Management Strategy

Bangun Infrastruktur, Kembangkan Sumber Dana Domestik

Bangun Infrastruktur, Kembangkan Sumber Dana Domestik

Utang, lagi-lagi soal utang. Pemerintah sepertinya tak akan pernah bisa melepaskan diri dari jerat utang luar negeri. Kenaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tak sebanding dengan target penerimaan pajak yang kerap meleset membuat defisit membengkak.

Untuk menutupnya, opsi mencari utangan dari luar negeri menjadi pilihan meski tak jarang juga pemerintah menerbitkan obligasi ritel (ORI) untuk menghimpun dana-dana masyarakat di dalam negeri. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui sumber pembiayaan domestik masih sedikit.

“Lain halnya dengan Jepang dan India yang berani mematok defisit APBN-nya agak tinggi karena pembiayaannya berasal dari dalam negeri. Di Indonesia, kepemilikan asing di obligasi pemerintah masih mendominasi, yakni 38%. Ini tentu saja berisiko kalau terjadi gejolak di industri keuangan global,” katanya belum lama ini.

Tak hanya menutup defisit, pemerintah pun harus memeras otak mencari sumber pendanaan untuk pembangunan infrastruktur di Tanah Air. Total dana yang dibutuhkan sekitar Rp1.000 triliun per tahun untuk membangun banyak proyek infrastruktur, terutama yang komersial murni masih belum mendapat respon positif dari investor. Soal jaminan dari pemerintah memang masih utama. Namun, pengamat ekonomi Aviliani mengatakan, pemerintah bisa menerbitkan obligasi khusus untuk membiayai satu proyek infrastruktur tertentu.

“Jadi obligasinya by project. Misalnya untuk proyek apa dan di mana, obligasinya ini. Jadi, investor tahu proyek apa yang dia ikut biayai. Pemerintah baru keluarin sukuk Rp 2 triliun, kenapa tidak dipecah saja, Rp 500 miliar untuk proyek A, Rp 500 miliar untuk proyek B,” ujarnya.

Pengamat Ekonomi, Aviliani (Foto: IST)

Sudah saatnya pemerintah menggali sumber pembiayaan domestik yang potensial. Dana pensiun dan asuransi lebih cocok diajak bekerja sama membiayai proyek infrastruktur karena dana mereka yang sifatnya jangka panjang. Lain halnya dengan perbankan yang lebih banyak menghimpun dana masyarakat berdurasi di bawah tiga bulan.

“Asuransi dan dana pensiun punya dana besar bisa diajak kerjasama membiayai secara langsung proyek infrastruktur mana yang menjadi prioritas. Pembiayaan dari bank paling besar hanya 20%. Proyek itu ditawarkan kepada mereka. Jadi, penawaran langsung, tidak melalui pasar lewat penerbitan obligasi,” ujarnya.

Selain obligasi, alternatif pendanaan infrastruktur juga bisa lewat sekuritisasi aset. Skemanya mirip DIRE (Dana Investasi Real Estate) atau efek beragun aset (EBA) yang mengikuti skema reksadana, namun obyeknya berupa proyek infrastruktur. Indonesia bisa mengikuti Tiongkok saat pemerintah Provinsi Sichuan melakukan sekuritisasi proyek Chengdu-Mianyiang Expressway untuk pembiayaan proyek infrastruktur lain.

Sekuritisasi juga bisa dilakukan dengan kombinasi pembiayaan bank. Misalnya, untuk lima tahun pertama, proyek dibiayai menggunakan pinjaman bank. Setelah lima tahun, pinjaman diubah menjadi obligasi yang dijual ke masyarakat.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved