Management Strategy

Apotik K24 Ekspansi Bangun Klinik K24

Apotik K24 Ekspansi Bangun Klinik K24

Sukses dengan bisnis apotiknya, Pendiri dan Pemilik Jaringan Apotik K24, Gideon Hartono berniat mengembangkan bisnisnya dengan mendirikan Klinik K24. Langkah itu dilakukan untuk menjaga kepercayaan pelanggan. Rencananya, Klinik K24 berada satu lokasi dengan apotiknya karena mengusung konsep apotik-klinik. Untuk mewujudkannya, dia akan mendirikan perusahaan baru karena Undang-Undang di Indonesia melarang manajemen apotik dan klinik disatukan.

“Keduanya memiliki layanan berbeda. Selain pasien umum, kami juga melayani peserta BPJS Kesehatan. Kami juga ada pengobatan ambeien dengan metode PILA. Jadi, tanpa operasi sehingga tidak meninggalkan bekas luka. Kami juga melayani imunisasi bagi orang dewasa, contohnya imunisasi influensa,” katanya.

Pendiri dan Pemilik Jaringan Apotik K24, Gideon Hartono

Pendiri dan Pemilik Jaringan Apotik K24, Gideon Hartono

Menurut dia, Apotik K24 mengedepankan layanan online untuk mengakomodasi pesatnya pertumbuhan kelas menengah di Indonesia yang sebagian besar anggotanya pengguna internet lewat smartphone. Dengan tingkat pendidikan yang bagus, kelompok kelas sosial tersebut menginginkan kemudahan dalam memenuhi seluruh kebutuhannya. Itulah kenapa diluncurkan aplikasi Obat24 yang sebenarnya merupakan pengembangan dari apotik online, Obat24.com yang diluncurkan Januari 2014 lalu.

“Dengan aplikasi itu, mereka bisa dengan mudah, lewat ponsel, memesan obat. Mereka tidak hanya membeli obat untuk diri sendiri, tetapi ada yang buat orang tua atau kerabat di daerah. Belakangan, juga ada orang-orang Indonesia di luar negeri yang mengorder obat lewat apotik online dan aplikasi kami, umumnya untuk obat-obatan bebas. Diantaranya, dari Malaysia, Singapura, dan beberapa negara Eropa dan Amerika,” ujarnya.

Gideon menjelaskan, pembayaran cashless yang ditawarkan juga beragam, baik dengan menggunakan kartu debit, kartu kredit maupun elektronik money. Sejauh ini, sudah ada tiga bank yang digandeng yakni Bank Central Asia Tbk, Bank Mandiri Tbk, dan Bank Negara Indonesia Tbk. Untuk jenis obat yang dikonsumsi, produk kuratif masih yang tertinggi. Meski begitu, permintaan jenis preventif sudah mulai meningkat, misalnya di kategori suplemen makanan yang sifatnya meningkatkan daya tahan tubuh.

“Kami juga melihat kelas menengah ini aktif di jejaring sosial. Untuk itulah, kami juga hadir di FB, instagram, dan Twitter. Di sana, kami mengupdate penawaran menarik seperti promo diskon untuk produk tertentu dengan menggandeng, misalnya Doku. Misalnya, untuk produk ekstrak kulit manggis, Xanthonin bisa mendapat diskon hingga 35% untuk 5.000 pembeli pertama. Mereka juga bisa konsultasi di sini,” katanya.

Dia menambahkan, menangkap potensi pasar kelas menengah tidak bisa sembarangan karena sebagian besar anggotanya well educated. Mereka sangat kritis terhadap isu-isu kesehatan yang memang penting. Sehingga, aktif bertanya dan mencari banyak referensi. Namun, mereka mau membayar mahal untuk produk baru yang diyakini mendukung gaya hidup sehat. Segmen kelas menengah ini kadang-kadang membandingkan antarmerek dengan kualitas yang sama.

“Mereka akan lebih memilih produk dengan harga lebih terjangkau tapi dengan manfaat dan kandungan yang sama. Mereka mudah mencari informasi, tinggal goggling lewat ponsel. Itulah kenapa mereka sangat kritis dan banyak bertanya. Apoteker kami juga harus kompeten dan bisa menjadi konsultan di apotik,” ujarnya. (Reportase: Arie Liliyah)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved