Management Strategy

15 Importir dari Eropa Incar Rumput Laut Indonesia

15 Importir dari Eropa Incar Rumput Laut Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rumput laut terbesar di dunia. Pada akhir 2012, dari produksi hasil budidaya perikanan yang mencapai hampir 9,5 juta ton, sebesar 6,2 juta tonnya merupakan rumput laut . Sementara, capaian produksi hasil budidaya perikanan pada tahun ini dan tahun depan diperkirakan masing-masing akan mencapai 13,0 juta ton dan 16,9 juta ton, dengan produksi rumput laut masing-masingnya mencapai 7,5 juta ton dan 10 juta ton.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), khususnya Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP), yang berwenang mengurusi industri perikanan di Indonesia, terus mengupayakan berbagai terobosan untuk pengembangan produk akhir atau produk turunan dari rumput laut kering menjadi bahan konsumsi (makanan dan minuman), farmasi, komestik, serta sanitasi. Jenis turunannya sendiri bisa mencapai 50 jenis.

Saut P Hutagalung, Ditjen P2HP, saat memberikan sambutan dalam acara Foreign Buyers Mission

Saut P Hutagalung, Ditjen P2HP, saat memberikan sambutan dalam acara Foreign Buyers Mission

“Jumlah industri pengolahan rumput laut, SRC chips & powder, refined powder & strips, food & nonfood grade, pada tahun ini berjumlah 30 unit yang tersebar di provinsi Sulawesi Selatan, Gorontalo, NTB, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, dan Bangka Belitung,” tutur Saut P. Hutagalung, Direktur Jenderal (Dirjen) P2HP Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dikarenakan produksi pengolahan rumput laut sudah semakin berkembang di Indonesia, maka Ditjen P2HP bekerja sama dengan The Swiss Import Promotion Program (SIPPO), serta didukung Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MOMAF) Swiss, menyelenggarakan Foreign Buyers Mission yang diikuti 15 buyers atau importir dari beberapa negara di Eropa, seperti Swiss, Jerman, Irlandia, Denmark, Norwegia, dan Austria. Acara tersebut dilakukan mulai tanggal 27 sampai 30 Agustus 2013.

“Yang terpenting dari kedatangan buyers tersebut adalah untuk menarik produksi rumput laut kita, karena ini bukan seperti seafood yang biasa, melainkan sangat spesifik. Bahkan SIPPO sudah mempunyai unit khusus untuk ini (rumput laut). Jadi kita ingin memanfaatkan kepakaran mereka juga,” ujarnya.

Acara itu dimulai dengan company visit di Jakarta pada 27 Agustus, kemudian para importir itu mengunjungi 25 produsen lokal yang memproduksi rumput laut olahan dan bahan-bahan alami. Mereka diajak ke produsen yang berbeda supaya bisa mempelajari lebih lanjut soal kerjasama yang akan dilakukan setelah kunjungan ini. Selain itu, mereka juga datang ke acara pameran perdagangan (trade fair) Interfood di JI Expo Kemayoran.

“Produsen rumput laut olahan yang akan dikunjungi adalah produsen carrageenan (E-407 dan E-407a) dan agar-agar (E-406). Ini ada di Jawa Barat (Bogor), Jawa Timur (Surabaya), Makassar, dan lain-lain. Lalu, pada kesempatan yang sama, mereka juga mengunjungi produsen bahan-bahan alami, seperti gula, teh, bumbu/rempah-rempah, juga bahan penyedap rasa, minyak, dan produk makanan olahan. Mereka juga ada yang mencari ikan tuna kalengan dan udang,” katanya.

Acara Foreign Buyers Mission dari Eropa ini merupakan penyelenggaraan yang pertama kali pada tahun ini, dan kalau yang sekarang sukses, maka pada tahun-tahun ke depan kemungkinan besar akan diadakan lagi dengan mengundang negara-negara lainnya dari berbagai benua. “Selain acara ini, kita juga akan mengikuti trade fair di Frankfurt, Jerman, pada November mendatang, dan setelahnya akan ada event yang lain lagi,” imbuhnya.

Kerjasama antara KKP dan SIPPO ini bertujuan untuk memperluas kesempatan industri pengolahan rumput laut di Indonesia supaya bisa memperluas akses pasarnya ke luar negeri. Kemudian sasaran akhir yang ingin dicapai yakni Indonesia dapat meningkatkan ekspor rumput laut olahan, karena Indonesia sejauh ini masih lebih banyak mengekspor rumput laut kering ke Cina dan Filipina. Ekspor rumput laut Indonesia sendiri, pada 2012, sebesar US$178 juta dengan volume 174 ribu ton. Dari nilai tersebut, 5%-nya merupakan kontribusi dari agar-agar dan carrageenan. Sebaliknya, nilai impor rumput laut Indonesia, pada 2012, sebesar US$1,6 juta dengan volume 210 ton.

“Kita ingin ekspor rumput laut ada peningkatan seiring dengan peningkatan produksi kita, kalau bisa naik 15%-20% saja (dari akhir tahun lalu) sampai akhir tahun ini, itu sudah luar biasa. Kemudian, yang kita harapkan ekspor produk olahan akan semakin naik. Tahun lalu produksi kita hanya 220 ton yang refined carrageenan, maka tahun depan kita rencanakan naik menjadi 479 ton. Jadi apabila biasanya rumput laut kering kita ekspor langsung ke Cina dan Filipina, tapi sekarang inginnya itu bisa kita olah dulu di sini, sehingga hasil olahannya yang bisa kita ekspor langsung sendiri. Dengan begini, industri rumput laut kita punya nilai tambah, “ ucapnya.

Saut juga bilang kalau ekspor rumput laut ke luar negeri sedang menurun akibat dari kondisi perekonomian global yang tidak menentu. Sama seperti yang terjadi pada ekspor komoditas lainnya dari Indonesia. “Soal ekspor produk olahan (rumput laut) yang terpenting memang mengenai standar mutu, karena pada akhirnya para importir ini cuma meminta mutu dan harga (yang sesuai). Walaupun permintaan (produk seafood, termasuk rumput laut) saat ini sedang menurun karena gejolak ekonomi, tapi ekspor kita usahakan untuk terus naik. Tapi kondisi ini untuk seafood dampaknya tidak terlalu besar, karena kan orang masih tetap makan,” jelasnya.

Selain terpengaruh kondisi perekonomian global tersebut, Saut mengakui, jika ekspor kita agak terhambat akibat persoalan logistik di dalam negeri yang menyulitkan. “Sekarang yang masih jadi masalah dalam ekspor, yaitu misalnya dari Sulawesi dan Maluku ke Jepang, dari sana harus ke Surabaya dulu, tidak bisa langsung ke Jepang. Jadi hal seperti ini akan diubah, supaya meningkatkan kompetisi industri perikanan kita, khususnya rumput laut. Kita juga akan meningkatkan kualitas produksi dan menurunkan biaya-biaya (distribusi) yang tidak perlu. Jadi di sini kita bisa menjamin industri (perikanan) domestik bisa tumbuh,” pungkasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved