Management Strategy

Alokasikan Capex Rp 50 Miliar, BISI Segera Bangun Pabrik Pestisida Berkapasitas 5.000 Ton

Alokasikan Capex Rp 50 Miliar, BISI Segera Bangun Pabrik Pestisida Berkapasitas 5.000 Ton

PT BISI International Tbk (BISI), emiten yang bergerak di usaha benih tanaman pangan, buah dan sayuran serta pestisida, berencana membangun satu pabrik pestisida baru dengan kapasitas sebesar 5.000 ton. Rencananya pembangunan akan dimulai akhir tahun ini, sehingga bisa beroperasi di tahun depan.

“Kami punya pabrik pestisida di Mojokerto (Jawa Timur) dengan kapasitas produksi 10 ribu ton. Utilisasinya sudah 85%. Jadi masih butuh pabrik baru yang akan dibangun mulai akhir tahun ini. Realisasinya mungkin tahun depan, sehingga kapasitas produksi pestisida jadi 15.000 ton,” papar Jemmy Eka Putra, Direktur Utama PT BISI International Tbk di Jakarta (28/5).

Dia menjelaskan, untuk pembiayaan pabrik baru tersebut, BISI menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sekira Rp 40 miliar hingga Rp 50 miliar. “Semuanya dari dana internal, karena kami masih memilki posisi kas yang kuat,”ujar Jemmy.

Jemmy menambahkan, capex pabrik baru tersebut berbeda dengan capex untuk pengembangan riset perseroan. Dia mengungkapkan, setiap tahun BISI selalu menyisihkan dana sekitar Rp 17 miliar – 18 miliar untuk riset, yang bersumber dari laba bersih. “Karena proses riset untuk hasilkan sebuah varietas unggul, butuh waktu lama. Bisa 3-5 tahun,” jelas Jemmy.

Adapun capex 2013 dianggarkan sebesar Rp21 miliar. Ini tidak termasuk capex carry offer dari 2012. “Kalau digabung capex jadi Rp. 26,3 miliar. Kuartal pertama 2013 baru digunakan Rp2 miliar untuk pembelian alat laboratorium, seperti alat riset untuk tes DNA tanaman. Pembangunan fisik belum kita lakukan, tetapi tahun lalu kita sudah beli satu farm,” paparnya.

Di tahun ini, BISI berencana menghadirkan dua varietas baru untuk benih jagung dengan tingkat produktivitas tinggi, masing-masing 10,42 kg/ha dan 10,10 kg/ha. Menurut Jemmy, kalau dua varietas tersebut baru akan dirilis semester kedua nanti, maka kontribusinya ke penjualan benih jagung 2013 belum terasa. “Mungkin cuma 1%-2% saja kontribusinya, karena petani masih liat hasil varietas baru ini. Tetapi tahun depan akan terasa,” kata dia.

Namun, dengan beberapa varietas benih jagung yang telah dilepas perseroan ke petani di 3-4 tahun lalu, Jemmy memperkirakan akan memberi kontribusi penjualan benih jagung hingga 40%. Hal yang sama juga untuk varietas benih sayuran akan berkontribusi 20% ke penjualannya. “Untuk produksi benih, 100% kita kerjasama dengan petani, tetapi benih holtikultura hanya 75% kerjasamanya,” ujar dia.

Dampak masa tanam

Selama 2012 hingga kuartal pertama (Q1) 2013 (Januari-Maret), BISI mencatat penurunan baik pada penjualan dan laba. Ada pun penjualan 2012 turun 39% menjadi Rp 866 miliar dari 2011 yang sebesar Rp 999 miliar. Penurunan penjualan berlanjut di Q1 yakni hanya Rp 227 miliar dari Q1 2011 yang sebesar Rp 279 miliar. “Ini karena dampak dari masa tanam yang mundur. Biasanya masa tanam di Oktober. Karena cuaca tidak mendukung, diundur ke Desember misalnya. Tentu panennya nanti akhir Maret atau April,” jelas Jemmy.

Tetapi, lanjut dia, biasanya di Maret-April, penurunan penjualan menyisahkan 4%-6% saja. Sehingga di bulan-bulan berikutnya biasanya sudah kembali mencetak pertumbuhan yang positif. “Kami targetkan pertumbuhan 15% baik untuk top line hingga bottom line,” ujar Jemmy.

Adapun rincian pendapatan sepanjang Q1 masih didominasi penjualan pestisida 43%, dikuti benih jagung 32%, benih sayuran 23%, dan pupuk 2%. Secara nasional, BISI menguasai market share benih jagung selama 2012 hingga 53%, naik dari 2011 yang sebesar 50%.

“Dengan sejumlah varietas produk baru yang terus kita hadirkan tiap tahun, kami optimis market share benih jagung stabil di 53%. Apalagi pasar masih luas dan permintaan jagung masih tinggi. Makanya Indonesia juga masih impor jagung ,” ujar Jemmy. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved