Management Strategy

Stop Impor Garam, Ini Saran Praktisi

Pengamat EKonomi Faisal Basri, Ketua AIPGI Tony Tanduk, dan Kepala Divisi Pengembangan Teknologi Garam AIPGI Arthur Tanuwidjaya.

Pengamat EKonomi Faisal Basri, Ketua AIPGI Tony Tanduk, dan Kepala Divisi Pengembangan Teknologi Garam AIPGI Arthur Tanuwidjaya.

Rencana kebijakan pemerintah untuk membatasi impor garam akan berpengaruh terhadap keberlangsungan industri-industri pengguna garam. Saat ini industri nasional pengguna garam seperti industri kimia dasar (Chlor Alkali Plant/CAP), industri aneka pangan, industri farmasi, industri perminyakan, industri penyamakan kulit, dan water treatment tengah mengalami ketidakpastian suplai bahan baku garam. Seperti diketahui bahwa kebutuhan industri sangat besar, sementara pasokan garam berspesifikasi industri belum dapat dipenuhi dari dalam negeri.

Ekonom Faisal Basri menyampaikan bahwa industri-industri berbahan baku garam ini memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. Industri Chlor Alkali Plat (CAP) sendiri memiliki perkiraan Nilai Pembayaran Pajak-Pajak yang terkait Industri CAP berkisar sejumlah Rp 1,5 triliun per tahun.

“Saat ini industri kita sedang melemah, selama proses pengembangan garam lokal seharusnya ada kebijakan pemerintah untuk menjaga keberlangsungan industri, mengingat dampak dan kontribusi industri ini terhadap perekonomian,” kata Faisal dalam diskusi bertajuk Menjaga Keberlangsungan Industri-Industri Berbahan Baku Garam Untuk Meningkatkan Perekonomian Nasional di Jakarta, (17/12/2015).

Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Toni Tanduk, mengatakan bahwa data kebutuhan garam nasional (2015) sekitar 3,6 juta ton, baik garam konsumsi maupun garam industri dan produksi garam lokal baru sekitar 1,7 juta ton. Dari produksi garam lokal sebesar itu tidak semuanya memenuhi kualifikasi industri, seperti industri CAP, farmasi, yang membutuhkan spek khusus. Untuk memenuhi kebutuhan industri, para pelaku industri lebih mengandalkan suplai garam impor.

“Data garam sebaiknya divalidasi, barapa kebutuhan dan berapa konsumsinya, jangan hanya berbicara kuantitas tetapi juga kualitas, karena industri pengguna garam memerlukan spesifikasi garam yang tinggi,” ujar Toni.

Dalam kesempatan yang sama, Arthur Tanuwidjaya, Ketua Bidang Pengembangan Teknologi Garam (AIPGI) menyampaikan bahwa pelaku industri sepakat untuk bersama-sama dengan pemerintah untuk menjaga keberlangsungan industri sekaligus juga turut serta menyejahterakan petambak garam rakyat,” lanjut Arthur

Arthur menambahkan, secara teknis tidak terjaminnya keberlangsungan suplai sepanjang tahun dikarenakan kondisi iklim di tanah air yang kurang mendukung proses produksi garam. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk pengembangan garam lokal agar dapat memenuhi kualifikasi kebutuhan industri, terdapat kendala cost, cuaca, dan juga faktor sosial budaya masyarakat di daerah penghasil garam.

“Untuk mengembangkan garam lokal agar dapat memenuhi kualifikasi industri dibutuhkan sustainability dalam kebijakan pemerintah. Ada langkah-langkah yang jelas dan terarah dari pemerintah untuk mengembangkan garam lokal, jangan bersifat musiman,” tegasnya.

Lebih lanjut, Faisal Basri menerangkan bahwa kebijakan yang dilakukan untuk turut menyejaterakan petambak garam adalah melalui penyerapan garam lokal oleh industri seperti pengasinan ikan, aneka makanan minuman yang tidak memerlukan spesifikasi khusus. Sedangkan industri CAP, farmasi, oil and gas yang membutuhkan spesifikasi khusus tidak perlu dikenakan kewajiban untuk menyerap garam lokal. Hal ini penting untuk menjaga daya saing industri.

“Pemerintah harusnya mudah mengawasi perusahaan importir garam yang jumlahnya bisa dihitung, kebutuhannya pun mudah terdata. Yang selama ini dikhawatirkan pemerintah, mengenai rembesan sebenarnya itu mustahil terjadi pada industri jenis ini. Gak mungkin mereka main-main mendirikan perusahaan besar joint ventur dengan Jepang dsb tapi impor garam lalu dijual kembali ke pasar,” jelas Faisal.

Saat ini pemerintah tengah memformulasikan kebijakan baru mengenai garam, diharapkan industri industri dan asosiasi pengguna garam dapat memberikan data yang valid mengenai dampak apa yang terjadi apabila tidak ada kepastian mengenai regulasi garam ini.

“Harus ada ketegasan mengenai dari pemerintah mengenai kebijakan garam industri. Ancamannya, dikhawatirkan para pelaku industri ini akan pindah ke Vietnam. Ini merupakan hal yang serius bagi perekonomian Indonesia. Selama proses pembangunan industri garam nasional, pemerintah sebaiknya tidak melarang impor garam, karena industri akan menjadi korban, banyak pelaku industri yang akan menutup usahanya,” kata Faisal.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved