Management Strategy

4 Kunci Jaga Stabilitas Sistem Keuangan

4 Kunci Jaga Stabilitas Sistem Keuangan

Isu krisis ekonomi kembali merebak saat nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS terus merosot pada Maret lalu. Sistem nilai tukar mengambang memang kerap kali membuat pusing banyak kalangan, terutama Bank Indonesia sebagai penjaga stabilitas kurs Rupiah. Gara-gara Rupiah, sistem keuangan bisa hancur berantakan. Masih ingat krisis tahun 1997-98 silam? Krisis besar yang diikuti mini krisis pada tahun 2008 memberi banyak pelajaran.

Direktur Eksekutif Mandiri Institute, Destry Damayanti menilai ada empat kunci menjaga stabilitas sistem keuangan. Pertama, sistem keuangan harus memiliki daya tahan, terutama saat menghadapi gejolak krisis dari dalam maupun luar negeri. Ia mengambil contoh Singapura, di mana sistem keuangannya masih kokoh meski banyak dana-dana asing yang keluar (capital outflow). Di Indonesia, besarnya porsi kepemilikan asing di pasar modal, saham dan surat utang, membuat rentan sistem keuangan.

Kedua, pemerintah dan regulator terkait seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan mesti merapatkan barisan dan terus memantau kondisi makroekonomi terkini, berikut gejolak di institusi keuangan seperti, perbankan, asuransi, dan lembaga pembiayaan. “Indonesia punya Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) yang koordinatornya pemerintah dan beranggotakan BI dan OJK. Mereka ini rapat marathon saat Rupiah tertekan kemarin. Namun, statemen yang keluar kerap malah membuat bingung investor,” ujarnya.

Executive Director Mandiri Institute, Destry Damayanti

Executive Director Mandiri Institute, Destry Damayanti

Ketiga, pendalaman pasar keuangan. Namun, langkah itu bisa sia-sia andai pasar valuta asingnya tidak diperdalam. Indonesia belum bisa melepaskan ketergantungan asing. Porsi kepemilikan asing di pasar obligasi masih cukup besar yaitu 39%. “Bagaimana kita mau undang (investor) asing kalau forex market kita tidak dalam. Dia kalau mau mencari dolar lagi, misalnya, suplainya tidak ada,” katanya.

Terakhir, adalah sistem perbankan yang kokoh. Indonesia mesti memanfaatkan besarnya pasar keuangan di Tanah Air. Tingkat penetrasi perbankan yang masih rendah membuat ruang untuk tumbuh masih sangat besar. Pertumbuhan pinjaman dan dana masyarakat di Indonesia paling cepat karena memang pasarnya belum jenuhi dibanding negara-negara di kawasan ASEAN lainnya.

“Penetrasi sektor keuangan kita masih sangat rendah. Bahkan bila dibandingkan dengan Vietnam. Total aset keuangan dibandingkan PDB kita hanya 108%, sementara di Vietnam 149%. Filipina juga di atas kita. Di Indonesia, sektor perbankan gede banget seolah-olah semuanya bisa dibiayai oleh perbankan,” ujarnya.

Kontribusi perbankan terhadap pembiayaan pembangunan masih jauh lebih besar dibanding pasar modal. Menurut Destry, perbankan setiap tahun bisa menyalurkan kredit baru hingga Rp 400 triliun, sementara angkanya di pasar modal hanya sekitar Rp 100 triliun. “Jadi, kebutuhan pembiayaan di Indonesia sekitar 80% diperoleh dari bank. Tapi, perbankan kita masih punya ruang banyak untuk tumbuh. Rasio kredit terhadap PDB baru 36% dan rasio dana terhadap PDB baru 40%,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved