Business Research Trends

LinkedIn: Indonesia Negara Paling Percaya Diri di ASEAN

Indonesia dinilai paling percaya diri untuk mencapai peluang di Asia Tenggara atau ASEAN. Begitu pun dengan negara berkembang lainnya yang juga merasa optimistis untuk mengakses peluang.

Optimisme akan stabilitas masa depan tersebut didorong oleh kepercayaan masyarakat terhadap potensi pertumbuhan ekonomi mereka, serta keyakinan dalam mendapatkan akses untuk mencapai peluang yang mereka anggap penting.

Secara khusus, orang Indonesia tertarik untuk mencari peluang yang memungkinkan mereka untuk memiliki keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan (work-life balance), peluang yang selaras dengan minat/passion mereka dan peluang yang dapat memaksimalkan keterampilan mereka.

Tetapi, pada saat mencari peluang-peluang yang ada, mereka terhalang oleh adanya kesenjangan peluang (opportunity gaps), atau hambatan yang dapat menghalangi mereka untuk mendapatkan peluang tersebut. Misalnya, kurangnya jaringan dan koneksi, status keuangan, usia, dan pasar kerja yang sulit.

Hal itu terungkap dalam laporan LinkedIn Opportunity Index 2020, kumpulan data yang berupaya memahami bagaimana orang-orang mengartikan peluang dan kesenjangan dalam mendapatkan peluang tersebut. Penelitian ini mensurvei lebih dari 30.000 responden di 22 negara secara global, termasuk 1.010 responden dari Indonesia.

“Dengan 44% orang Indonesia mencari peluang untuk mengejar minat mereka serta pandangan yang kuat tentang keuangan pribadi mereka dalam 12 bulan ke depan, tidak mengherankan bahwa hampir satu dari tiga orang Indonesia menginginkan untuk memulai bisnis mereka sendiri. Indonesia, Filipina, dan Meksiko unggul dalam hal ini,” ujar Olivier Legrand, Managing Director LinkedIn Asia Pacific.

Penelitian ini juga mengungkapkan optimisme yang lebih tinggi di antara orang Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan, serta mereka yang memiliki tingkat pendapatan dan pendidikan yang lebih tinggi. Secara keseluruhan, sebagian besar orang Indonesia merasa bahwa mereka secara finansial lebih baik daripada orang tua mereka ketika berada di usia yang sama.

Dengan populasi yang muda dan terus bertambah, generasi milenial pun mulai mewarnai dunia kerja di Indonesia. Hanya dalam beberapa tahun, generasi tersebut diprediksi akan mewakili demografis terbesar di semua tempat kerja.

“Sebagai contoh, kabinet presiden Indonesia yang baru terpilih dan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merekrut lebih banyak talenta muda untuk bergabung sebagai manajemen senior mereka,” tambah Olivier.

Penelitian juga menunjukkan bahwa usia lebih banyak menjadi hambatan utama bagi generasi yang lebih tua, dengan proporsi Gen X dan Boomer yang lebih tinggi mengatakan kesulitan dalam mengatasinya dibandingkan dengan Gen Z dan milenial.

Menariknya, usia bermanifestasi sebagai peluang yang berbeda untuk kelompok umur lainnya. Misalnya, usia adalah tantangan bagi kaum muda dengan pengalaman kerja yang tidak mencukupi (25% dari Gen Z), dan mereka yang tidak memiliki koneksi yang tepat (25% dari generasi milenial).

“Untuk pertama kalinya, empat generasi bekerjasama. Sudah waktunya bagi perusahaan untuk mengesampingkan diskriminasi terhadap usia di tempat kerja, dan menjadikan tenaga kerja multigenerasi sebagai peluang,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, kesenjangan keterampilan terbesar saat ini adalah soft-skill di antara Gen Z dan milenial, dan keterampilan teknologi di antara generasi yang lebih tua. Untuk itu, perusahaan didorong membawa praktik perekrutan yang beragam dengan keterampilan tambahan. Selain itu, untuk mempromosikan kolaborasi dan bimbingan dua arah di antara tenaga kerja.

“Hal ini juga merupakan perjalanan yang kami lalui di LinkedIn karena kami percaya bahwa tenaga kerja multigenerasi dan keberagaman pekerja dapat menguntungkan perusahaan serta mendorong pertumbuhan,” tambah Olivier.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved