut-turut dan terus menguat dalam dua bulan terakhir. Purchasing Managers‘ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada September 2022 itu naik ke level 53,7 atau lebih tinggi dibandingkan PMI di Agustus tahun ini (51,7).

“Ekspansi manufaktur yang meningkat menunjukkan terus menguatnya permintaan dalam negeri dan ekspor. Hal ini tentunya layak diapresiasi karena terjadi di tengah risiko global yang masih eskalatif. Kebijakan Pemerintah untuk yang menyerap risiko global (shock absorber) terbukti efektif untuk menjaga momentum penguatan pemulihan ekonomi nasional,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu (5/10/2022).

Tren penguatan PMI juga dialami beberapa negara ASEAN, seperti Thailand 55,7 (Agustus sebesar 53,7) dan Filipina 52,9 (Agustus: 51,2). Sementara itu, PMI manufaktur Tiongkok kembali mengalami kontraksi ke 48,1 (Agustus: 49,5). Terus menguatnya aktivitas sektor manufaktur sejalan dengan menurunnya tekanan harga input dalam dua tahun terakhir.

Sentimen bisnis di sektor manufaktur Indonesia bertahan positif didukung oleh ekspektasi pemulihan yang semakin kuat dan berkelanjutan pada sisi permintaan. “Optimalisasi APBN sebagai shock absorber di tahun ini dan tahun depan diharapakan akan terus dapat menjaga tren positif permintaan masyarakat untuk mendukung optimisme di sektor usaha”, lanjut Febrio.

Adapun, inflasi pada September 2022 tercatat 5,95% (year on year/yoy), lebih rendah dibandingkan perkiraan Kemenkeu sebelumnya pasca penyesuaian harga BBM domestik. Meskipun demikian, pemerintah terus memonitor pergerakan inflasi pasca penyesuaian harga BBM domestik sehingga terus dapat terkendali pada level rendah. Secara bulanan (mtm), inflasi di September itu mencatatkan inflasi sebesar 1,17% yang didorong terutama oleh kenaikan harga BBM.

Inflasi pangan bergejolak (volatile food) sedikit meningkat ke angka 9,02% (yoy) dan Agustus 2022 sebsesar 8,93%. Hal ini didorong oleh masih melimpahnya stok pangan hortikultura, minyak goreng, dan ikan sehingga mampu menahan inflasi naik lebih tinggi. Akan tetapi, harga beras sedikit mengalami peningkatan seiring berlangsungnya musim tanam.

Pada sisi lain, deflasi pada bawang merah dan cabai merah berkontribusi pada terjaganya inflasi pangan bergejolak. “Pemerintah melakukan berbagai langkah mitigasi untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi komoditas pangan agar inflasi pangan tetap terkendali,” ucap Febrio.

Hal ini terbukti memberikan hasil yang baik sehingga penggunaan berbagai anggaran seperti anggaran ketahanan pangan dan anggaran infrastruktur untuk memperlancar penyediaan pangan yang mudah dan terjangkau akan terus diperkuat. “Dana Isentif Daerah (DID) yang diberikan kepada pemerintah daerah juga terbukti efektif mendorong daerah untuk lebih bekerja keras lagi dalam pengendalian inflasi di wilayahnya,” lanjut Febrio.

Level Inflasi

Inflasi inti (core inflation) pada September 2022 meningkat pada level yang moderat sebesar 3,21% (Agustus: 3,04%, yoy). Kenaikan inflasi inti terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, seperti sandang, layanan perumahan, pendidikan, rekreasi, dan penyediaan makanan dan minuman/restoran. “Kenaikan inflasi inti mencerminkan peningkatan permintaan domestik secara keseluruhan sejalan dengan membaiknya kondisi pandemi,” kata Febrio.

Inflasi harga diatur pemerintah (administered price) pada September 2022 meningkat menjadi 13,28% (Agustus: 6,84%) didorong oleh penyesuaian harga BBM (bensin dan solar). Sebagai rambatannya, terjadi kenaikan pada tarif angkutan umum, baik transportasi daring, bus antar kota antar provinsi/AKAP, maupun angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP).“Sumbangan inflasi dari kenaikan harga BBM lebih kecil dari perkiraan pemerintah. Potensi rambatan kenaikan harga juga sudah diantisipasi dengan penyaluran bantuan sosial tambahan, baik berupa bantuan langsung tunai maupun bantuan subsidi upah,” tutur Febrio.

Pemerintah telah menempuh berbagai upaya untuk meredam dampak rambatan inflasi, di antaranya dengan mengalokasikan bantuan subsidi transportasi umum, ongkos angkut, subsidi upah, dan BLT BBM untuk menjaga daya beli masyarakat. Selain itu, inflasi pangan terus dikendalikan untuk menjaga akses kebutuhan pangan.

“Peran Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) telah berhasil menjaga inflasi volatile food. Kinerja baik ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Terbukti, sekitar hampir 40 daerah telah mampu menjaga tingkat inflasinya lebih rendah dari tingkat inflasi nasional. Ke depannya, tekanan inflasi terkait efek musiman khususnya musim penghujan masih harus diwaspadai bersama,” jelas Febrio.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved